Sudah tiga hari Indri Dwi Apriliyanti terbebas dari diare. Namun perempuan 24 tahun ini belum dapat melupakan penderitaannya ketika itu. Gara-gara penyakit saluran pencernakan, perut Indri terasa mulas luar biasa. ''Semula saya kira penyakit perut biasa,'' kata staf peneliti di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta itu.
Diduga, Indri terserang diare karena salah makan. Lalu ia pergi ke dokter terdekat. ''Menurut diagnosis dokter, kesalahan makan mempengaruhi kerja usus. Gerakan peristaltik usus jadi lebih cepat,'' tutur Indri.
Belum jelas, apa penyebab perutnya protes. Dokter hanya mengatakan bahwa saluran cernanya tercemar racun bakteri yang mengganggu gerak peristaltik di organ pencernaan itu. Untuk menormalkannya kembali, racun itu harus dikeluarkan. Indri diberi antibiotik, obat nyeri perut, dan obat mual.
Dokter mewanti-wanti tentang efek samping obat itu. Jika dalam lima jam tak bisa kencing, Indria harus dirawat di rumah sakit. ''Nyaris saja dirawat, tapi pada jam ketiga akhirnya pipis,'' ujar Indri. Tiga hari kemudian, kondisi kesehatannya membaik. Radang usus alias gastroenteritisnya tak lagi muncul.
Banyak yang menderita diare seperti Indri. Bahkan tak sedikit yang harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami dehidrasi hebat. Ahli kesehatan lingkungan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Rudi Haryanto, menyebutkan bahwa jumlah penderita diare di Indonesia sangat banyak.
''Bahkan diare disebut sebagai peringkat kedua penyebab kematian balita dengan 162 kematian setiap tahun,'' kata Rudi Haryanto dalam jumpa pers yang digelar di Planet Hollywood, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Salah satu penyebab diare adalah bakteri Escherichia coli (E. coli).
Bakteri itulah yang menguras cairan tubuh. Efeknya, pasien merasa mual dan muntah. E. coli tak hanya terdapat di organ pencernaan, melainkan juga ada di organ-organ vital lainnya. Menurut penelitian terbaru yang dilakukan Victoria Hospital, Ontario, Kanada, bakteri itu sangat berbahaya. Sebab bakteri E. coli bisa memicu timbulnya penyakit mematikan lainnya, seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan hipertensi.
Hasil penelitian itu dipublikasikan di British Medical Journal edisi online, bulan lalu. Dalam penelitian itu, Profesor William F. Clark dan koleganya meneliti 1.977 partisipan. Mereka dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, sebanyak 1.067 relawan, adalah korban akibat menenggak air yang tercemar E. coli subtipe O157:H7. Kelompok lainnya tidak terkena serangan E. coli.
Kesehatan partisipan dipantau dari tahun 2002 hingga 2008. Saban tahun, para peneliti menyebarkan angket kesehatan. Yang ditanyakan adalah keluhan mereka ketika terserang gastroenteritis. Misalnya, apakah mereka pernah mengalami diare yang berlangsung lebih dari tiga hari, perdarahan, atau buang air besar lebih dari tiga kali sehari.
Tekanan darah dan kesehatan ginjal juga diperhatikan. Selain itu, kandungan E. coli pada tubuh mereka terus dipantau. Walhasil, kandungan kuman E. coli masih banyak ditemukan pada kelompok pertama. Di situ, bakteri mendekam di dalam tubuh 17,6% kelompok pertama, sedangkan di tubuh kelompok kedua hanya 1,5%.
Peneliti juga mengamati bakteri lain penyebab diare. Setelah mengeluarkan beberapa faktor yang bisa mengakibatkan studi itu bias, Clark mendapatkan hasil. Risiko hipertensi dilaporkan terjadi pada 38% kelompok pertama dan 32% kelompok kedua.
Lalu kerusakan ginjal lebih banyak menimpa kelompok pertama daripada kelompok kedua. Begitu pula risiko terkena hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya, seperti serangan jantung dan gagal jantung. ''Saya menganjurkan agar pasien gastorenteritis juga menjalani pemeriksaan tekanan darah dan ginjal,'' ujar Clark.
Hasil riset itu menunjukkan bahwa E. coli tak bisa dipandang remeh. Sebab, di sejumlah negara, jumlah kasusnya terbilang besar. Di Inggris, misalnya, setiap tahun dijumpai 800-1.200 pasien yang terpapar E. coli. Beberapa dari mereka mengalami gagal ginjal. Sayangnya, belum banyak studi yang meneliti komplikasi lebih lanjut akibat bakteri ini.
Bakteri E. coli hidup pada feses binatang ternak seperti ayam. Dalam jumlah sedikit, ia bisa masuk ke tubuh manusia lewat kontak dengan kotoran tersebut, baik melalui makanan maupun minuman yang terkontaminasi. Juga bisa meracuni tubuh lewat sayuran yang tercemar. Mereka yang terkena langsung akan menderita diare berat. Dari dehidrasi, mual, muntah, bahkan bisa menyebabkan perdarahan.
Maka, sejumlah ahli kesehatan menyarankan agar masyarakat memperhatikan kebersihan dan sanitasi lingkungan. Air dan makanan harus dimasak hingga matang sebelum dikonsumsi. Juga dianjurkan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan. Sebab kuman itu hidup di lingkungan yang kotor, baik di air, alat makanan, maupun makanan yang akan dilahap.
Pakar virologi dan mikrobiologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Dokter Abu Tholib Aman, menjelaskan bahwa E. coli adalah bakteri berbentuk batang. Pada umumnya, bakteri ini dapat bergerak aktif. Hanya sebagian kecil yang tidak bisa bergerak. ''Bakteri ini terdapat pada usus manusia sehat dan pada umumnya tidak menimbulkan penyakit. Bakteri ini dapat ditemukan pada usus bayi beberapa jam setelah dilahirkan,'' kata Dokter Abu Tholib.
Ia menyebutkan, E. coli --terutama jenis enterohaemorrhagic-- bisa menyebabkan gagal ginjal dan merusak dinding pembuluh darah. Ini terjadi karena bakteri itu memproduksi racun verocytotoxin. Bila memasuki sel tubuh, racun itu dapat menghentikan sintesis protein pada sel tersebut.
Setelah diserap usus, racun itu masuk ke aliran darah. Di dalam darah, ia merusak sel endotel yang terletak di dinding pembuluh darah. Pembuluh darah kecil juga dapat dirusak. Inilah mengapa E. coli bisa mengakibatkan penyakti kardiovaskular.
Sedangkan urusannya dengan ginjal terletak pada produksi sitokin dan cemokin. Racun-racun ini juga dikeluarkan E. coli. Terjadi peradangan ginjal yang, antara lain, ditandai dengan penurunan jumlah trombosit dan kurangnya sel darah merah (anemia hemolitik). Penderita akan mengalami gagal ginjal akut.
Menurut Dokter Abu Tholib, belum ada studi mengenai kasus E. coli enterohaemorrhagic yang komplet di Indonesia. Namun, beberapa tahun lalu, dijumpai pasien yang dikonsultasikan ke bagian mikrobiologi UGM. ''Beberapa penderita, selain mengalami gagal ginjal, juga mengalami kelainan neurologis,'' katanya.
Di luar enterohaemorrhagic, ada E. coli enteropathogenic, entertoxigenic, enteroinvasive, diffusely adherent, dan enteroaggregative. Dari enam strain ini, hanya enteropathogenic, enterohaemorrhagic, dan entetoxigenic yang paling banyak dijumpai.
Profesor Harmani Kalim, kardiolog di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, juga mengakui bahwa E. coli telah dikenal sebagai pencetus serangan jantung. Patogen itu dapat menimbulkan plak pada pembuluh darah koroner di jantung. Lalu merusak dinding dan menimbulkan gumpalan-gumpalan di pembuluh darah. ''Gumpalan tadi bisa membuat pembuluh darah tersumbat,'' tuturnya.
Namun penyebab peradangan tak hanya E. coli, melainkan juga virus herpes simpleks, hepatitis, klamidia, dan pneumococcus. Selain itu, kuman bukan faktor utama terjadinya penyakit jantung. ''Faktor utama masih karena alkohol, tekanan darah tinggi, kurang aktivitas, dan merokok,'' ujarnya. Aries Kelana, Bernadetta Febriana, dan Arif Koes Hernawan (Yogyakarta)
Post Date : 22 Desember 2010
|