|
PERISTIWA menyakitkan hampir dua tahun lalu itu masih membekas di ingatan Mindo Lumban Gaol. Uang ganti pembebasan tanahnya di ruas tol Ulujami-Veteran, Jakarta Selatan, sungguh tak sesuai dengan harapan. Lahan 9.700 meter persegi itu hanya diganti separuh oleh pemerintah. Soalnya, yang dibutuhkan untuk ruas tol hanya sekitar 4.500 meter persegi, kata Mindo kepada Tempo, pekan lalu. Jumlah ganti rugi pun tak sesuai dengan keinginan. Dari harga pasaran Rp 3,3 juta per meter persegi, Kami memang hanya memberikan ganti rugi Rp 2,2 juta per meter persegi, kata Poncoyono Sudiro, bekas kepala proyek ruas tol Ulujami-Veteran. Mindo adalah pemilik lahan PT Biomed, yang dianggap batu sandungan bagi pembangunan ruas tol Ulujami-Veteran. Konstruksi jalan lingkar luar Jakarta sepanjang 1,3 kilometer itu sudah dibangun sejak September 2002. Namun operasionalnya baru pada Juli 2005. Kendalanya adalah pembebasan lahan yang bertele-tele, termasuk milik Mindo tadi. Padahal, kata Poncoyono, pembebasan lahan sudah mulai sejak 1997. Tapi terhenti lantaran krisis ekonomi. Kasus Mindo hanyalah satu dari banyak persoalan proyek pembangunan jalan tol. Silang-sengkarut pembebasan lahan termasuk yang kerap mewarnai proyek infrastruktur ini. Meski begitu, ruas tol Ulujami-Veteran dikategorikan pemerintah sebagai satu dari tiga proyek tol yang dapat diwujudkan sesudah Infrastructure Summit I, Januari tahun lalu. Dua ruas tol lainnya adalah Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) Tahap II dan ruas Hankam Raya-Jatiasih. Proyek ketiga jalan tol sepanjang 47,9 kilometer itu senilai Rp 2,6 triliun, kata staf ahli Menteri Pekerjaan Umum Bidang Ekonomi dan Investasi, Sumaryanto Widayatin. Semuanya dikerjakan oleh PT Jasa Marga (persero), operator tol pelat merah. Ketiga proyek tol itu sesungguhnya bukan barang baru. Ketika Pertemuan Puncak Infrastruktur berlangsung, ketiga ruas tol itu sudah pada tahap konstruksi. Cipularang Tahap II (41 kilometer), misalnya, konstruksinya dibangun sejak April 2004 dan beroperasi pada Juli 2005. Sedangkan ruas tol Hankam Raya-Jatiasih (4 kilometer) sudah dikebut sejak 2004 dan dioperasikan pada awal September lalu. Di sektor air minum, pemerintah juga memasukkan dua proyek dalam daftar yang telah dapat diwujudkan. Keduanya berada di kawasan Kalimantan, yaitu di Banjarmasin dan Samarinda. Di Banjarmasin, proyek digalang atas kerja sama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), pemerintah daerah setempat, dan PT Adhi Karya. Kapasitas produksinya 500 liter per detik, dengan investasi Rp 20 miliar. Di Samarinda, kapasitas produksinya hingga 300 liter per detik. Proyek ini dikerjakan oleh pemerintah daerah dan PDAM setempat. Keduanya sudah berjalan setahun, kata Rachmad Karnadi, Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Departemen Pekerjaan Umum. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta mengklaim, dari 91 proyek infrastruktur yang ditawarkan tahun lalu, hampir separuhnya sudah bisa diwujudkan. Sekitar 46 persen, katanya. Di luar ketiga jalan tol yang sudah beroperasi tadi, menurut Departemen Pekerjaan Umum, kini sudah ada tujuh ruas tol (85,9 kilometer) yang dalam proses konstruksi, senilai hampir Rp 9 triliun. Yang sudah dibuatkan perjanjian pengusahaan jalan tol dengan investor ada 12 ruas. Panjangnya 486 kilometer, senilai Rp 31 triliun. Namun, dalam catatan Abdullah Azwar Anas, anggota Komisi Infrastruktur DPR, dari sederet proposal itu sesungguhnya hanya sekitar 5 persen yang bisa direalisasi. Walhasil, Hanya enam proyek yang berhasil, ujarnya. Danto Post Date : 06 November 2006 |