|
ANGIN berembus agak kencang. Dedaunan kering pun berjatuhan. Bungkus bekas makanan dan minuman pun terbawa angin. Sebagian kecil sampah tergolek di persimpangan Jalan Abdul Rahman Saleh, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (28/5) siang. Panas terik matahari yang sesekali tertutup awan tak menyurutkan Djuwadi (73) untuk terus bekerja mencukupi nafkah keluarganya. Walau harus menggunakan kursi roda, Djuwadi terlihat tekun membersihkan sisi-sisi ruas jalan itu. "Saya merasa risi dan enggak enak kalau melihat sampah bertebaran di sini. Tempat ini kan tempat jualan koran saya, masak dibiarkan kotor," kata Djuwadi, sambil menggenggam sapu lidi. Di saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah sebagai tanda berhenti, Djuwadi yang menggunakan kursi roda berusaha berjalan perlahan. Tak sedikit pun sampah dibiarkan bertebaran. Dia terus asyik menyapu. Sapu lidi yang sudah semakin pendek dan tipis membuat Djuwadi sesekali harus berdiri dengan satu kaki, untuk menjangkau sampah dan mengumpulkannya menjadi satu. Ya, sudah sejak tahun 1970 Djuwadi tidak lagi memiliki kaki kiri yang utuh. Kini dia cuma bergantung pada kaki kanan dan kursi rodanya. Ditemui di pinggir jalan itu, lelaki kelahiran Jombang, Jawa Timur, tahun 1932 tersebut mengisahkan kembali sekelumit perjalanan hidupnya, terutama kaki kirinya yang kini sudah tidak ada. Sekitar 35 tahun lalu, Djuwadi mengaku sedang menumpang kereta kelas ekonomi. Dalam perjalanan dari Surabaya menuju kampung halamannya, Djuwadi tiba-tiba saja terjatuh dari gerbong kereta api. Saat itu kereta masih melaju. Kakinya tersangkut di sisi gerbong. Bahkan, dia sempat terseret beberapa meter, lalu terjatuh. "Sayangnya, saya tidak sempat menarik kaki kiri. Akhirnya, ya beginilah, kaki saya terlindas kereta. Putus," kata Djuwadi, yang sejak tahun 2000 memberanikan diri merantau ke Ibu Kota. Di kota Metropolitan ini, Djuwadi hanya tinggal bersama istrinya di kawasan Senen. Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, dia berdagang koran secara eceran. Keterbatasan tubuhnya tidak menyurutkan tekat Djuwadi untuk mencari uang di tengah persaingan kota Jakarta. Semula, dia cuma menggunakan dua tongkat untuk menyangga kedua kakinya. Untung saja, kata Djuwadi, tahun 2000 lalu ada seorang wanita yang sedang mengendarai mobil sedan merasa tergerak hatinya. Tanpa dinyana, wanita itu memberikan kursi roda untuk Djuwadi. Kini, Djuwadi tetap berjualan koran. Tumpukan koran itu diletakkan di kedua sisi kiri dan kanan kursi roda itu. Di saat matahari mulai terbenam, Djuwadi membersihkan ruas jalan yang biasa menjadi tempatnya berdagang koran. "Saya cuma membantu petugas kebersihan. Rasanya kok ora kepenak sampah berserakan di mana-mana," kata Djuwadi. Melihat Djuwadi yang berada dalam keterbatasan tubuhnya rela membersihkan jalanan, sejumlah pengendara yang melintas di persimpangan itu pun kerap memberikan sejumlah uang. Ada juga pengendara yang tergerak membeli koran. Tak jarang, uang kembalian pembelian koran pun diberikan seutuhnya kepada Djuwadi, yang mengaku selalu tegar dan tidak pernah minta dikasihani sesamanya. (OSA) Post Date : 02 Juni 2005 |