|
JAKARTA -- Buruknya sistem sanitasi menjadi pemicu utama menjalarnya bakteri E. coli--penyebab utama diare, tifus, dan hepatitis--ke berbagai sumber air atau ke air tanah. Karena itu, Koordinator Program Pengembangan Sanitasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nugroho Tri Utomo menyarankan agar pemerintah membuat sistem sanitasi terpadu (sewerage system). Sistem ini, kata dia, berfungsi mengumpulkan air tinja dari rumah-rumah lalu mengolahnya hingga mencapai baku mutu efluen yang ditetapkan. Dengan sistem ini, septic tank tidak dibutuhkan lagi sehingga potensi pencemaran air tanah akibat kebocoran septic tank bisa dihindari. "Hampir 70 persen air tanah di Jakarta tercemar bakteri E. coli," kata Nugroho dalam acara Open House Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di sekretariat Indonesia Sanitation Sector Development Program, Jakarta, kemarin. Kawasan terparah, dia melanjutkan, di Jakarta Utara karena kondisi air laut serta kontur tanahnya lebih memungkinkan pencemaran masuk ke sumur. Beberapa daerah di Jakarta, seperti Setiabudi, Menteng, dan Manggarai, kata dia, sudah dilayani dengan sistem pembuangan air limbah yang diolah di waduk Setiabudi. Sistem sanitasi terpadu juga telah diterapkan di beberapa kota besar seperti Balikpapan, Banjarmasin, Bandung, Cirebon, Medan, Parapat, Surakarta, Tangerang, dan Yogyakarta. Sistem pengolahan tinja sendiri sebenarnya bukan hal baru. Pada 1910-an, pemerintah kolonial Belanda pernah membangun sewerage system di Bandung, Cirebon, Solo, dan Yogyakarta. "Namun, penggunaan sistem pembuangan tinja terpadu ini terhenti justru setelah negeri ini merdeka," ujar Nugroho. DWI Post Date : 23 Februari 2007 |