Jauh dari kesan ruwet dan kumuh, permukiman padat di Kelurahan Pasar Minggu, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ternyata hampir semuanya hijau dan bersih!
Menurut Lurah Pasar Minggu Chairussalam, Rabu (17/11), delapan dari 10 RW di wilayahnya sudah berpredikat RW hijau. Gang selebar kurang dari 1,5 meter yang membelah RW 2, misalnya, cukup adem karena dinaungi kanopi pohon anggur.
Bagian depan, samping, atau teras loteng setiap rumah warga, termasuk rumah petak dan kamar indekos yang hanya berukuran 2 x 2 meter, dipenuhi puluhan pot tanaman yang terawat. Pojok-pojok kampung yang menyisakan sedikit tanah ditumbuhi pepohonan.
Di sisi kanan dan kiri gang sempit berlapis aspal itu terlihat lubang-lubang kecil berderet rapi. Rupanya itu adalah lubang biopori. Ketua RW 2 Soekono mengatakan, warganya sengaja mengebor jalan karena di bawah lapisan aspal dan semen ada tanah. ”Kami bisa menaruh sampah organik, seperti sisa sayur dan lauk, di lubang itu biar jadi kompos. Air hujan pun mudah terserap ke tanah,” katanya.
RW 2 ini juga memiliki Bank Sendu alias Senang Daur Ulang yang dikelola warga. Bank ini menerima sampah plastik dan botol dari warga setempat dan RW lain. Setelah menumpuk, botol dan plastik dijual. Uang yang dihasilkan akan digunakan untuk membantu warga yang kesusahan, seperti saat sakit. Sebagian sampah plastik juga didaur ulang menjadi kerajinan tas dan pernak-pernik lain yang layak jual.
Soekono dan Chairussalam menegaskan, ketika pimpinan peduli, mau mendekati dan menggerakkan warganya, tidak susah mengajak warga hidup bersih. ”Butuh 1,5-2 tahun mendekati warga. Kita harus rajin mendatangi mereka dan akrab,” ujarnya.
Setelah saling mengenal, mudah bagi lurah dan ketua RT/RW mengajak warga untuk berkumpul. Proses pendekatan dimulai tahun 2004, dan baru pada 2007 memetik hasil. RW 2 memenangi lomba Green and Clean yang dimotori sebuah perusahaan swasta.
Sembilan perwakilan negara asing, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Korea, dan Jepang, pernah mengunjungi RW 2. Wilayah binaan Soekono ini juga menjadi tempat studi banding pemerintah dan mahasiswa dari Pulau Jawa, Bengkulu, hingga Manokwari.
Kelurahan yang memiliki 110 RT ini juga memiliki 220 juru pemantau jentik (jumantik). Setiap Jumat, mereka memantau rumah warga. Jika ditemukan jentik nyamuk, warga pun mendapat teguran. Pantas kalau penyakit demam berdarah dapat ditekan penularannya di daerah sini.
”Kuncinya cuma satu, dekati saja ibu-ibunya. Mereka paling mengerti kondisi tempat tinggalnya karena lebih sering berada di rumah. Didik mereka memahami bahwa dengan lingkungan bersih dan sehat, keluarganya pun aman. Mereka ini yang kemudian menebar demam bersih-bersih ke seluruh kampung,” kata Chairussalam. (NELI TRIANA)
Post Date : 18 November 2010
|