Di Bawah Kepanasan, di Atas Kekeringan

Sumber:Bali Post - 01 Agustus 2005
Kategori:Air Minum
Keluhan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) akan sulitnya mendapatkan bahan baku untuk air bersih dinilai terlalu konvensional. Apalagi sampai harus membeli air sebagaimana yang dilakukan PDAM Badung. Selain tak efisien, juga akan membebani masyarakat konsumennya. Padahal dengan teknologi yang tak terlalu canggih, sebenarnya sumber air baku bisa diperoleh secara gampang. Dari mana itu?

BADUNG sampai kini masih membeli sejumlah air baku dari daerah lain untuk pemenuhan kerja PDAM-nya. Hal itu terjadi karena suplai air baku untuk PDAM masih dirasakan kurang, sementara kebutuhan begitu besar. Bukan hanya air baku yang mengganjal kinerja perusahaan daerah ini, pengadaan jaringan pun masih sulit. Maka tak mengherankan sebagian rakyat belum terlayani dan PDAM Badung pun harus menggandeng swasta untuk mengembangkan sayap pelayanannya.

Adalah PT Tirtaarta Buanamulia (TB) yang sejak beberapa tahun terakhir ini menjadi mitra kerja PDAM Badung. PT TB ini mendapat otoritas mengelola air untuk dipasarkan di ''kawasan kaya'' Kuta dan sekitarnya untuk masa 20 tahun hingga 2013 mendatang. Sayangnya kapasitas perusahaan ini terbatas pada menjual air. Sedangkan untuk pengadaannya tetap menggantungkan pada PDAM.

Meski sudah melakukan bermacam terobosan, bukan berarti seluruh masyarakat bisa menikmati air bersih. Kuta dan sekitarnya yang sudah ditangani swasta tersebut ternyata baru sebagian warganya yang terlayani. Bahkan untuk daerah selatan Badung yang berbukit dan panas itu, belum separo masyarakatnya terjangkau air bersih.

Di Badung Utara yang dilayani PDAM juga nasibnya tak beda jauh. Rakyat masih meronta untuk mendapatkan air bersih. Di daerah atas yang kondisinya kering ini warga masih kesulitan mendapatkan air. Sejumlah kawasan terlihat kering karena minimnya air baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun pertanian. Masalahnya masih klasik, karena keterbatasan debit air serta minimnya jaringan distribusi yang ada. Karena itu tak mengherankan rapor perusahaan ini tak begitu memuaskan di mata Dewan, karena belum maksimalnya pelayanan dan minimnya kontribusi bagi daerah. Padahal anggaran yang diinvestasikan serta disedot PDAM tiap tahun sangat besar.

Kenyataan yang menimpa Badung itu menjadi tanda tanya sejumlah anggota Dewan di daerah gemuk ini. Sebagaimana diungkapkan anggota Dewan IGN Sudiarsa dan Drs. Suiasa, yang sempat melakukan pengamatan pengelolaan air di Bandung, Jawa Barat, belum lama ini.

Bandung sebelumnya juga kesulitan bahan baku air. Namun, dengan penerapan teknologi sederhana, kota madya di kawasan sejuk ini bukan saja kemudian mampu memenuhi kebutuhan air masyarakatnya, tetapi juga mendapatkan keuntungan setelah mampu mengelola limbah rumah tangga (RT) yang selama ini terbuang percuma, bahkan menjadi masalah lingkungan itu.

Menurut kedua tokoh asal Badung Selatan ini, kalau melihat tingkat permintaan masyarakat yang begitu tinggi akan air bersih, mestinya dalam hitungan bisnis akan sangat menguntungkan. Apalagi di kawasan ramai Kuta yang kini dikelola pihak swasta tersebut.

Cuma dalam praktiknya, tak banyak peluang yang bisa direngkuh Badung untuk menambah pelayanannya bagi masyarakat sekaligus keuntungan. Padahal potensinya terbuka. Belajar dari sistem yang dikelola Bandung itu, Suiasa dan Sudiarsa melihat tak banyak rintangan bagi Badung bila mau mencobanya.

Dari sisi potensi, air baku limbah RT cukup besar. Pendanaan juga ada, sebab sistem daur ulang air limbah itu tak memerlukan teknologi sulit dan mahal. ''Tinggal komitmen saja,'' jelasnya. Bagi keduanya, persoalan ke depan bukan semata-mata profit yang mesti diraih PDAM selaku perusahaan, namun bagaimana pelayanan bisa maksimal dalam artian kebutuhan masyarakat terlayani.

Karena itu keduanya sepakat kalau pengolahan limbah RT ini bisa dicobakan. Alasannya, melihat perkembangan beberapa tahun terakhir, debit air di daerah ini terus menipis, sementara kebutuhan dipastikan naik. ''Jadi harus ada alternatif untuk mendapatkan bahan baku air baru,'' jelas Sudiarsa.

Pemanfaatan limbah RT ini dinilai sebagai salah satu alternatif sekaligus solusi. Sistemnya yang sederhana memungkinkan PDAM yang sudah memiliki jaringan untuk mencobanya. Keberhasilan pengolahan air limbah konsumen PDAM ini juga positif bagi aspek lingkungan, sebab air tak lagi mengalir bebas memasuki kawasan yang bisa menimbulkan pencemaran. Dengan jaringan mirip PDAM, limbah buangan itu dialirkan ke penampungan untuk nantinya diolah dan selanjutnya tentu kembali lagi menjadi air konsumsi yang layak dan sehat serta menguntungkan. Bahkan mungkin tak perlu lagi mencemaskan proyek DSDP yang menimbulkan beban sosial besar di masyarakat. (lit)

Post Date : 01 Agustus 2005