|
Cuaca adalah bagian dari daur air alami. Proses penguapan air oleh matahari hingga terbentuk awan, lalu kembali ke bumi sebagai hujan, sejak dulu berjalan mengikuti pola yang teratur. Namun, perilaku manusia mengganggu keseimbangan itu. Pembabatan hutan dan emisi gas-gas rumah kaca, seperti karbon, sulfur, dan nitrogen, akibat berbagai aktivitas manusia menjadi penyebab utama yang mengacaukan daur air dan cuaca. Tidak ada lagi reservoir air hujan di darat karena hutan ditebang dan daerah resapan serta situ telah diuruk menjadi tempat permukiman. Karena itu, air hujan amat cepat kembali ke laut. Akibatnya, ketersediaan air tawar di darat berkurang, bahkan krisis saat kemarau. Hutan gundul menyebabkan tanah di perbukitan mengalami erosi, mengakibatkan sedimentasi di sungai dan muaranya. Pendangkalan sungai memperbesar ancaman banjir di daerah aliran sungai (DAS). Kondisi ini terlihat nyata di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, beberapa tahun terakhir ini. Pada musim hujan banjir terjadi di DAS Bengawan Solo dan DAS Cimanuk pada Februari lalu dan DAS Citarum pekan lalu (21/3). DAS Bengawan Solo yang dinyatakan kritis tahun 1984 itu dihuni lebih dari 17,5 juta jiwa. Aliran air lintas batas merupakan fokus khusus yang ditetapkan PBB untuk Hari Air Sedunia pada 22 Maret 2009. Di dunia ada 263 danau dan sungai yang berada di beberapa wilayah administrasi, termasuk teritori 145 negara. Pada 2009, tema Hari Air Sedunia adalah berbagi air, berbagi peluang. Tiap negara hendaknya membuka peluang untuk bekerja sama dalam pengelolaan air lintas batas, membangun rasa saling menghormati, pengertian, dan kepercayaan antarnegara dan memajukan perdamaian, keamanan, serta pertumbuhan ekonomi yang langgeng. Berkaitan dengan Hari Air Sedunia 2009, UNESCO adalah lembaga dunia yang memimpin kegiatan terkait tema tersebut, didukung United Nations Economic Commission for Europe (UNECE) dan FAO. Konvensi PBB tentang hukum dalam pemanfaatan air internasional sebenarnya telah diadopsi pada 21 Mei 1997. Namun, dalam 10 tahun sejak konvensi tersebut, hanya 16 negara yang telah meratifikasinya. Hari Meteorologi Sementara itu, Hari Meteorologi Dunia (HMD), yang diperingati setiap 23 Maret, untuk tahun ini mengambil tema ”Cuaca, iklim dan udara yang kita hirup”. HMD ini diperingati oleh 188 negara anggota Organisasi Meteorologi Dunia dan komunitas meteorologi sedunia sejak tahun 1950. Berkaitan dengan peringatan HMD tersebut, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sri Woro B Harijono mengatakan, pihaknya sepanjang tahun ini akan menyelesaikan penelitian, penyediaan data, dan informasi berkaitan pengelolaan air dan pengembangan energi terbarukan. Data itu diperlukan departemen terkait untuk menyusun rencana adaptasi dan mitigasi bencana akibat perubahan iklim. Rencana ini merupakan tindak lanjut dari Assessment Report IV yang dikeluarkan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) Program yang akan dilaksanakan tahun ini mendata ketersediaan air di seluruh Indonesia. Sementara itu, BMKG telah menyusun peta potensi banjir di seluruh Indonesia untuk jangka tiga bulan ke depan. Di bidang energi terbarukan, prioritas BMKG menyediakan data pola curah hujan di beberapa wilayah yang memiliki waduk untuk PLTA. Data ini untuk perencanaan pembangkit listrik. Tahun 2010, BMKG akan memperluas penyediaan data untuk sektor lainnya seperti pertanian, kehutanan, pariwisata, kelautan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Di tingkat internasional, tahun ini Indonesia akan mengambil peran dalam pembahasan tentang perubahan iklim. Untuk itu, BMKG mewakili pemerintah Indonesia menurut rencana akan menjadi tuan rumah dalam pertemuan IPCC ke-31 pada November mendatang. Pertemuan internasional itu dilaksanakan sebelum COP 15 di Kopenhagen, Denmark. (YUN) Post Date : 23 Maret 2009 |