Dari Zerowaste Laris Jadi Pembicara

Sumber:Media Indonesia - 20 September 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

KETIKA membuat kompos aerob, proses merajang bahan-bahan kompos menjadi potongan kecil-kecil, paling banyak menyita waktu dan tenaga. Memang banyak cara lain, seperti diiris dengan golok atau menggunakan mesin khusus. Namun, tidak mudah memperoleh mesin tersebut.

Di samping harganya mahal, juga harus memesan terlebih dahulu. Mesin pemotong yang dilengkapi dengan motor penggerak harganya bisa mencapai Rp17,5 juta. "Jangan harap bisa kembali modalnya bila tujuan membuat kompos sekadar menyalurkan hobi. Berbeda jika berniat mengomersialkan asal pemasarannya bagus. Saya yakin kompos laku keras," ujar pengurus Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin.

Ayah tiga anak itu mengaku membuat kompos karena ingin rumahnya berlabel zerowaste. Setidaknya tidak membuang sampah ke luar rumah. Keseriusan Sobirin menjadikan sampah menjadi kompos ia buktikan dari awal. "Mengiris bahan kompos pernah saya lakukan dengan golok. Ketika jari tangan saya pernah tersayat, saya berusaha menciptakan mesin pemotong sendiri," tuturnya.

Ia lalu mencoba membuat mesin pemotong daun skala kecil. Meski dibilang berhasil, fungsinya kurang bagus sehingga masih memerlukan penyempurnaan sana-sini. Wajar, karena biaya membuatnya waktu itu tidak lebih dari Rp100 ribu, papar Sobirin.

Apa yang dilakukannya itu pada akhirnya mendatangkan manfaat. Sejak aktif mengampanyekan composting limbah rumah tangga, Sobirin sering diundang sebagai pembicara oleh banyak organisasi perempuan. Sayangnya, tidak sedikit di antara mereka yang salah persepsi tentang keahlian Sobirin.

"Saya ahli composting, tapi sering diminta untuk mengajarkan cara daur ulang limbah kertas dan plastik juga," katanya. Mau tidak mau Sobirin akhirnya juga mempelajari teknik daur ulang limbah kertas dan plastik, baik lewat buku maupun berguru langsung pada sang ahli.

Bahkan akhir-akhir ini, ia juga sudah terbiasa membawa begitu banyak barang hasil daur ulang sebagai sampel untuk para peserta pelatihan.

Sebut saja tas dari limbah plastik dan berbagai pernak-pernik rumah hasil daur ulang limbah kertas.

Sampai sekarang, Sobirin mengaku masih suka tersenyum geli setiap melihat susunan acara di mana ia diminta hadir sebagai salah seorang pembicara. Tidak jarang, aktivis pelestarian lingkungan pelatihan tentang kompos dan daur ulang limbah itu harus ia sampaikan di sela-sela demo memasak dan latihan karate para perempuan anggota suatu komunitas. "Yang jelas kesadaran warga terhadap pengelolaan sampah semakin bertambah."(EM/IK/M-4).



Post Date : 20 September 2008