|
JAKARTA -- Untuk melindungi konsumen, depo air minum harus memiliki sertifikat laik sehat yang akan dikeluarkan Sudin Kesehatan Masyarakat. Hingga saat ini, seluruh depot air minum isi ulang di Jakarta Pusat tidak memiliki izin. Selama ini ketidakjelasan payung hukum membuat bisnis ini berkembang subur tanpa ada pengawasan. Sebagai upaya melindungi konsumen, dan pengawasan kualitas air, Pemda DKI mengeluarkan SK Gubernur No 13 tahun 2004, tentang sertifikat laik sehat bagi depo air minum (DAM). Hal ini disampaikan Kepala Suku Dinas Kesehatan Masyarakat, Rum Istriati, kepada Republika, pekanlalu. Rum menyatakan sertifikat ini akan mengatur prosedur pemberian sertifikat, rekomendasi perizinan, dan pengawasan terhadap bisnis air minum isi ulang. Sertifikat laik pakai, kata Rum, akan diberikan pada pengusaha yang telah memenuhi syarat. Sertifikat ini merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin operasional dari Deperindag. Cara mendapatkan sertifikat ini adalah pengusaha mengajukan permohonan penilaian, dengan membawa rekomendasi dari Asosiasi Pengusaha, Pemasok, dan Distributor, Air Minum Indonesia (APDAMINDO). Rekomendasi ini dibawa ke Sudin Kesmas wilayah setempat untuk kemudian akan dilakukan peninjauan dan pemeriksaan secara laboratorium. Jika kualitas air layak minum, maka Sudin akan mengeluarkan sertifikat laik sehat. Sertifikat ini akan dibarengi dengan keluarnya surat rekomendasi pengurusan izin operasional depo ke Dinas Deperindag. Namun, rekomendasi dan sertifikat hanya diberikan jika depo tersebut lolos uji laboratorium. Namun jika tidak, maka Sudin tidak akan mengeluarkan izin dan rekomnedasi. Sebenarnya, kata Rum, seharusnya izin dikeluarkan oleh Deperindag karena mereka yang berhak mengeluarkan izin jual. Sementara pihaknya hanya bisa melakukan uji sampel untuk menjaga kualitas air, dan mencegah masyarakat mengkonsumsi air minum yang tidak layak. Dalam SK Gubernur juga diatur tindakan bagi para pengusaha nakal. Jika sebuah depo air minum isi ulang tidak memenuhi persyaratan, mereka akan diberikan teguran tertulis. Jika tetap membandel, mereka akan diberikan peringatan. Sanksi terkahir adalah penundaan, bahkan pencabutan izin operasional depo tersebut. Hingga saat ini, kata Rum, SK yang dikeluarkan pada Februari ini belum mendapatkan respon dari pengusaha. Pihaknya saat ini tengah melakukan sosialisasi, dan penyuluhan pada para pengusaha depo air minum isi ulang. Mereka, kata Rum, harus menyadari bahwa sertifikat laik sehat ini sangat penting untuk melindungi usahanya, dan memberi masyarakat hak untuk jaminan kesehatan. Rum menambahkan, di Jakarta Pusat terdapat 60 depo air minum isi ulang yang belum berizin. Hal itu terjadi karena memang belum ada dasar hukum yang memayungi keberadaan bisnis ini. Ia mengharapkan, setelah adanya SK Gubernur ini para pengusaha mau mengurus perizinan, dan melakukan uji laboratorium terhadap air minum isi ulang mereka. Menurutnya, bisnis air minum isi ulang ini memiliki resiko cukup besar jika tidak ditangani dengan baik. Menurut Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja, Soemarno, pihaknya pernah melakukan uji air minum isi ulang pada 35 depo. Hasilnya menunjukkan bahwa tujuh depo, positif mengandung bakteri e-coli sebanyak 21 persen. Padahal, seharusnya air minum tidak boleh memiliki kandungan e-coli, karena itu indikasi air tersebut tercemar feses (kotoran). Soemarno menyatakan dengan kandungan bakteri, sebenarnya air itu tidak layak minum. ''Kandungan bakteri e-coli dalam air minum harusnya nol persen, karena bisa menimbulkan penyakit,''ujarnya serius. Karena itu, dalam SK Gubernur diatur bahwa akan ada pengawasan dan uji terhadap kualitas air isi ulang setiap tiga bulan sekali. ''Sebenarnya yang ideal itu uji lab atas air minum isi ulang dilakukan setiap bulan,''kata Soemarno. Namun, faktor finansial membuat uji ini dilakukan setiap tiga bulan sekali. ''Bagaiman pun kami memahami ini adalah bisnis yang tidak terlalu besar,''katanya. Bahkan, sebagai upaya kompromi masalah biaya lab, pihak Sudin mengurangi parameter uji dari 24 hingga hanya 12 parameter saja. Para pengusaha sendiri, kata Rum, awam terhadap pemahaman masalah kualitas air sehat. Mereka juga terlalu percaya terhadap peralatan air isi ulang yang belum tentu menjamin higienitas air minum. Para pengusaha ini, kata Rum mengaku mengambil air minum dari sumber di Cijeruk, Cibogo, Ciawi, Pangrango, dan Gunung Salak. Sementara itu, kata Soemarno, pihaknya menemukan dua depo air minum di Jakarta Pusat mengambil sumber airnya dari air tanah dalam. Mereka melakukan itu dengan alat filtrasi khusus. Padahal, kata Soemarno, hal tersebut tidak boleh dilakukan karena penyedotan air tanah di kedalaman 60 meter bisa merusak, dan menyebabkan tanah amblas. ''Selain itu mereka juga harus mendapat izin penyedotan dari Dinas Pertambangan DKI,''ujarnya. Sementara itu, seorang pengusaha depo air minum isi ulang di kawasan Tanah Abang menyatakan menyambut baik uji terhadap air minum ini. Namun, ia mengaku keberatan jika harus memiliki izin. Ia menyatakan bisnis air minum isi ulang adalah bisnis kecil dengan keuntungan yang tidak terlalu besar. Ia menyatakan kekhawatirannya jika mengurus perizinan akan mengeluarkan biaya besar. Laporan : c02 Post Date : 28 September 2004 |