Jakarta, Kompas - Penyaluran dana program penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan dari negara Eropa ke negara pemilik hutan tropis, seperti Indonesia, mengundang kecemburuan negara lain.
”REDD ini akan kontroversial,” ujar Liana Bratasida, Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan Global dan Kerja Sama Internasional Kementerian Lingkungan Hidup, dalam diskusi publik ”Harapan, Tujuan, dan Posisi Indonesia pada Pertemuan Para Pihak ke-16 (COP-16) pada Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim di Cancun, Mexico”, Selasa (16/11) di Jakarta.
Pemerintah Norwegia dan Indonesia pada Mei 2010 telah menyepakati komitmen penyaluran dana sebesar 1 miliar dollar AS dari Norwegia kepada Indonesia untuk pelaksanaan program REDD secara bertahap. Menurut Liana, kecemburuan itu diungkapkan China. ”Terlebih karena China tidak mendapat dana untuk realisasi REDD,” ujar Liana.
Pembicara lain dalam diskusi yang digelar lembaga swadaya masyarakat Institute for Essential Service Reform (IESR) itu adalah Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar yang juga akan memimpin delegasi RI pada COP-16 UNFCC di Meksiko, 29 November-10 Desember 2010.
Menurut Rachmat, skema REDD untuk penurunan emisi masih menjadi perdebatan dalam negosiasi perubahan iklim. Saat ini upaya penurunan emisi masih terikat pada Protokol Kyoto yang akan berakhir pada 2012.
Rachmat mengatakan, negosiasi di dalam konferensi perubahan iklim PBB di Cancun merupakan agenda penting dan sudah mengarah ke hal rumit.
Sebagai penanggap, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menyatakan, dalam kondisi rumit itu diharapkan delegasi RI tetap mampu meraih manfaat secara ekonomi dan sosial. Esensi yang harus dicapai adalah terus mencegah kerusakan ekosistem dari dampak perubahan iklim.
Sementara penanggap lain, Ari Muhammad dari WWF Indonesia, menyampaikan, negara-negara maju memiliki kewajiban akan penanganan adaptasi terhadap perubahan iklim. Kewajiban itu harus diwujudkan berdasarkan aspek kerentanan lokal.
Penanggap lain, Giorgio Budi Indarto, Koordinator Civil Society Forum for Climate Justice, menegaskan, delegasi RI jangan semata mengupayakan jalan tengah seperti yang sudah-sudah. Delegasi RI diminta secara tegas menentukan posisinya sebagai negara berkembang yang juga memiliki banyak kerentanan terhadap dampak perubahan iklim. ”Sikap menempuh jalan tengah seperti selama ini sangat mengerikan,” kata Giorgio.(NAW)
Post Date : 18 November 2010
|