Defisit Air di Malang Raya Mengkhawatirkan

Sumber:Indo Pos - 30 Januari 2007
Kategori:Air Minum
MALANG - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan, ketersediaan air di Malang Raya terus mengalami defisit. Meski belum ada data spesifik di Malang Raya, namun hasil penelitian Bappenas di Pulau Jawa, defisit air sudah sangat mengkhawatirkan.

Khusus di Malang, Bappenas menunjukkan fakta-fakta terjadinya defisit itu. Salah satunya mengeringnya Bendungan Sutami di awal musim penghujan lalu. "Itu tanda paling mudah melihat turunnya daya dukung lingkungan terhadap ketersediaan air. Ironisnya, itu terjadi di Malang yang notabene gudangnya air," tegas Dr Oswar Mungkasa, Kasubdit Persampahan dan Drainase Bappenas.

Mantan Kasubdit Air Minum dan Sanitasi Direktorat Perumahan dan Permukiman Bappenas ini juga menambahkan, menurunnya ketersediaan air di Malang Raya diprediksi akan terus berlanjut. Mengacu pada penelitian di seluruh pulau Jawa, Bappenas memprediksi 2020 ketersediaan air hanya 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Jumlah itu menurun drastis dari tahun ini yang tercatat di angka 1.750 meter kubik per kapita per tahun.

"Ketika ketersediaan air terus menurun, maka yang pertama kali merasakan akibatnya adalah warga yang bermukim di hilir. Mereka akan kesulitan mendapat air dan akhirnya kekeringan," tandasnya dalam lokakarya Keberlanjutan Air Baku Bagi PDAM yang digelar di Universitas Merdeka (Unmer) Malang, kemarin.

Karena itu Oswar mengimbau agar semua pihak, mulai dari masyarakat hingga pemerintah daerah, melakukan revitalisasi DAS Brantas. Untuk mengawal keseriusan revitalisasi itu, dia menawarkan empat solusi. Pertama adalah prinsip one river one management (satu sungai satu manajemen). Prinsip itu telah dilakukan untuk Sungai Brantas dengan adanya Perum Jasa Tirta I.

Solusi kedua adalah melibatkan seluruh sektor, stakeholder, dan daerah yang ada di lingkup wilayah DAS dari hulu hingga hilir. Maksudnya, ketika daerahnya dilintasi sungai, ada kewajiban untuk memelihara keberlangsungan sungai dan airnya.

Pendekatan input-proses-output juga harus terus dilakukan. Artinya jika di sumber air input-nya 10, output-nya juga harus 10. "Kebocoran-kebocoran harus diminimalisir. Ya efisiensi penggunaan air-lah," ujarnya.

Keempat, sambung dia, adalah penerapan prinsip "pengguna membayar" atau "pencemar membayar" harus terus dilakukan. Maksud "pengguna membayar" adalah siapa yang menggunakan air dari hulu hingga hilir harus membayar biaya pelestarian lingkungan. Sedangkan "pencemar membayar" adalah siapa yang mencemari lingkungan air harus pula mengganti atau berkewajiban menjaga kelestarian DAS.

"Prinsip keempat ini yang belum dilaksanakan maksimal. Rencana bagus, namun aplikasi di lapangan masih memprihatinkan," katanya.

Sementara, Gatot Priono, konsultan dari IEMT (Institute for Environmental Management & Technology) Unmer mengatakan, kualitas air diprediksi juga terus menurun seiring berkembangnya waktu. Padahal, ketersediaan air tak hanya dalam kuantitas. Namun juga kualitas air yang bisa dikonsumsi.

Saat ini, kualitas air juga sangat mengkhawatirkan. Aksi untuk menanggulangi pencemaran belum dilaksanakan secara penuh. (yos)



Post Date : 30 Januari 2007