|
Ribuan siswa SD se-Jakarta berkumpul bersama untuk memperingati Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPSS) di Lapangan Wisma Aldiron, Pancoran, Jakarta, Rabu (15/10). Ditemani orangtua, guru, dan kader posyandu, anak-anak yang menggunakan seragam putih-merah ini dengan semangat mencuci tangan secara serempak. Kegiatan yang mendapatkan penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) ini juga diselenggarakan di Malang, Bandung, dan Yogyakarta. Acara yang diprakarsai Departemen Kesehatan, Unicef, USAID, Unilever, serta beberapa organisasi internasional lain ini, menyerukan pentingnya mencuci tangan memakai sabun (CTPS) sebelum melakukan berbagai aktivitas, terutama sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, menyuapi anak, menceboki bayi, dan sesudah buang air besar. Direktur Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, Wan Alkadri, mengatakan, kesadaran masyarakat untuk mencuci tangan dengan sabun pada saat penting masih rendah. Sekitar 47 persen masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun pedesaan, masih mengabaikan mencuci tangan pakai sabun. "Oleh karena itu, edukasi dan sosialisasi tentang perilaku hidup sehat ini akan terus berlanjut dan ditingkatkan di hari-hari mendatang. Memang tidak mudah dan butuh waktu lama untuk mengubah perilaku orang. Tugas kita untuk mengajarkan mereka secara terus-menerus," ucapnya. Sasaran dari HCTPSS adalah rumah tangga yang berawal dari anak usia sekolah. Sebab, merekalah yang akan mendapatkan manfaat paling banyak dari kebiasaan sehat ini. "Di samping tidak mudah sakit, mereka juga lebih cepat menyebarkan pesan ini kepada lebih banyak orang, seperti teman sebaya, orangtua dan keluarga," ujarnya. Muhammad Nur Farizi (9 tahun), siswa kelas 3 SD 10 Pagi Cipinang, mengatakan sangat senang mengikuti acara tersebut. Dia mengaku, tidak biasa mencuci tangan dengan sabun saat sebelum atau sesudah melakukan kegiatan. Ibunya, Mintarsih (42), tidak pernah mengajarkan anaknya mencuci tangan pakai sabun. "Saya paling pakai sabun untuk anak-anak waktu mandi, dan kalau cebok pakai air saja. Dari kecil memang saya tidak ajar, sampai sekarang juga belum," tuturnya. Sedangkan, Euis Marselia (11) melakukan hal yang sebaliknya. Sejak kecil ia sudah diajarkan orangtuanya mencuci tangan sebelum menyentuh makanan, sesudah makan, dan setelah buang air. Bahkan, dia selalu aktif mengikuti program edukasi cuci tangan pakai sabun oleh tim produsen sabun di sekolahnya. Sehingga dia diberi gelar "dokter kecil" yang bertugas membantu menyampaikan pesan CTPS yang benar kepada teman-temannya. "Ayo kawan-kawan, kita harus cuci tangan pakai sabun, biar tangan wangi dan kuman-kuman mati," ucap siswa kelas 6 SD 04 Pagi Kelapa Gading Timur ini berpesan pada semua anak Indonesia. Ibunya, Nurika (40) menuturkan, sejak usia dua tahun, ketiga anaknya sudah diajarkan mencuci tangan, baik sebelum dan sesudah makan atau kapan saja tangan mereka menyentuh barang kotor. Menurut Nurika, anak-anak rentan sekali dengan penyakit karena daya tahan tubuh mereka belum kuat. "Membunuh" Anak-anak Kesadaran masyarakat Indonesia untuk mencuci tangan memakai sabun memang masih rendah. Padahal, dengan mencuci tangan, jalur penularan berbagai penyakit menular, seperti diare, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), cacingan, sampai hepatitis A bisa dipotong. Wakil Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Baniah Patriawati, mengungkapkan setiap tahun ada 160.000 balita meninggal akibat diare. "Perilaku mencuci tangan bisa menurunkan 45 persen risiko diare dan 23 persen risiko tertular ISPA," katanya seusai mengikuti peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, di Lapangan Gasibu, Bandung, Rabu (15/10). Sekitar 10.000 siswa SD dan ibu mereka mengikuti acara ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, diare "membunuh" hampir dua juta anak-anak setiap tahun atau 5.000 anak per hari. Sedangkan Unicef mengungkapkan, pada 2008, tidak kurang dari 3,5 juta anak tidak dapat hidup hingga ulang tahun mereka yang kelima karena diare dan pneumonia. [DMF/152/153] Post Date : 16 Oktober 2008 |