Dana Terus Mengalir, Kok Banjir

Sumber:Kompas - 07 Januari 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Jalan di perbatasan Kecamatan Patia-Pagelaran, Kabupaten Pandeglang, Banten, terlihat ramai di pengujung tahun 2007. Lebih dari lima sampan kayu berjajar di ujung jalan Desa Pagelaran, Kecamatan Pagelaran.

Beberapa orang terlihat sibuk menaikkan sebuah sepeda motor ke dalam sampan. Beberapa lainnya duduk menunggu di atas sampan. Setelah muatan penuh, sampan pun melaju, menyeberang menuju Desa Surianeun, Kecamatan Patia. Ada juga sampan yang melanjutkan perjalanan menuju Desa Idaman, Patia.

Warga terpaksa menumpang sampan karena saat itu jalan penghubung antarkecamatan yang biasa dilalui terendam air. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sampan menjadi satu-satunya moda angkutan untuk keluar-masuk Kecamatan Patia, saat Sungai Cilemer meluap.

Luapan Sungai Cilemer juga menggenangi lebih dari 1.000 rumah di enam desa di Patia. Bahkan, banjir juga menyebabkan Desa Idaman di ujung timur Patia terisolasi. Satu-satunya jalan menuju Desa Idaman tergenang air dan tak bisa dilalui.

Pada waktu yang sama, Sungai Ciliman beserta sejumlah anak sungai lainnya juga meluap. Akibatnya, ratusan rumah dan sejumlah ruas jalan di Kecamatan Panimbang, Sukaresmi, Sindangresmi, Angsana, Picung, dan Munjul tergenang air setinggi 0,3 meter-1,5 meter.

Menurut warga, banjir semacam ini sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu, sampai ada cerita turun-temurun bahwa banjir menandai musim buaya kawin.

Akan tetapi, menurut Ahmad Syah, warga sekaligus pengurus Badan Perwakilan Desa (BPD) Idaman, banjir parah baru terjadi setelah tahun 2000. "Dulu memang sudah sering banjir, tetapi yang parah baru setelah tahun 2000-an," katanya.

Karena terjadi setiap tahun, warga pun berupaya mengakrabi banjir. Caranya dengan membangun fondasi setinggi lebih dari satu meter atau dengan membuat rumah panggung. Warga juga sudah menyiapkan kolong atap rumah sebagai tempat menyelamatkan diri.

Secara geografis, Kecamatan Pagelaran, Patia, dan Panimbang berada pada ketinggian kurang dari 100 meter dari permukaan laut. Daerah ini dilintasi dua sungai besar, yakni Ciliman dan Cilemer, yang bermuara di pantai Teluk Lada.

Sungai Ciliman mengalir dari beberapa anak sungai di daerah pegunungan selatan Kabupaten Lebak. Adapun Sungai Cilemer merupakan tempat pertemuan sekitar enam anak sungai, antara lain Cimoyan, Cikaduen, Cibama, dan Cisuraneun.

Sungai meluap karena tak mampu menampung air hujan dan air kiriman dari daerah pegunungan. Kondisi itu diperparah dengan maraknya penggundulan hutan di sekitar Gunung Aseupan dan Gunung Karang di Pandeglang. Akibatnya, muara sungai menjadi semakin dangkal karena air sungai mengalir bersama lumpur dan longsoran tanah daerah pegunungan.

Banjir juga akan terjadi saat hujan lebat turun bersamaan dengan pasang air laut. Air sungai tidak bisa dialirkan ke laut dan akan berbalik kembali sehingga sungai pun meluap.

Tidak optimal

Kecamatan Patia dan Pagelaran merupakan daerah paling menderita sepanjang musim. Pada musim kemarau, daerah ini selalu kekeringan. Pada musim hujan, daerah ini selalu banjir. Tidak mengherankan jika petani selalu gagal tanam ataupun gagal panen.

Sebenarnya, pemecahan masalah kekeringan, sekaligus banjir di selatan Pandeglang sudah marak dibicarakan sejak tahun 1970-an. Bahkan pada tahun 1976, pemerintah mulai membangun proyek irigasi Teluk Lada dengan bantuan pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB).

Proyek yang bertujuan mengairi areal persawahan, sekaligus menanggulangi banjir ini dibangun dalam tiga tahap. Tahap I pembangunan bendungan Ciliman kiri, Cilemer kiri, saluran induk sepanjang 49 kilometer (km), saluran sekunder 13 km, jaringan irigasi tersier, serta tanggul banjir sepanjang 18 km. Proyek ini menghabiskan biaya Rp 21,2 miliar; Rp 14,2 miliar dari APBN dan sisanya Rp 7 miliar dari ADB (Kompas, 25/7/1997).

Tahap II menggunakan biaya dari APBN Rp 16,88 miliar dan ADB Rp 43,1 miliar untuk membangun enam bendung di daerah Cibaliung, Cibinuangeun, hingga Cilangkahan di Kabupaten Lebak. Dana itu juga digunakan untuk membangun 91 km saluran induk, 86 km saluran sekunder, jaringan irigasi, serta tanggul banjir 40 km.

Tahap III direncanakan membangun Bendung Ciseukeut, Cibama, Cimoyan, Cisata, dan Cikadueun. Selain itu, pada tahap ini juga direncanakan pembangunan tanggul banjir Sungai Ciliman dan Cilemer. Namun, hingga tahun 1997 proyek ini tak kunjung dikerjakan karena terbentur krisis ekonomi.

Dengan demikian, upaya penanggulangan kekeringan, sekaligus banjir, yang dilakukan pemerintah belum optimal. Buktinya hingga saat ini wilayah Pagelaran-Patia selalu kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan.

Tahun 2001 terjadi banjir besar. Genangan setinggi 1 meter-3 meter merendam empat kecamatan, yakni Pagelaran (saat ini dimekarkan menjadi Kecamatan Pagelaran dan Patia), Picung, Saketi, dan Menes. Sekitar 1.700 rumah rusak berat dan 4.000 lainnya rusak ringan. Banjir juga merusak 38 sekolah dasar, tujuh balai desa, delapan jembatan, serta jalan sepanjang 15 km.

Satu tahun kemudian, pemerintah pusat kembali mengalokasikan anggaran untuk proyek pengendalian banjir dan pengamanan pantai Ciujung-Ciliman. Dalam situs Departemen Pekerjaan Umum (DPU) disebutkan, tahun 2004 pemerintah pusat mengalokasikan dana Rp 6,7 miliar untuk proyek itu.

Dana tersebut digunakan untuk penguatan tebing Sungai Ciliman dan Cipunten Agung serta sodetan di Sungai Cipunten Agung.

Pada tahun 2005, pusat mengalokasikan dana Rp 3,27 miliar dan tahun 2006 sebesar Rp 22,2 miliar. Pada 2007, pusat mengalokasikan dana sekitar Rp 1 miliar untuk rehabilitasi saluran induk Ciliman, rehabilitasi saluran sekunder Kamurang Rp 1 miliar, dan rehabilitasi saluran sekunder Ranca Hideung Rp 21 miliar.

Perlu desain baru

Kepala Balai Besar Cidanau- Ciujung-Cidurian Billy Pramono mengatakan, banjir tahun ini terjadi akibat tingginya endapan di muara Sungai Ciliman dan Cilemer. Ditambah lagi gelombang pasang di pantai barat Banten yang menyebabkan air sungai tak bisa mengalir ke laut.

"Sebenarnya sudah dibangun sodetan, tetapi tak dilengkapi pintu air. Begitu laut pasang, air balik lagi ke sungai," ujar Kepala DPU Banten M Sholeh.

Selain itu, tanggul di sepanjang Sungai Ciliman juga dalam kondisi kritis. Sebagian daerah bantaran serta tanggul sungai dijadikan permukiman penduduk. Idealnya, daerah sepanjang 75 meter itu bebas dari pemukiman karena merupakan daerah bantaran dan tanggul.

Menurut Wakil Bupati Pandeglang Erwan Kurtubi, ada tiga upaya yang harus dilakukan untuk pengendalian banjir di selatan Pandeglang, yakni pelurusan Sungai Cilemer, memperpanjang sodetan, serta mengeruk lumpur Sungai Cilemer.

Tahun 2008, Pemprov Banten juga mulai mengupayakan penanggulangan banjir di selatan. Dinas PU sudah mengusulkan dana pembuatan Detail Engineering Design penanggulangan banjir sebesar Rp 500 juta.

"Dari kajian itu nantinya akan diketahui, model seperti apa yang bisa digunakan untuk menanggulangi banjir," ujar Sholeh.

Sebenarnya pemerintah sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi banjir di selatan Banten. Buktinya sejak 1976, pemerintah sudah mengalokasikan dana untuk pembangunan tanggul banjir. Namun, kenapa dana proyek terus mengalir, sebagian wilayah di Provinsi Banten kok tetap saja kebanjiran? Anita Yossihara



Post Date : 07 Januari 2008