Dag-dig-dug Menunggu Musim Hujan Datang

Sumber:Kompas - 13 Oktober 2008
Kategori:Banjir di Jakarta

Musim hujan menjelang. Bahkan hari-hari ini, karena faktor perubahan cuaca secara ekstrem, hujan deras kerap kali turun. Keadaan ini membuat warga yang tinggal di kawasan rawan banjir mulai dag-dig-dug.

”Setiap tahun pemerintah hanya menambal (dengan) turap, tapi setiap tahun juga, perumahan ini kebanjiran. Saya takut dan ngeri bagaimana kalau banjir besar seperti Februari 2007 terulang lagi,” tutur Ny Ani, warga Perumahan Ciledug Indah 1, Kota Tangerang, yang hampir setiap tahun rumahnya kebanjiran.

Rasa cemas tak hanya dirasakan perempuan separuh baya yang suaminya pensiunan pegawai pemerintah daerah itu. Warga Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang tahun lalu kebanjiran juga resah. ”Apa sih kerja orang di pemerintah daerah ini. Sekarang hampir akhir tahun, musim hujan sudah dekat, tapi perbaikan saluran air yang makin kecil dan mampat belum ada,” kata Dudung (40), warga Jalan Bulevard Timur Terusan, RW 16.

Wajar warga waswas dan kesal mengingat menjadi korban banjir merupakan pengalaman mengerikan. Tak hanya harta dan rumah yang rusak, nyawa juga bisa melayang terbawa arus air. Sementara lingkungan sekitar mereka terutama di sungai, anak sungai, maupun saluran air mikro lainnya makin tak terurus. Saluran air dangkal dan penuh sampah.

Keadaan sampah menggunung tampak di tengah dan sisi Kali Pesanggrahan di Ulujami, Jakarta Selatan. Kusnaedi, petugas keamanan gedung Darunnajah Ulujami, menceritakan hampir setiap malam warga membuang sampah dari Jembatan Cipulir ke sungai. Akibatnya, kini terbentuk daratan kecil di tengah sungai.

Sejumlah saluran vital di Jakarta Barat juga menjadi tempat favorit pembuangan sampah. Dalam pantauan kemarin tumpukan sampah menggunung di sekitar Pesing, Kedoya, dan Cengkareng Drain. Bahkan, 350 kilometer saluran penghubung aliran air tersumbat bangunan milik warga yang dibuat di atas saluran.

Meski pembongkaran bangunan liar dan pengerukan dilakukan di sekitar Cengkareng Drain serta kali Mookervart yang menghubungkan Jakarta dengan Tangerang, sampah, limbah industri, dan eceng gondok masih terlihat mengganggu aliran.

Kondisi serupa terlihat di Banjir Kanal Barat dari arah Pintu Air Manggarai hingga kawasan Roxy. Pembuangan sampah masih berlangsung secara bebas. Bahkan sampah rumah tangga sengaja ditumpuk di sejumlah bantaran yang baru selesai dikeruk.

Ali, warga dekat bantaran Banjir Kanal Barat dan Jalan Layang Tomang, berulang kali mengingatkan warga untuk tidak membuang sampah di kali. ”Banyak yang bandel dan sembunyi-sembunyi buang sampah,” kata Ali dengan kesal.

Kondisi tak kalah buruk terjadi di Jakarta Utara. Drainase atau saluran air di sebagian wilayah rawan banjir belum dikeruk dan diperbaiki. Saluran air di Kelapa Gading, Sunter, dan Rawa Badak Utara yang sebelumnya tak mampu menampung air saat musim hujan kini mengering. Sebagai gantinya saluran penuh lumpur dan tanaman liar seperti eceng gondok.

Alih-alih memerhatikan saluran yang rusak dan mampat, Pos Komando Satuan Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Banjir Jakarta Utara malah berencana menggelar geladi posko menyongsong bencana banjir di wilayah itu yang diikuti 500 petugas pada 23 Oktober.

Terhambat banyak masalah

Melihat keadaan di lapangan yang memprihatinkan itu, rasanya langkah penanggulangan banjir di Jakarta pada 2008 dipastikan tidak akan dapat menahan bencana banjir yang setiap tahun melanda Ibu Kota.

Langkah paling nyata yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta tahun ini adalah pengerukan sungai. Sedangkan pembangunan polder di Jakarta Utara tidak akan selesai karena biaya pembuatan satu polder butuh dana Rp 2 triliun. Padahal Jakarta butuh 13 polder untuk mengatasi genangan di kawasan yang tingginya di bawah permukaan laut.

Berdasarkan Data Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, pengerukan sungai hanya dilakukan terhadap 12 anak sungai dan saluran dari puluhan anak sungai yang ada. Tiga anak sungai lain juga akan dikeruk sebagai proyek percontohan alat yang didatangkan dari Belanda.

Kepala Dinas PU DKI Jakarta Wishnu Subagyo Yusuf mengakui, pengerukan ke-15 anak sungai dan saluran itu hanya dapat mereda dampak banjir di sebagian kawasan. Banjir baru dapat diatasi jika semua langkah penanggulangan banjir dilakukan.

Langkah-langkah tersebut antara lain, pengerukan menyeluruh terhadap 13 sungai utama, revitalisasi situ-situ di sekitar ke-13 sungai, pembangunan Banjir Kanal Timur, pembangunan waduk di Ciawi Bogor, pembangunan polder di kawasan utara Jakarta, penambahan ruang terbuka hijau, dan revitalisasi saluran mikro, kolektor, sampai submakro.

Sekalipun langkah itu sudah disadari dan direncanakan sejak lama, pelaksanaannya berjalan lamban. Faktor dana, kerja sama antardaerah dan daerah dengan pusat, serta perundangan sering menjadi penghalang.

Pengerukan 13 sungai utama yang mengalir di Jakarta dan revitalisasi situ di sekitarnya baru akan dilakukan pada 2009 dengan dana pinjaman dari Bank Dunia sebesar Rp 1,3 triliun.

Ternyata persiapan pemerintah menghadapi ancaman banjir belum maksimal. Warga pun belum dilibatkan penuh dalam menanggulanginya. Warga harus deg-degan di musim hujan. (ECA/CAL/ONG/PIN/TRI)



Post Date : 13 Oktober 2008