|
Singaraja (Bali Post) PDAM Buleleng mengalami dilema yang sulit diatasi. Karena faktor alam, pada musim kemarau ini debit air dari sumber mata air yang ada di wilayah Buleleng makin menurun, sementara kebutuhan masyarakat terhadap air terus meningkat. Direktur PDAM Buleleng, Ir. I Nyoman Artha Widnyana, Senin (12/9) kemarin, menjelaskan indikasi menurunnya debit air di Buleleng terlihat dari menyusutnya air di sumber-sumber air yang ada seperti di Danau Buyan dan Danau Tamblingan, Kecamatan Sukasada. Bukan itu saja, beberapa mata air yang dulu debitnya cukup besar seperti di Pangkung Dalem, Gitgit juga mengalami penurunan debit air cukup banyak. Saat ini, debit air di sumber mata air itu hanya berkisar 248 liter per detik, jauh menurun dibandingkan beberapa tahun lalu yang mencapai 650 liter per detik. Penurunan debit air ini menurutnya merupakan ancaman bagi masyarakat Buleleng karena bisa berimbas pada kekeringan. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya kerusakan hutan, bukan hanya di Buleleng juga di daerah lain yang secara makro mempengaruhi debit air yang ada. Apalagi dengan jarangnya turun hujan, debit air kian turun. "Jadi, masyarakat hendaknya hemat mempergunakan air," imbaunya. Artha menambahkan di Buleleng terdapat 28 titik air, terdiri 14 mata air dan 14 sumur bor. Pengelolaan air bukan hanya dilakukan oleh PDAM. Dari 147 desa yang ada di Buleleng, PDAM menangani sistem pengelolaan air di 97 desa, selebihnya melakukan sistem swakelola. Tersebarnya sumber-sumber air di wilayah Buleleng dengan debit yang makin turun cukup menyulitkan PDAM. Satu-satunya jalan melakukan upaya membuat sumur bor. Tahun ini, PDAM menambah 2 sumur bor baru di Jalan Pulau Menjangan dan Jalan Sam Ratulangi. Pembuatan sumur bor juga bukan hal mudah, karena memerlukan biaya cukup tinggi, terutama dari segi penggunaan listrik. "Sampai saat ini untuk pengelolaan air, 67 persen PDAM menggunakan listrik untuk menaikkan air dari sumber mata air dan memompa sumur bor, sementara 33 persen saja yang mengandalkan gravitasi, artinya kucuran air langsung," paparnya. Lebih lanjut dikatakannya, penurunan debit air ini sangat menyulitkan PDAM. Karena pada musim kemarau kebutuhan masyarakat terhadap air justru meningkat, sementara pada musim hujan agak turun karena masyarakat untuk hal-hal tertentu dapat memanfaatkan air hujan. Kesulitan lain yang dialami PDAM Buleleng menyangkut rendahnya tarif air minum di Bali utara ini. Hingga saat ini, sejak penyesuaian tarif Mei 2003 lalu, tarif progresif air minum di Buleleng hanya Rp 550 per kubik. Jumlah ini jauh di bawah tarif kabupaten lain yang berkisar Rp 610-750 per kubik. (ari) Post Date : 13 September 2005 |