|
MASALAH sampah di kota-kota besar di Indonesia, tidak terkecuali di Makassar, hampir setiap saat menjadi sorotan. Menariknya, Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (LH) dan Keindahan Kota Makassar yang secara teknis menangani masalah sampah, tidak mau disalahkan jika penanganan persampahan belum maksimal. Kalau begitu, lantas siapa yang harus bertanggung jawab? Guna mencari jawaban dari pertanyaan di atas Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Fakultas Teknik (FT) Universitas 45 Makassar menggelar dialog publik bertajuk Dampak dan Penanggulangan Sampah di Kota Makassar. Dialog yang diselenggarakan di Gedung Lestari 45 itu melibatkan 14 kepala wilayah kecamatan dan seluruh lurah di Makassar, Selasa, 27 Juni 2006. Dari dialog itu lahir sebuah kesimpulan sekaligus komitmen bersama bahwa pengelolaan sampah bukan semata tanggung jawab petugas Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota Makassar, melainkan tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat. Walau begitu, bukan berarti pihak Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keindahan Kota seperti disampaikan Kepalanya, Drs H Burhanuddin, pemerintah kota ingin lepas tangan. Sebaliknya, pihaknya telah banyak melakukan upaya maupun gerakan untuk mengatasi persampahan di kota ini. Hanya memang, hasil yang diharapkan hingga saat ini belum seperti yang diharapkan. Contohnya, penerapan Perda No 14 tentang Larangan Membuang Sampah di Sembarang Tempat. Menurut Burhanuddin, Perda ini lahir dengan harapan warga kota lebih sadar akan pentingnya kebersihan dan tidak sembarang membuang sampah. Namun kenyataan di lapangan berbicara lain. Kendati sudah ada beberapa warga terjaring perda ini, tak juga mampu menciptakan efek jera di mana sampah tetap saja dibuang di sembarang tempat. Di pihak lain, kontainer sampah yang disebar di tempat-tempat pembuangan sampah, juga belum dimanfaatkan secara maksimal. Sudah begitu, jumlah kontainer yang ada masih jauh dari ideal, yakni hanya 158 buah kontainer plus 107 unit armada pengangkut. Padahal idealnya, di Makassar harus ada 480 unit kontainer. "Masih banyak masyarakat di kota ini yang belum mengerti fungsi kontainer pembuangan sampah. Akibatnya, pengelolaan persampahan masih kurang maksimal," keluh Burhanuddin. Rektor Universitas '45' Makassar, Prof Dr Abu Hamid, yang menjadi salah satu pemateri dalam diskusi ini mengatakan, di Makassar ini sudah cukup banyak gagasan yang ditelorkan, tapi karena kurang action, maka hasilnya juga tidak ada. Ke depan kata Abu Hamid, perlu ditumbuhkan budaya bersih setiap individu, termasuk jika sudah menjadi pejabat. "Saya ini sudah rektor, tapi tiap pagi juga bisa menyapu halaman, tidak ada masalah jika kita mau," tandasnya. Dari arena dialog ini, juga mengemuka usulan agar mahasiswa khususnya mahasiswa Universitas 45 untuk memprakarsai pembersihan kanal. Maklum, dari tiga kanal besar di Makassar, yakni Kanal Sinrijala, Kanal Pannampu dan Kanal Jongaya yang panjangnya mencapai 14 km, semuanya jauh dari bersih. Salah satu masalahnya, beberapa unit pengangkut sampah tidak bisa masuk mengambil sampah di area kanal. Padahal perkampungan sekitar kanal banyak andil terhadap banyaknya sampah yang terbuang di kanal. (*) Post Date : 28 Juni 2006 |