|
Jam Satu Malam Sering Antre Air Saat air meluap, banjir bandang datang tak diundang, warga relokasi pengungsian Panti jadi korban. Kini, air betul-betul cekak. Demi memperoleh air bersih, warga Panti harus antre air sampai subuh. Tandon biru yang disediakan PDAM di pemukiman relokasi cuma jadi hiasan. KESULITAN air di relokasi pengungsian yang kian menjadi belakangan ini betul-betul menyiksa Suwarno. Tiap hari, warga relokasi pengungsian desa Suci ini harus pasang telinga, cari info mana dari sumber air terdekat yang airnya mengalir. Sebab, di relokasi Suci tak tersedia air bersih. Korban bencana alam yang kehilangan rumah juga tak ada yang punya sumur. Di kawasan relokasi itu memang disediakan hidran umum untuk menampung air bersih. "Tapi, sejak dipasang Mei lalu, tandon ini nggak pernah diisi. Cuma jadi hiasan," kata Suwarno. Bahkan, dua kran dari hiasan itu sudah hilang, entah ke mana. Memang ada pengeboran di sekitar kawasan relokasi itu untuk menyedot air. Namun, menurut Suwarno, sampai lebih dari 100 meter, airnya tak juga memancar. Pengeboran sampai sekarang terus berlangsung. Masih untung ada tiga sumber air terdekat, yakni saluran pipa di depan Masjid Al Falah, di warung Patmono, dan rumah warga di luar relokasi, yakni di Dusun Kepiring. Setiap hari, Suwarno absen di pipa yang airnya mengalir, sembari membawa 15 jurigen kosong. Akhir-akhir ini, kesulitan air semakin memuncak. Tak jarang, saat siang hari, semua mata air itu mati. Kalaupun hidup, maka dia harus antre panjang. "Saya sering cari sumber mata air, saat dinihari, biasanya jam 01.00 - 03.00, ya meski malam juga antre. Sebab, warga dari desa lain juga ikut antre," katanya. 15 jurigen kosong itu bisa jadi terisi semua. Volume air yang terisi bisa mencukupi kebutuhan air untuk 5 anggota keluarganya. Kalau persediaan air cuma sedikit, dia harus tahu diri dan memberikan kesempatan kepada warga lain yang mengalami nasib serupa. Saat air tak mencukupi kebutuhan keluarga besarnya, maka Suwarno harus mengorbankan kebutuhan lain, mandi misalnya. Air bersih itu hanya digunakan untuk masak, minum, dan cuci. Bisa saja, mereka mandi di sungai terdekat. Hal senada dilontarkan Misnandar. "Karena mepetnya air bersih, saya gunakan untuk yang penting-penting saja. Kami juga kadang cukup mandi sekali saja, sudah cukup," paparnya. Misnandar mengaku, iri dengan pelayanan air yang diperoleh oleh korban bencana alam yang direlokasi di Kemiri. Menurut dia, mereka begitu mudah memperoleh air. Bahkan, tandon air yang terpasang diisi secara rutin. Belakangan, kecemburuan itu semakin menjadi dengan rencana pemasangan saluran PDAM. Ternyata duit pemasangan instalasi pipa mencapai lebih mahal. "Kami menerima kabar akan ditarik Rp 300 ribu, katanya warga relokasi di Kemiri di bawah itu, saya nggak tahu persisnya" ungkapnya. Misnandar mengungkapkan, warga memang menunggu pengeboran air, namun mereka menuntut ada solusi jangka pendek. "Kami meminta, agar tandon air di relokasi sini, selalu diisi PDAM, sehingga kami bisa memanfaatkannya. Kan sudah ada fasilitasnya, kenapa tak dimanfaatkan, " pinta Misnandar. Sementara itu, Plt Direktur PDAM yang juga Asisten II Pemkab Jember HM Fadallah mengungkapkan, pihaknya telah berupaya untuk melakukan pengeboran air sejak awal pembangunan relokasi itu. Janji dari pelaksana pengeboran air itu tuntas dua bulan setelah pembangunan atau, bulan Juli lalu. Kenyataannya, menurut dia, pelaksana mengeluh. "Sampai sekarang kedalamannya mencapai hampir 200 meter, tapi belum menemukan titik air, mungkin akan dipindah lagi," paparnya. Soal tandon air yang kosong, Fadallah mengaku akan mengecek lebih lanjut. Dia berjanji bakal memenuhi kebutuhan air warga di relokasi Suci dari tandon air itu. (danu sukendro) Post Date : 05 November 2006 |