|
Kendari, Kompas - Daerah Aliran Sungai (DAS) Wanggu di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, harus ditangani secara khusus dengan program terpadu atau lintas sektor. Sebab, pengelolaan DAS tersebut terkait dengan penanggulangan pendangkalan Teluk Kendari yang menjadi akses utama ibu kota Provinsi Sultra. "Tidak cukup hanya dengan dana rehabilitasi lahan kritis dari Departemen Kehutanan," kata Kepala Balai Pengelolaan DAS Sampara, Suparno, kepada Kompas, Kamis (3/2), di Kendari. Menurut OMN Ilah Ladamay, pemerhati lingkungan dari Universitas Haluoleo (Unhalu) Kendari, pendangkalan Teluk Kendari sudah sangat memprihatinkan. Proses sedimentasi di teluk yang luasnya sekitar 2.800 hektar itu mencapai sekitar dua juta meter kubik lumpur dan material lainnya setiap tahun. Penelitian menunjukkan, sekitar 88,45 persen pasokan lumpur yang mendangkalkan teluk itu berasal dari DAS Wanggu. Wilayah DAS itu mencakup seluruh tujuh kecamatan di Kota Kendari, ditambah sedikitnya tiga kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Suparno menjelaskan, pada tahun anggaran 2004 Sultra memperoleh dana program Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis) sebesar Rp 36 miliar dengan sasaran penanaman kembali sekitar 9.500 hektar lahan kritis. Itu termasuk 700 hektar lahan kritis di taman hutan raya DAS Wanggu. Untuk menahan laju erosi ke perairan Teluk Kendari, lanjut Suparno, daerah hulu DAS Wanggu harus ditangani secara terpadu melalui program rehabilitasi dalam bentuk penanaman kembali, pembuatan cekdam, pembangunan dam penahan, terjunan, dan sarana-sarana lainnya untuk mengendalikan banjir dan erosi. Hal penting yang harus dilakukan adalah penyadaran masyarakat agar berperilaku ramah lingkungan. Pembuatan sengkedan dan teras bangku bagi warga yang membuka lahan pertanian di daerah kemiringan merupakan keharusan. Di daerah permukiman warga setempat juga harus membuat sumur resapan di samping terus menggalakkan gerakan penghijauan di lahan pekarangan dan lingkungan masing-masing.(YAS) Post Date : 04 Februari 2005 |