Empat tahun lalu bungkus deterjen,pewangi pakaian, dan bungkus odol hanyalah sampah tak berguna di lingkungan Kelurahan Jambangan.Berkat kerja keras Risnaini Puji Rahayu memopulerkan dan memasarkan kerajinan daur ulang sampah,kini berbagai limbah domestik itu menjadi barang berharga.
Ruang pertemuan di Kelurahan Jambangan itu tak ubahnya seperti ruang produksi kerajinan rumah tangga. Deretan meja dan kursi berganti dengan deretan mesin jahit. Dinding yang biasanya dipenuhi papan pengumuman atau data kependudukan berganti dengan berbagai jenis produk kerajinan daur ulang.
Sampah plastik yang telah dibersihkan tertumpuk di sana-sini. Sementara puluhan ibu-ibu dengan tekun mendengarkan instruksi seorang perempuan muda. ”Dipaskan dulu gambarnya, kemudian dijahit,” kata Risnaini Puji Rahayu sambil terus berputar mendekati satu per satu ibu-ibu. Dengan patuh puluhan ibu-ibu menuruti panduan dari perempuan yang akrab disapa Riris itu. Mereka seolah ingin mereguk sedikit kesuksesan yang telah diraih perempuan berusia 35 tahun ini. Riris kini memang sosok tenar.Wajahnya kerap ditemui di sejumlah seminar maupun pelatihan pengolahan sampah plastik.
Berbagai kalangan,mulai pemerintah, swasta, korporasi, hingga sekolah menengah dan perguruan tinggi ingin mendengarkan pengalaman dan cara mengolah sampah dari mantan karyawan sebuah perusahaan swasta ini.”Sekarang olahan sampah plastik memang banyak, tapi masih sedikit orang yang mau menekuninya. Padahal, hasilnya lumayan,”tuturnya. Masih terbayang jelas dalam ingatannya awal terjun ke dunia pengolahan sampah daur ulang. Riris mengaku tidak sengaja menekuni bidang ini. Saat itu dia hanya merasa bingung mau membuat jenis kerajinan yang akan dipamerkan dalam perlombaan kebersihan kampung pada 2005.
Karena tema perlombaan kebersihan, dia pun berpikir bahwa jenis kerajinan bernilai tinggi berkaitan dengan pemanfaatan sampah. Akhirnya terpikir olehnya untuk memanfaatkan sedotan plastik dan koran bekas untuk dibuat rangkaian bunga. Selain itu, sebuah tempat perhiasan berhasil dia buat dari kertas koran yang dicat warna-warni. Tak dinyana, kerajinan sampah itu mendapat apresiasi tinggi dari berbagai kalangan. Bahkan, sejumlah pihak berniat membeli hasil kerajinan itu.Tak ingin setengah- setengah, Riris pun memutuskan berhenti kerja. Setahun kemudian proses kreatif perempuan berambut sebahu itu terhenti. Dia merasa stuck dengan kreasi rangkaian bunga dari sedotan dan koran bekas.
Keinginannya untuk meluaskan daya kreasi seakan membuncah. Dia pun melirik sampah plastik sebagai garapan baru. ”Kok rasanya sayang kalau harus dibuang,” akunya. Akhirnya dia memunguti sampah plastiknya sendiri. Dicuci sampai bersih lalu digunting.”Kreasi pertama saat itu membuat dompet,” kenangnya. Persediaan sampah plastiknya lantas habis.Namun,Riris tidak kehilangan akal. Dia lantas mengumumkan ke sejumlah tetangga untuk mengumpulkan sampah plastik tersebut. ”Saya minta sampah plastiknya tetangga,” ungkapnya. Berderet pertanyaan pun menghujaninya. Sejumlah warga merasa penasaran dengan aksi Riris yang meminta sampah plastiknya.
Selain alasan peduli lingkungan, Riris lantas menjelaskan keinginannya tersebut. Dia menunjukkan hasil keterampilan sampah plastiknya yang siap pakai. Karena sejumlah warga mulai penasaran, Riris lantas mengajak mereka bergotong-royong menyulap sampah plastik menjadi barang bernilai jual. Awalnya, sambung istri Abdul Rofiq ini,hanya segelintir ibu-ibu yang mau dan serius untuk belajar. Setelah sampah plastik dicuci,Riris lantas mengajari cara menggunting dan membuat pola. ”Menggunting sampah plastik ini tidak asal gunting.
Biar hasilnya rapi, memotongnya pakai cutter dan penggaris,”paparnya. Kini para tetangganya tidak lagi bergantung pada Riris. Sebagian dari mereka sudah membuka usaha dan membuat keterampilan di rumahnya. Ini lantas tidak dijadikan saingan buat Riris, melainkan menjadi partner. ”Sekarang ini kita bisa sharing ide, bahkan bertukar informasi,”tukasnya. Ketelatenan dan keseriusan Riris berbuah manis. Selain bisa membantu ekonomi keluarga, Riris juga bisa membayar pegawainya yang kebetulan para tetangganya. ”Hasilnya lumayan. Setiap bulan bisa mencapai lebih dari Rp5 juta,” ucapnya dan mengenang kalau masih bekerja dengan orang lain pasti hasilnya tidak sebesar itu.
Produk-produknya kini kian beragam,mulai tas jinjing,tas ransel, dompet, sandal, tas laptop, tempat pakaian kotor, hingga payung. Dari sekian produk keterampilan, Riris mengakui paling sulit membuat payung. Selain membutuhkan waktu hingga dua hari, butuh pula ketelitian memadukan bahannya dengan logam pengait payungnya. Untuk memasarkan produknya, Riris rajin mengikuti pameran- pameran. Mulanya produk keterampilannya hanya dipandang sebelah mata oleh sejumlah orang.”Malu ah,pakai tas sampah beginian,” ujar Riris menirukan sejumlah orang yang pernah mengejek karyanya itu. Ejekan tersebut tidaklah membuat nyalinya kian ciut. Justru itu semakin memacu semangatnya untuk menghasilkan karya yang lebih halus dan apik.
Setelah masyarakat banyak yang mengenal, produknya selalu habis terjual. Ini mulai dari pameran di dalam kota hingga luar pulau sekalipun. Dari pamerannya itu, Riris bertemu dengan pihak Jepang yang kebetulan peduli lingkungan. ”Saat itu mereka borong sejumlah payung saya,” tandasnya. Bukan hanya itu, ketertarikan pihak luar pun tidak sebatas di pameran. Mereka lantas melakukan perjanjian jual-beli. Kini selain konsentrasi pada usahanya yang diberi nama WQueen Handicraft Daur Ulang, Riris konsentrasi pula pada pemberdayaan masyarakat.
”Kini lebih sering menjadi pembicara pelatihan,” ungkapnya. Urusan usahanya dia serahkan kepada sejumlah pekerjanya. ”Mereka (karyawan) sudah bisa ditinggal kok. Bahkan, kalau ada pelatihan skala besar,mereka pun saya ajak sebagai trainer,” pungkasnya. (emi harris)
Post Date : 18 November 2010
|