|
SEPOTONG sampah di Jepang bisa bereinkarnasi berkali-kali. Sehelai dasi yang elegan bisa jadi memiliki masa lalu sebagai botol plastik bekas kemasan minuman segar. Adalah sejumlah perusahaan pendaur ulang di Jepang yang memungkinkan hal tersebut. Misalnya salah satu pabrik Japan Fe Engineering (JFE) Kankyo di Kawasaki, Kanagawa, sekitar 17 kilometer dari Tokyo. Di Jepang, pabrik daur ulang JFE Kankyo berdiri di enam kota, antara lain di Sendai, Kurashiki, dan Chiba. JFE Kankyo Kawasaki mengolah sampah di antaranya botol plastik PET dan material PVC. Juga sampah elektronik rumah tangga seperti televisi ataupun mesin cuci. Kapasitas pengolahan limbah botol PET di JFE Kankyo mencapai 10 ribu ton per tahun. Sedangkan kapasitas pengolahan material PVC seperti pipa paralon dan kertas dinding mencapai 6.000 ton per tahun. "Kita hanya dapat mendaur ulang hingga 90% material yang tidak terpakai lagi. Mesin cuci ini bisa diambil besinya. Demikian juga kebanyakan sampah rumah tangga lain. Tapi enggak bisa 100%. Selang mesin cuci ini, misalnya, sudah terlalu kotor, jadi kualitas hasil daur ulangnya buruk," jelas Toshio Takaoka dari divisi teknis JFE Kankyo, akhir Juli lalu. Ia menunjuk sebuah mesin cuci putih di ruang pamer instalasi pengolahan sampah rumah tangga. Dari kaca terlihat gudang besar tempat mereka menyortir sampah peralatan rumah tangga dan elektronik. Semua dilakukan dengan manual. Seperti misalnya memisahkan tabung televisi dengan badan televisi dan kabelnya. Sampah kemasan botol plastik juga bisa diolah kembali menjadi bahan plastik. Material botol plastik jenis PET terlebih dahulu dimampatkan membentuk kubus lalu dihancurkan menjadi serpihan sangat kecil untuk selanjutnya dipanaskan dan kembali mewujud sebagai kemasan plastik yang baru. Juga tekstil yang menjadi sehelai dasi. Langit bersih Kawasaki JFE terletak di kota industri Kawasaki yang berlangit bersih. Tidak terlihat asap buangan dari truk-truk besar yang banyak mendominasi jalan kawasan itu. "Kawasaki memang dirancang untuk kawasan industri. Namun di sisi lain, hal itu berisiko membahayakan lingkungan sehingga membuat kota tidak layak tinggal. Karena itu kami sangat ketat dalam aturan lingkungan. Ini bagian dari pembangunan yang berkelanjutan," ujar Wali Kota Kawasaki Takao Abe. Lalu Yohko Maki dari divisi lingkungan pemerintah kota menunjukkan dua buah foto kawasan industri Kawasaki yang diambil dari ketinggian. Foto yang pertama diambil pada 1966, sedangkan foto kedua diambil dengan sudut pemotretan yang sama pada 2006. Dalam 40 tahun, langit Kawasaki bukannya semakin kotor dan buram karena banyaknya pabrik, melainkan justru makin bersih. Memang, sejak 1997 Kawasaki telah ditetapkan sebagai kota ramah lingkungan yang pertama di Jepang. Pemerintah pusat memang tidak ragu menggelontorkan subsidi untuk pembangunan eco-city, sebuah konsep kota yang sehat dan ramah lingkungan. Kawasaki termasuk dalam tiga kota yang mendapat sokongan pada tahap pertama program subsidi lingkungan dari pusat. Pemerintah kota menyokong subsidi sekitar 12,5 miliar yen pada tahun fiskal 2008. Sistem subsidi itu didesain sedemikian rupa sehingga melibatkan para pemilik perusahaan. Pemerintah juga mendukung pembangunan eco-city dengan membuat aturan dan perundangan. Salah satunya tindakan tegas bagi perusahaan yang melanggar batas limbah buangan. "Harus tutup dan tidak bisa lagi beroperasi," jelas Maki. Warga kota yang bisa mengolah sampah rumah tangga mereka menjadi kompos diberi insentif. Mereka juga dilibatkan untuk ikut serta dalam kampanye lingkungan sebagai relawan yang mengajari pemilahan sampah. Dua puluh tahun silam, warga Jepang tidak begitu saja menerima pembangunan instalasi pengolahan sampah dan konsep 3R, yaitu reduce-reuse-recyclung (mengurangi, menggunakan kembali, daur ulang). Edukasi publik yang terus-menerus pada akhirnya berhasil membentuk sikap warga yang ikut serta dalam membangun kota sehat dan ramah lingkungan. "Eco-city Kawasaki terwujud karena tiga pihak yang sangat berperan besar, yakni pemerintah, perusahaan, dan warganya," tambah Abe.(Sic/M-2) Post Date : 24 Agustus 2008 |