Mataram, Kompas - Proses degradasi lingkungan hidup saat ini telah berjalan dua generasi, dengan tingkat kerusakan 30 persen-40 persen. Sebaliknya, perbaikannya tak bisa dilakukan satu generasi karena terkait tingginya biaya perbaikan kerusakan, selain adanya persoalan sosial dan ekonomi.
Demikian diutarakan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar seusai membuka ”Lokakarya Peningkatan Peran Pemerintah Daerah, Calon Anggota Legislatif, Eco-Pesantren, dan Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (22/7).
Menurut Rachmat, ada empat pilar utama yang menentukan pemulihan lingkungan hidup, yaitu eksekutif, legislatif, masyarakat, dan dunia usaha. Keempat pilar memiliki peran yang terkait guna mengatasi degradasi lingkungan yang terjadi di daerah.
”Pilihannya sulit, pemerintah melarang merambah hutan untuk bertani supaya tidak terjadi degradasi, tetapi masyarakat merambah hutan untuk cari makan,” ujarnya.
Oleh karena itu, butuh suatu solusi yang baik untuk mengatasi persoalan sosial dan ekonomi, dikaitkan dengan kegiatan ramah lingkungan. Hal itu bisa berjalan jika peran empat pilar itu bisa bersinergi. Artinya, untuk menopang pelestarian lingkungan, ”Perlu ada kebesaran jiwa dan keikhlasan para pejabat (gubernur, bupati, dan wali kota) tersebut,” kata Menneg LH.
Eksekutif dan legislatif berperan mengalokasikan dana dan regulasi. Dunia usaha, seperti sektor pertambangan, dituntut komitmennya terhadap lingkungan yang dieksploitasi. Masyarakat dan institusi sosial berperan untuk menjaga dan memelihara program konservasi.
Gubernur NTB Zainul Majdi mengatakan hal senada, bahkan mengaku prihatin atas kerusakan lingkungan hidup, terutama kawasan hutan di NTB.
”Dari sekitar 702 titik sumber air yang ada tahun 1980-an, kini tinggal sekitar 298 titik,” tutur Gubernur NTB.
Otonomi daerah
Salah satu tantangan penyelamatan lingkungan hidup adalah kebijakan otonomi daerah, mengingat pemerintah kabupaten cenderung mengeksploitasi sumber daya alam untuk tujuan ekonomi dan sumber pendapatan asli daerah.
Tantangan itu menjadi persoalan bersama yang harus diatasi sehingga nantinya ”Berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil benar-benar mempertimbangkan dan mengedepankan konservasi dan penyelamatan lingkungan hidup,” kata Zainul Majdi. (RUL)
Post Date : 23 Juli 2009
|