|
Mari melancong ke ”negeri air”. Bukan Belanda yang melimpah dan bahkan dikepung air. Tapi ke sebuah negeri yang tanahnya kering dan gersang, mirip gurun. Hujan pun jarang turun—curah hujannya cuma 500 milimeter per tahun atau kurang dari seperempat curah hujan di Indonesia. Karena itu, penduduknya memperlakukan air bak harta karun yang mesti dijaga secara turun-temurun. Inilah negeri Spanyol. Terbatasnya air justru menjadi kekuatan negara ini. Masyarakat Spanyol menjadi sadar akan pentingnya mengelola air sejak akhir abad ke-19. ”Air barang publik yang dikelola bersama-sama,” kata Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Provinsi Aragon, Miguel Valls, kepada Tempo, akhir Agustus lalu. Provinsi dengan ibu kota Zaragoza itu terletak sekitar 300 kilometer dari Madrid. Pemerintah pusat, misalnya, kebagian tugas membangun infrastruktur air, seperti waduk. Pemerintah daerah, seperti Aragon, mengelolanya untuk kepentingan irigasi, industri, listrik, dan air minum. Tapi pemerintah daerah tak bisa seenaknya sendiri memutuskan penggunaan air. Keputusan menentukan penggunaan air, misalnya untuk irigasi, harus melibatkan komunitas masyarakat pengguna air sebagai pemangku kepentingan. Salah satu komunitas pengguna air paling berpengaruh di Aragon, bahkan Spanyol, adalah Konfederasi Hidrográfica del Ebro. Komunitas air yang terbentuk pada 1926 ini adalah yang pertama di dunia, terbaik dan sering menjadi referensi negara lain. Ke konfederasi inilah dua pejabat Departemen Pekerjaan Umum jauh-jauh dikirim Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto untuk berguru ihwal pengelolaan sumber daya air. Kebetulan, Departemen Pekerjaan Umum sedang mewakili pemerintah Indonesia mengikuti World Ezpo Zaragoza 2008, yang bertema ”Water and Sustainable Development” di Zaragoza, Spanyol, dari 14 Juni hingga 14 September 2008. Di Tudela, kota kecil di daerah otonomi Aragon, mereka mempelajari manajemen pengelolaan air Sungai Ebro, yang mengalir sepanjang 12 ribu kilometer hingga Andora dan Prancis. Air Sungai Ebro mengalir tenang menuju sebuah kanal di Tudela, yang berjarak 87 kilometer dari Zaragoza. Di ujung kanal, air tertahan sebuah bendungan tua. Lewat pintu-pintu air di waduk yang dibangun pada 1730 ini, aliran air dipecah ke sungai-sungai kecil dan beberapa saluran irigasi di Aragon. Mengejutkan, memang. Di bendungan itu tak ada seorang pun penjaga pintu air. Tak seperti di pintu air Manggarai, Jakarta, yang penjaganya begitu sibuk pada musim hujan. Yang tampak mencolok hanyalah pipa-pipa saluran air kanal tersambung dengan alat-alat ukur di dalam bendungan. Beberapa komputer dalam lemari kaca, alat komunikasi, dan sensor elektronik di sudut ruangan membuat ruangan di dalam bendungan lebih mirip laboratorium. ”Bendungan ini cukup dikendalikan dari kantor pusat kami di Zaragoza,” kata Jose Luis Alonso Gajon, Presiden Konfederasi Hidrográfica del Ebro. Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum Bambang Goeritno dan Sekretaris Direktorat Jenderal Departemen Pekerjaan Umum Eddy Djajadireja cuma bisa terkagum-kagum. ”Luar biasa. Cuma bisa mengelus dada melihat itu,” ujar Bambang. Eddy juga geleng-geleng kepala. ”Wah, semua cuma diatur dari Zaragoza,” ucapnya. Konfederasi Hidrográfica del Ebro mengelola sumber daya air memang mumpuni. Lembaganya, kata Gajon, memiliki Sistema Automatico de Informacion Hidrográfica (SAIH) Ebro, yang bisa memberikan informasi terbaru seperti arus sungai, volume air kanal, hingga kualitas air secara fisik dan kimiawi, secara real time dan online. ”Ini satu-satunya yang ada di dunia,” ujarnya rada jumawa. Gajon juga mengajak mengunjungi pusat data SAIH Ebro di Zaragoza. Tampak peta Spanyol berukuran sekitar 3 x 5 meter menempel di dinding. Atlas raksasa ini menunjukkan topografi pegunungan, gurun, sungai, kanal, bendungan, dan danau di seluruh Spanyol. Setiap topografi ditandai oleh lampu dan petunjuk lainnya. Di samping kiri bawah, sebuah monitor komputer 50 inci menempel di dinding yang sama. Di seberangnya para anggota staf lembaga itu sedang memantau peta lewat komputer masing-masing. Menurut pejabat penanggung jawab pengendali SAIH, Aldolfo Alfarez, untuk mengetahui volume air kanal dan waduk, misalnya Waduk Imperial, tak perlu datang ke Tudela. Cukup klik tetikus kanal di peta elektronik raksasa. Sekejap layar komputer akan menunjukkan datanya. Begitu pula membuka dan menutup pintu air dam tak perlu repot-repot memutar tuas di sana. Cukup klik saja dari kantor pusat di Zaragoza, yang berjarak sekitar 87 kilometer dari Tudela. SAIH Ebro, kata dia, juga akan bisa mengetahui dengan cepat saluran irigasi di wilayah tertentu yang kekurangan debit air. Dari kantor pusat staf konfederasi mengalihkan air dari kanal untuk menambah debit air irigasi tersebut. Kendali jarak jauh bisa dilakukan karena ada ratusan sensor dan stasiun kendali (remote station) di sungai, kanal, dam, irigasi. Total ada 617 stasiun. Salah satu tugas Konfederasi Hidrográfica del Ebro adalah memantau dan menguji kualitas air irigasi dan minum. SAIH Ebro bisa memberikan data akurat kualitas air (diukur dalam pH) normal, basa, atau asam. Konfederasi akan memberi tahu pemerintah daerah agar tak menggunakan air irigasi atau air minum terlebih dulu jika kualitas air memburuk. ”Setiap 15 menit sekali data kualitas air kami perbarui dan diinformasikan,” kata Alfarez. Selanjutnya pemerintah daerah setempat akan mengumumkannya ke masyarakat. Masyarakat bisa mengeceknya di website SAIH Ebro. Tak kalah oleh The Netherlands Water Partnership, lembaga pengelola air di Belanda, Konfederasi Hidrográfica del Ebro pun memiliki sistem pemantau banjir: Decision Support System (SAD) Ebro. Lewat sistem ini, konfederasi bisa mencegah banjir dengan cara mengatur debit air sungai, kanal, dan bendungan. Bahkan SAD Ebro mampu memprediksi kemungkinan datangnya banjir 72 jam sebelumnya. Sistem ini terbukti ampuh meminimalkan bencana banjir pada 2003. Demi kemaslahatan bersama, pemerintah menyerahkan pengelolaan air pada komunitas pengguna. Dan komunitas ini telah berhasil menjaga ”harta karun” bersama itu selama 82 tahun. Padjar Iswara (Spanyol) Post Date : 15 September 2008 |