Jakarta, Kompas - Program Pemantauan Bersama untuk air minum dan sanitasi di Indonesia perlu disosialisasikan berhubung hingga saat ini data dari berbagai lembaga berbeda-beda dan akan membingungkan pengguna data.
”Tujuan JMP untuk menciptakan kolaborasi yang lebih baik di antara beragam lembaga di tingkat nasional sehingga dapat menciptakan koordinasi yang lebih baik dalam pemantauan tiap sektor,” kata Rifat Hossain dari Kantor Pusat Organisasi Kesehatan Dunia di Jakarta, Kamis (30/4).
Saat ini, 84 persen masyarakat tak memiliki akses terhadap air minum hidup di pedesaan. Sejumlah 2,5 miliar penduduk dunia tidak memiliki akses fasilitas sanitasi yang baik dan sekitar 900 juta penduduk tidak memiliki akses air minum. Akibatnya, diare menjadi penyebab kematian terbesar kedua setelah penyakit menular, lebih besar dibandingkan dengan HIV/AIDS.
”Kematian itu bisa dicegah dengan memformulasikan sebuah kebijakan yang berdasarkan data atau bukti yang cukup,” katanya.
Tidak mudah mengembangkan sebuah kebijakan yang berdasarkan bukti di sektor air minum dan sanitasi karena hampir tak mungkin mengaitkan peningkatan pelayanan sanitasi dengan penggerak sektor itu.
Jika tidak ada data yang tepat, akan sulit membuat sebuah kebijakan. Karena itu, JMP sangat penting. Kelebihan metodologi JMP, yaitu dapat diverifikasi secara independen dan melacak perkembangan menggunakan indikator yang sama.
”Kita harus bekerja keras mencapai tujuan agar 100 persen warga mendapat akses air minum dan sanitasi,” kata Francois Brikke dari WES Unicef Indonesia.(LOK)
Post Date : 01 Mei 2009
|