|
[JAKARTA] Pengurangan pasokan air bersih ke Jakarta oleh Kabupaten Tangerang dan Bogor memprihatinkan banyak pihak, terutama konsumen. Berkaitan dengan itu, pemerintah pusat diminta turun tangan menyelesaikannya. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ahmad Heryawan mengemukakan kepada Pembaruan di Ciawi, Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/5), pemerintah pusat harus melihat persoalan ini sebagai persoalan pusat, bukan hanya masalah DKI Jakarta. Oleh karena itu, ancaman kawasan penyangga untuk menghentikan pasokan air bersih ke DKI dan sekitarnya harus dicegah. Dikemukakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus berani mengeluarkan dana berapa pun besarnya untuk menjamin ketersediaan air bersih bagi warganya. Di sisi lain, PemkabTangerang dan Bogor jangan memanfaatkan situasi dengan begitu saja menghentikan pasokan air, sementara persediaan air di kedua wilayah itu berlebihan. Juga harus dipikirkan dinaikkannya harga air baku pada ujungnya akan menaikkan harga air di tingkat konsumen di Jakarta. Ahmad juga mengkritik dialihkannya kawasan-kawasan resapan air menjadi peruntukan lain. Padahal, Pemprov DKI Jakarta dan pemda di kawasan penyangga bisa menegaskan kembali kesepakatan bersama untuk mempertahankan daerah resapan air itu. "Pemda bisa meminta DKI membayar kompensasi atas perlindungan daerah resapan air," katanya. Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bogor Edy Wibowo meminta PDAM Kabupaten Bogor ti dak menghentikan pasokan air ke DKI Jakarta. Meskipun kebutuhan warga Kabupaten Bogor harus diprioritaskan, tapi pasokan air ke DKI tidak perlu dihentikan karena ketersediaan air di Kabupaten Bogor masih berlebihan. Namun, Edy menilai wajar jika Pemkab Bogor meminta kompensasi atas air bersih tersebut. Kemelut air ini tidak hanya terjadi antara Pemprov DKI dan pemda yang selama ini memasok air, juga antara pelanggan dan perusahaan yang menyuplai air bersih. Terutama berkaitan dengan rekening. Sejumlah pelanggan mengeluhkan soal pembayaran rekening, sebagaimana diungkapkan melalui kolom "Forum Warga" di harian ini selama April lalu. Mereka memprotes disampaikannya tagihan lama yang jumlahnya besar. Para pelanggan merasa telah melunasi kewajibannya, sehingga menolak untuk membayar tagihan lama itu. [L-11/W-5] Post Date : 15 Mei 2006 |