Cileuncang Memang Sangat Menyebalkan

Sumber:Kompas - 29 November 2006
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Herman (50) basah kuyup. Baru saja dia berjibaku membersihkan selokan yang penuh sampah. Saluran air di perempatan Jalan Palasari- Windu tidak pernah beres dan selalu dilanda banjir cileuncang saat hujan turun.

"Biasanya saya biarin, tetapi lama-kelamaan tidak tahan juga," ujarnya, Selasa (28/11), menceritakan banjir cileuncang yang melanda pada Senin.

Baginya, cileuncang adalah peristiwa yang sudah dapat diperhitungkan kedatangannya. "Masa mengurus cileuncang saja pemerintah tidak pernah bisa? Setiap tahun warga selalu dibuat jengkel," kata Herman.

Jika Herman tergerak membersihkan saluran air penyebab cileuncang, Kamal (50) malah bersikap masa bodoh.

Warga yang tinggal di Jalan Lombok Bandung ini tidak pernah turun tangan menangani cileuncang. Baginya, sudah saatnya pemerintah lebih banyak berbuat demi warganya.

"Saya bukannya enggak mau ikut berbasah-basah. Saya hanya ingin tahu bagaimana pemerintah memberi contoh kepada warga dalam menghadapi cileuncang. Kalau terus-terusan kita yang nangani, mereka keenakan," ujarnya.

Cileuncang memang tidak sebahaya banjir bandang atau tsunami. Akan tetapi, kedatangannya sungguh menjengkelkan. Suhendar (35), warga Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay, menceritakan, jika sore hari hujan lebat, ia hanya pasrah menunggu surutnya banjir cileuncang di Jalan Kopo yang biasa dia lewati saat pulang bekerja.

"Kemarin, mobil saya sempat mogok karena terjebak banjir setinggi 25 sentimeter. Saya sampai mati-matian mendorong mobil. Sudah capek kerja malah dikerjai banjir. Capeknya jadi berlipat- lipat," keluh Suhendar.

Ini salah satu hal yang dibenci Suhendar, yaitu mobil mogok di tengah hujan karena kebanjiran. Bapak satu anak ini mengeluhkan tindakan pemerintah maupun aparat setempat dalam menangani cileuncang.

"Memang tidak semata-mata kesalahan pemerintah. Masyarakat juga masih terbiasa membuang sampah ke kali atau selokan sehingga menghambat aliran air hujan. Namun, paling tidak pemerintah bisa mengantisipasi cileuncang yang datang setiap musim hujan," Suhendar menggerutu.

Suhendar berharap, tahun-tahun yang akan datang cileuncang tidak ada lagi, atau setidaknya berkurang. Pengalaman pahit terkait cileuncang juga menimpa Mimin Sundari (35). Saat hujan lebat, ia mengendarai sepeda motor menuju Jalan Buahbatu dari Bandung Indah Plaza (BIP). Saat itu ia membawa barang belanjaan yang lumayan banyak.

Sesampainya di perempatan Jalan Martanegara-Laswi, dia dikejutkan teriakan klakson truk. Spontan ia membanting setir ke kanan untuk menghindari truk. Namun naas, dia terjerembab ke selokan.

"Kelihatannya tidak ada selokan karena waktu itu yang tampak hanya genangan air. Begitu saya periksa, ternyata ada selokan tanpa penutup," ujarnya.

Akibatnya, belanjaan Mimin kotor dan basah, bahkan ia sempat kebingungan karena terjebak dalam jas hujan yang dikenakannya. Sepeda motor yang dikendarainya mogok karena kemasukan air. "Pokoknya kalau turun hujan, mending tidur di rumah," kata Mimin.

Mimin tidak habis pikir, mengapa di selokan itu tidak diberi tanda peringatan agar pengguna jalan berhati-hati.

Bagi Mimin, cileuncang bukan sekadar masalah luapan air selokan atau air hujan, melainkan telah menyangkut keselamatan jiwa. Untuk itu, cileuncang harus segera diatasi dan tidak dibiarkan berlarut- larut. Kesadaran masyarakat

Kejengkelan Mimin terhadap cileuncang juga dirasakan Irawan (23), mahasiswa perguruan tinggi swasta di Bandung. Lajang yang tinggal di daerah Jalan Aceh ini hendak pergi ke kampus. Dia sengaja tidak membawa motor dan berniat naik angkutan kota karena masih gerimis.

Baru saja dia berdiri di trotoar Jalan LL RE Martadinata, tiba- tiba sebuah sedan melaju kencang melindas genangan air selokan di pinggir jalan. Tak ayal, seluruh pakaian Irawan basah kuyup dan kotor terkena cipratan air selokan.

"Bayangin coba. Siapa yang enggak mangkel. Sudah dandan rapi- rapi, eh, disiram air selokan," ujar Irawan.

Sejak itu Irawan sadar betapa pentingnya menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan, terutama mengangkat sampah di selokan menjelang musim hujan.

Kebiasaan membuang sampah sembarangan harus dihentikan. Selain itu, pemerintah diharapkan mampu memberikan arahan kepada warganya tentang cara menjaga lingkungan yang baik dan benar.

"Selama ini kan yang muncul hanya imbauan tanpa contoh yang jelas, padahal saluran air masih belum beres. Kalau pemerintahnya malas, wajar dong rakyatnya juga malas," kata Irawan.

Ada benarnya juga apa yang dikatakan Irawan. Akan tetapi, pemerintah dan masyarakat harus segara membangun kebersamaan untuk mengatasi cileuncang.

Pemerintah memperbaiki sistem drainase dan membersihkan sampah di selokan. Selain itu, dengan tidak membuang sampah ke selokan, warga sudah sangat membantu pencegahan cileuncang. Ini harus dimulai dari sekarang karena musim hujan mulai datang. (Mohammad Hilmi Faiq)



Post Date : 29 November 2006