|
JAKARTA -- Kota Depok mulai melakukan uji coba pengolahan sampah lingkungan menjadi kompos. Dua lokasi yang dijadikan sebagai pilot project pengolahan sampah yaitu tepat di samping rumah Wali Kota Nurmahmudi Ismail dan dekat rumah Wakil Wali Kota, Yuyun Wirasaputra. ''Ini untuk memberi contoh bahwa pengolahan sampah menjadi kompos tidak akan mengganggu lingkungan. Wali Kota tidak akan terganggu lalat,'' kata Nurmahmudi di sela-sela kunjungan ke Republika, Selasa (7/2). Langkah ini juga dilakukan Nurmahmudi setelah resmi memimpin kota yang telanjur mendapat predikat paling kotor. Tepat di samping rumah Nurmahmudi di Perumahan Griya Tugu Asri Cimanggis, terdapat lahan kosong seluas 250-300 meter persegi yang akan ditempati mesin pembuat kompos berkapasitas lima kubik sampah per hari. Mesin kedua dengan kapasitas 10 kubik per hari dipasang di kompleks rumah Wakil Wali Kota Depok, Yuyun Wirasaputra, di Jalan Jawa, Depok Utara. Yuyun mengatakan produk kompos selain bisa digunakan sendiri oleh warga juga bisa dijual. Ada kemungkinan kompos akan dibeli oleh pemko. Bila semua warga telah menjalankan pengolahan kompos, diharapkan dapat tersedia pupuk kompos murah untuk petani. Yuyun juga mengakui selama ini Dinas Kebersihan belum mempunyai solusi jitu terhadap masalah sampah. Karena itu langkah terobosan ini terpaksa ditempuh. Menurut Nurmahmudi, produksi sampah Kota Depok saat ini mencapai 3.000 kubik sampah per hari. Sementara kemampuan pemkot mengolah sampah hanya 1.300 kubik saja. Itu pun masih dengan cara tradisional, menumpuknya di tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Karena itu sudah sudah saatnya pengolahan sampah dilakukan di tiap lingkungan perumahan dan tidak lagi membuang sampah di TPA. ''Beri kami waktu tiga bulan untuk buktikan bahwa ini bisa dilakukan,'' tuturnya. Bila berhasil, ditargetkan tiap kecamatan nantinya mampu mengolah sampahnya sendiri. Sementara ini mesin pengolah sampah masih dipinjamkan oleh pihak ketiga. Nurmahmudi belum tahu berapa investasi yang dibutuhkan untuk penyediaan mesin kompos untuk seluruh Depok. Namun pengolahan sampah nanti diserahkan pada warga setempat, apakah diolah secara swadaya untuk memenuhi kebutuhan kompos sendiri atau mengundang pihak swasta. Tak hanya masalah sampah, Depok pun butuh terobosan dalam hal kemacetan jalan. Diakui Nurmahmudi, kapasitas jalan di Kota Depok memang belum bisa memenuhi kebutuhan lalu-lintas kendaraan yang jumlahnya terus bertambah rata-rata 27 persen. ''Luas jalan dibanding luas areal Kota Depok baru dua hingga tiga persen. Standar umum delapan persen,'' kata Nurmahmudi. Tak heran kalau Depok selalu macet. Celakanya, banyak kendaraan di Depok membayar pajak kendaraan ke DKI. Padahal, potensi pajak kendaraan ini begitu besar karena 60 persen diambil Pemko Depok dan sisanya ke Provinsi Jawa Barat. Karena itu Nurmahmudi mengimbau agar nomor kendaraan milik warga Depok segera dimutasi ke Depok. Salah satu program Dinas Perhubungan adalah membangun beberapa terminal tambahan di berbagai wilayah untuk memecah konsentrasi angkot. Jumlah angkot resmi di Kota Depok saat ini 2.800 unit dinilai sudah terlalu banyak. Nurmahmudi mengaku saat ini sedang dikaji apakah memang jumlah angkot sudah jenuh. ( rto ) Post Date : 08 Februari 2006 |