Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang terkait dengan penyediaan air minum bagi penduduk miskin di perkotaan dengan mengambil kasus DKI Jakarta. Pemerintah belum mampu menyediakan prasarana dan sarana pelayanan publik yang memadai, diantaranya, dalam bentuk pelayanan kebutuhan air minum. Pemenuhan kebutuhan air minum penduduk melalui air minum perpipaan khususnya penduduk miskin perkotaan, ditengarai dapat mengurangi beban pengeluaran air minum, beban pengeluaran bagi biaya pengobatan akibat penggunaan air minum yang tidak layak, dan mengurangi jumlah hari nonproduktif. Kondisi ini akan mendorong peningkatan produktivitas dan tabungan rumah tangga miskin yang mengarah pada meningkatnya pendapatan per kapita dan membaiknya kesenjangan pendapatan, yang akhirnya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian secara keseluruhan. Investasi air minum, baik secara teoritis maupun secara empiris, terbukti mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, pemenuhan kebutuhan air minum penduduk perkotaan, khususnya penduduk miskin, dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk yang berdampak pada perbaikan distribusi pendapatan. Kombinasi dari investasi air minum dan pemenuhan kebutuhan air minum penduduk miskin perkotaan akan menghasilkan pertumbuhan pro-poor, yaitu pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Dikaitkan dengan kondisi DKI Jakarta, investasi air minum yang bersifat pro poor merupakan suatu keniscayaan, dengan berbagai pertimbangan diantaranya (i) tingkat urbanisasi yang masih tinggi, dan (ii) proporsi penduduk yang belum mendapat akses air minum perpipaan masih cukup tinggi. Oleh karena itu, pertanyaan yang mengemuka adalah (i) apakah investasi air minum perpipaan di DKI Jakarta telah memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor, (ii) apakah investasi air minum nonperpipaan di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor; (iii) apakah subsidi pemerintah dalam penyediaan air minum di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, disertasi ini menggunakan model komputasi keseimbangan umum (Computable General Equilibrium/CGE) atau disingkat model CGE. Model CGE adalah suatu sistem persamaan simultan tak-linier yang mensimulasikan perilaku optimal dari semua konsumen dan produsen yang ada di dalam suatu perekonomian. Tiga skenario simulasi diterapkan dalam studi ini dengan menggunakan data SNSE DKI Jakarta Tahun 2000 untuk mengetahui skenario pembangunan air minum yang dapat mengarah pada pertumbuhan pro-poor, yaitu (i) simulasi investasi berupa peningkatan investasi air minum perpipaan dan air minum nonperpipaan, (ii) simulasi subsidi berupa penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga miskin yang bersumber dari peningkatan pajak air minum perpipaan maupun pemerintah pusat, (iii) simulasi investasi dan subsidi berupa peningkatan investasi air minum perpipaan yang disertai penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga miskin, baik dari peningkatan pajak air minum perpipaan maupun pemerintah pusat. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan investasi air minum di DKI Jakarta berdampak pada pertumbuhan ekonomi tetapi tidak berpengaruh pada pengurangan kesenjangan, yang berarti pembangunan air minum di DKI Jakarta belum bersifat pro poor. Selain itu, agar terjadi pertumbuhan pro poor, investasi air minum perpipaan sebaiknya disertai dengan penyediaan subsidi dari pemerintah pusat. Semakin besar nilai investasi, semakin besar subsidi yang perlu diberikan. Beberapa rekomendasi penting, yaitu (i) pemerintah daerah sebaiknya menjadikan akses air minum bagi penduduk miskin sebagai salah satu target dan indikator keberhasilan pembangunan DKI Jakarta, (ii) penyediaan subsidi bagi rumah tangga miskin masih diperlukan jika proporsi rumah tangga miskin yang belum mendapat akses air minum perpipaan masih relatif besar. Sumber dana subsidi yang potensil diantaranya adalah dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan (iii) mengembangkan program pembangunan air minum berbasis masyarakat, (iv) air minum nonperpipaan masih dapat menjadi alternatif sumber air minum jika dilakukan pembenahan aspek regulasi, penyediaan sumber dana investasi, dan peningkatan jumlah sumber air seperti kran umum sehingga harga air minum nonperpipaan menjadi terjangkau, dan (v) pembenahan kendala akses bagi rumah tangga miskin seperti biaya pemasangan yang terjangkau.
Post Date : 08 Mei 2007
|