|
Sejumlah ember dengan beragam ukuran, jeriken, maupun gayung campur aduk tergeletak di sekitar mata air di Desa Watunggere Marilonga, Kecamatan Detukeli, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Masyarakat setempat menyebutnya mata air Rena. Pemandangan itu dapat disaksikan setiap hari karena warga Desa Watunggere Marilonga, ibu kota Kecamatan Detukelibahkan warga desa tetangga, yaitu Desa Unggu dan Maurole Selatanamat bergantung pada sumber air tersebut. "Tiap hari, untuk mendapatkan air bersih, warga di Watunggere Marilonga, Unggu, maupun di Maurole Selatan harus mengantre hingga berjam-jam. Sebab debit air di mata air ini kecil. Warga bisa antre sejak pagi hingga jam satu dini hari. Sebab mereka juga harus menyiapkan air untuk mandi anak-anaknya yang akan sekolah," kata mantan Camat Detukeli, Yoseph Primus Bato. Yoseph baru dilantik menjabat Camat Kelimutu pada hari Jumat pekan lalu. Sudah cukup lama warga di tiga desa itu, bahkan di Kecamatan Detukeli, kesulitan mendapatkan air bersih, terutama untuk kebutuhan minum. Topografi yang berat dan berbukit- bukit mengakibatkan kawasan tersebut hingga kini belum dilalui jaringan distribusi air perusahaan daerah air minum (PDAM). Letak Kecamatan Detukeli dari Kota Ende sekitar 65 kilometer. Untuk mencapai Detukeliterdiri dari 13 desa dan berpenduduk 1.300 keluarga (7.063 jiwa)perlu waktu sekitar dua jam. Perjalanan menuju Detukeli dari Ende diwarnai naik-turun bukit dan tebing-tebing. Selain itu, jalan yang dilalui pun banyak yang rusak atau masih berupa jalan berbatu-batu. Diwarnai perselisihan Ketika antre air, tidak jarang kekesalan warga pun muncul hingga terjadi perselisihan. Misalnya, satu warga membawa terlalu banyak ember sehingga warga lainnya terpaksa menunggu giliran lama. Alhasil, cekcok mulut pun tak terhindarkan. Debit air yang kecil membuat warga membutuhkan waktu sekitar lima menit untuk mendapatkan satu gayung air. Karena itu, antrean berlangsung hingga larut malam. Maria M Eta, warga setempat, mengungkapkan, ia biasa mengantre air untuk persediaan air minum hingga tiga hari. "Untuk mandi dan mencuci pakaian kami harus ke hutan," ujar Maria. Dia menambahkan, warga harus mencari mata air lain dengan cara menyusuri hutan yang jaraknya sekitar dua kilometer. Karena itu, sering kali mereka berangkat ke hutan dalam keadaan kotor dan pulang dalam keadaan bercucuran keringat. Tempat mandi bupati Bupati Ende Paulinus Domi, yang dilahirkan di Kecamatan Detukeli, juga mengungkapkan suka duka mengantre air. "Sejak saya kecil sampai sekarang sumber mata air itu bagi warga desa digunakan untuk berbagai keperluan, baik untuk air minum maupun mandi. Sebelum ke sekolah, saya juga mandi di situ," kenang dia. Kesulitan warga di Kecamatan Detukeli, bahkan juga di Kecamatan Maukaro, lanjutnya, akan diatasi dengan program air bersih. Program ini mendapat bantuan dana dari Pemerintah Jerman sekitar Rp 24 miliar. Dana yang disediakan itu dikhususkan bagi Kabupaten Ende dan Alor. Dari 17 kecamatan di Ende, pihak konsultan memilih Kecamatan Detukeli dan Maukaro yang mendapat proyek tersebut. "Program itu akan berjalan hingga tahun 2007. Dana sudah ada, tinggal masyarakat desa mempersiapkan segala persyaratan yang harus dipenuhi," tutur Paulinus Domi. (SEM) Post Date : 03 Oktober 2006 |