|
Nusa Dua, Kompas "Green Mining", suatu program pertambangan berwawasan lingkungan yang berbasis optimalisasi reklamasi dan rehabilitasi di lahan bekas penambangan, dideklarasikan di Nusa Dua, Bali, Minggu (9/12). Nawa Tunggal Deklarasi ditandatangani oleh Menteri Kehutanan MS Kaban, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, serta perwakilan Asosiasi Pertambangan Indonesia dan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia, yang tergabung dalam Forum Reklamasi Hutan pada Lahan Bekas Tambang, pada kegiatan paralel Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim yang berlangsung 3-14 Desember. "Deklarasi ini untuk menjaga kawasan yang sudah diekstraksi perusahaan tambang agar dikembalikan fungsinya menjadi hutan," kata Kaban. Masuk REDD Menurut Kaban, seiring dengan agenda Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim, kawasan bekas tambang yang tidak aktif dan dihutankan kembali dapat disertakan dalam program pengurangan emisi melalui pencegahan deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Purnomo Yusgiantoro pada kesempatan itu mengemukakan, tanggung jawab untuk merehabilitasi lahan bekas tambang menjadi tanggung jawab setiap perusahaan pertambangan. "Ada struktur pembiayaan pertambangan yang digunakan untuk menanggulangi masalah lingkungan lokal, termasuk menjalin kemitraan dengan komunitas lokal," kata Purnomo. Mengenai pembiayaan rehabilitasi hutan bekas lahan hutan, Ketua Forum Reklamasi Hutan pada Lahan Bekas Tambang Jeffrey Mulyono mengatakan, tidak ada satu rupiah pun dana dari pemerintah yang disediakan untuk program rehabilitasi lahan tersebut. "Lahan yang dipergunakan untuk pertambangan saat ini mencapai 67.000 hektar. Lahan yang sudah direklamasi dan direhabilitasi sudah 33 persen. Selebihnya masih untuk pertambangan aktif," kata Jeffrey. Lebih lanjut, ia mengungkapkan, pendanaan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang sudah masuk dalam penghitungan produksi. Dari pertambangan batu bara, misalnya, setiap produksi satu ton batu bara disisihkan 7 sen dollar AS untuk dana rehabilitasi lahan bekas tambang. Dana itu di luar dari penghitungan pengembalian tanahnya. Dana 7 sen dollar AS dari setiap satu ton batu bara hanya untuk pengadaan tanaman, penanaman, dan pupuk. "Dana seperti itu sudah cukup sebetulnya. Namun, dengan pendeklarasian Green Mining ini yang ingin dicapai adalah komitmen perusahaan, kemauan untuk berhasil, dan keterlibatan masyarakat lokal," kata Jeffrey. Lahan kritis Rehabilitasi lahan bekas tambang yang menjadi konsesi perusahaan pertambangan memang menjadi tanggung jawab perusahaan bersangkutan. Namun, kerusakan hutan, terutama di sekitar pertambangan yang menjadi lahan-lahan kritis, hingga kini masih terus berlangsung. Kaban menyatakan, program rehabilitasi lahan antara 2003- 2007 menargetkan rehabilitasi lahan kritis seluas 3 juta hektar. Hingga tahun ini yang sudah mencapai 2,2 juta hektar. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2007 untuk rehabilitasi tersebut mencapai Rp 7,5 triliun. "Fokus perhatiannya pada rehabilitasi lahan kritis 318 daerah aliran sungai di seluruh Indonesia," kata Kaban. Post Date : 10 Desember 2007 |