|
Karena ancaman krisis air bersih di Indonesia semakin besar, faktor ketersediaan air harus dipertimbangkan sebagai salah satu variabel pertimbangan pengambilan kebijakan. Misalnya, pemerintah pusat atau daerah melihat kuantitas dan kualitas ketersediaan air permukaan dan air tanah di wilayahnya sebelum memberikan izin investasi. "Ketersediaan air itu bukan tak terbatas. Sekarang kan semua taken for granted bahwa air dibor lalu keluar," kata Direktur Pengairan dan Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Basuki Yusuf Iskandar kepada Kompas, Selasa (6/4). Contoh investasi perlu diberikan karena berdasarkan pengalaman, perusahaan-perusahaan besarlah yang cenderung menyedot air tanah daripada berlangganan air PAM, selain permukiman. Padahal, air tanah yang terus disedot tanpa diimbangi konservasi, justru akan mendatangkan bencana. Data LIPI 1992-2001 dalam buku penelitian kawasan Jabopunjur memperlihatkan, luasan hutan/pohon berkurang 1.486,11 hektar atau turun 18,67 persen. Sebaliknya permukiman jarang bertambah 696,56 hektar (8,76 persen). Jumlah luasan situ dan rawa pun semakin menyusut, digantikan permukiman dan industri. Intrusi air laut Akibat peruntukkan lahan di Jakarta yang tidak mengindahkan lingkungan, intrusi air laut pun merembes lebih cepat ke tengah kota atau wilayah yang sebelumnya tidak terbayang akan tercemari air laut, karena siklus hidrologi rusak. Air tawar berubah asin. Dampak lain, besi-besi konstruksi bangunan merapuh karena korosi karat. "Bukan tidak mungkin bangunan jadi rapuh dan ambruk. Kalau tidak keliru, jembatan Sarinah dulu juga ambruk karena karat," lanjutnya. Berdasarkan informasi yang diterima Basuki, tingkat intrusi air laut telah sampai ke kota Jakarta, sehingga warga harus membeli air bersih. Sinyal ini harus diikuti pertimbangan ketat pemberian izin investasi, sehingga air tanah tidak terus disedot besar-besaran. Karena itu, pembuatan sumur resapan yang berfungsi menyimpan ketersediaan air di dalam tanah menjadi mendesak. "Semakin banyak sumur resapan akan makin baik. Semestinya instansi pemerintah yang memulai membangun sumur resapan dulu," tutur dia. Dalam jangka panjang, sumur resapan yang menampung limpasan air hujan akan menyediakan air bersih di musim kemarau. Rating DAS Mengenai krisis air yang mulai melanda sebagian besar wilayah, khususnya di Pulau Jawa, Bappenas berencana membuat penelitian tentang kuantitas dan kualitas air di beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Data-data yang diperoleh akan dikumpulkan untuk menyusun rating DAS di Jawa. "Penting membuat komunitas publik menyadari ketersediaan air yang siap," kata Basuki. Bappenas juga berencana membuat labelisasi DAS yang ada. Berdasarkan label tersebut, pemda bisa memiliki panduan awal sebelum mengizinkan adanya investasi di suatu wilayah atau menghentikan penebangan hutan di wilayahnya. (GSA) Post Date : 08 April 2004 |