|
BANDUNG, (PR).- Kendati telah ada nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara kalangan pengusaha industri dengan pemerintah untuk tidak membuang limbah langsung ke Sungai Citarum, pencemaran di sungai terbesar di Jawa barat itu tetap saja terjadi. Masyarakat di wilayah Kec. Cihampelas, Kab. Bandung, contohnya, sudah lama mengeluhkan bau menyengat yang berasal dari limbah di aliran Sungai Citarum. Namun, hingga kini kondisi itu tetap saja terjadi, bahkan semakin parah. Tidak ada upaya nyata baik dari pemerintah kabupaten maupun dari kalangan industri untuk menanggulangi pencemaran itu. Akibatnya, air Sungai Citarum semakin pekat dan bau yang dikeluarkannya pun kian menyengat. "Sebenarnya, kondisi Sungai Citarum seperti sekarang ini sudah lama. Kondisinya semakin parah jika tiba musim kemarau. Selain airnya menyusut tajam, bau yang dikeluarkannya pun semakin menyengat, baunya busuk seperti air 'cubluk'," kata Dedi, warga Kec. Cihampelas, Kamis (14/10). Gangguan bau akibat pencemaran limbah semakin dirasakan warga pada malam hari. "Kami yang sudah lama tinggal di sini saja merasa sangat terganggu, apalagi orang luar. Mereka mungkin tidak akan kuat lama-lama menghirup udara di sini. Baunya sangat tajam," ujar Dedi yang dibenarkan beberapa warga lainnya. Kecewa Warga berkeyakinan, pencemaran aliran Sungai Citarum yang menyebabkan menyebarnya bau menyengat itu akibat banyaknya limbah parbrik yang dibuang langsung ke aliran sungai tanpa melalui instalasi pengolahan limbah (ipal). Namun, warga mengaku kecewa, karena pemerintah daerah terkesan tutup mata dan membiarkan pencemaran terus berlangsung. "JIka terus dibiarkan seperti sekarang ini, kami khawatir pencemaran ini bisa menimbulkan penyakit," kata warga. Menanggapi keluhan warga, anggota DPRD Kab. Bandung, Ahmad Najib Qudratuloh, saat ditemui "PR" di lokasi, pada acara silaturahmi dengan kader PAN mengatakan, pencemaran limbah industri di aliran Sungai Citarum memang sudah sangat parah. Dengan demikian, penanganannya tidak bisa lagi mengandalkan Pemkab Bandung saja, namun harus ada kerjasama dengan Pemprov Jabar, bahkan pemerintah pusat. "Persoalan pencemaran di Citarum sudah sangat kompleks, karena yang ikut mencemarinya juga bukan berasal dari wilayah Kabupaten Bandung saja, tapi dari wilayah lain pun ikut mencemari," kata Ahmad Najib. Harus tanggung jawab Kendati demikian, kata Najib, pemerintah kabupaten yang punya wilayah setidaknya harus bertanggung jawab. Karena, bagaimanapun, tak sedikit perusahaan industri di Kab. Bandung yang membuang limbahnya ke Sungai Citarum. "Ketika saya terjun langsung ke Sungai Citarum, kondisinya memang sangat memprihatinkan. Selain berwarna pekat dan berbau busuk, airnya juga mengandung banyak zat kimia di atas ambang batas. Jadi, jangankan dipakai untuk air minum, mandi atau mencuci, dari kejauhan saja baunya sudah tercium," kata Najib. Disebutkan pula, pemerintah seharusnya segera melakukan langkah nyata, paling tidak mengurangi dampak dari pencemaran itu. "Sekarang ini, persoalan pencemaran di Citarum tidak pelu lagi diseminarkan. Pemkab, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, harus tegas menindak perusahan yang membuang limbahnya ke aliran Sungai Citarum. Jangan dibiarkan saja, karena (pencemaran) sudah sangat jelas dan sudah terbukti," tandasnya. Ia juga mempertanyakan kelanjutan kerja sama antara kalangan industri dan Pemkab Bandung tentang upaya membersihkan Sungai Citarum antara lain melalui komitmen tidak membuang limbah ke sungai itu. "Jika memang ada perusahaan yang terbukti masih buang limbah ke Citarum, bagaimana sikap pemkab? Masyarakat kan perlu tahu," kata Najib. (A-72) Post Date : 15 Oktober 2004 |