|
Akhir-akhir ini penggunaan kemasan plastik sebagai pembungkus makanan banyak dibicarakan di internet maupun berbagai media. Ada orang yang sampai antipati terhadap plastik sebetulnya, seberapa bahayakah plastik-plastik yang kita gunakan itu? Menyimak berbagai komentar di sejumlah media dan situs-situs di internet tentang bahaya kemasan makanan dan plastik, perlu dibedakan atas dua hal: 1) plastik berkaitan dengan kerusakan lingkungan, dan 2) plastik berkaitan dengan kesehatan. Keduanya pada akhirnya memang berdampak bagi kelangsungan hdup manusia itu sendiri. Berkaitan dengan lingkungan hidup, plastik umumnya butuh ratusan tahun untuk hancur dan menyatu dengan tanah. Karena itu, para pencinta lingkungan umumnya menolak kemasan apa pun, termasuk kemasan makanan dari bahan plastik. Namun, kini telah dikembangkan plastik jenis biodegradable yang ramah lingkungan. Contohnya, kantong plastik berwarna hijau yang tersedia di pusat perbelanjaan tertentu. Plastik jenis ini dapat diurai kembali oleh mikroorganisme secara alami. Material bahannya dapat diperbarui, yaitu senyawa-senyawa yang terdapat dalam pati jagung, tapioka, dan lain-lain. Kelemahannya, material ini lebih mahal dari pada plastik biasa. TAK SEMUA PLASTIK Bagaimana kaitan plastik dengan kesehatan? Setidaknya ada tujuh jenis plastik yang banyak digunakan untuk mengemas makanan di seluruh dunia, yaitu. PETE atau PET (polyethylene terephthalare), HDPE (high density polyethylene), V atau PVC (polyvinyl chloride), LDPE (low density polyethylene), PP (polypropylene), PS (polystyrene), dan lain-lain. * PETE atau PET, cirinya bening, kuat, keras, transparan, punya pemisahan gas seperti botol air mineral, botol jus, dan botol minuman ringan. * HDPE, Cirinya kaku, kuat, keras, tahan kelembaban, punya pemisahan gas. Biasanya berwarna putih, dipakai untuk botol jus, yoghurt, dan susu. * PVC atau V, cirinya mudah dibentuk, bening, kuat, keras, paling sulit didaur ulang. Biasanya dipakai untuk botol air mineral dan jus. * LDPE, cirinya kuat, keras, fleksibel, paling mudah diproses dan disegel. Biasa dipakai untuk membungkus makanan agar awet. * PP, cirinya kuat, tidak jernih. Biasanya dipakai untuk tube mentega. Wadah yoghurt, bahkan bisa digunakan untuk piring atau gelas. * PS, cirinya sangat mudah dibentuk, biasa dipakai sebagai bahan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan sebagainya. * Lain-lain. Sayangnya tidak semua jenis plastik itu aman bagi kesehatan. Menurut DR.ir. Nugaha Edhi Suyatma, DEA, penggunaan plastik jenis PVC dan PS perlu lebih berhati-hali karena dikhawatirkan terjadi migrasi monomer bahan plastik ke dalam makanan. Perpindahan monomer ini terjadi dipengaruhi oleh suhu makanan, penyimpanan dan pengolahannya. Semakin tinggi suhu makanan semakin banyak monomer yang berpindah ke dalam makanan. Begitu Pula jika terlalu lama disimpan. Semakin lama kontak antara makanan dengan plastik, jumlah monomer yang bermigrasi ke dalam makanan semakin banyak. Berkaitan dengan migrasi ini, peneliti dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB ini menyebut dua hal yang patut diwaspadai, yaitu keamanan Pangan dan pengaruhnya terhadap mutu produk. Contohnya, timbul aroma kimia tertentu, berubah warna, rasa, dan tampilan. TAK ADA BUKTI ILMIAH Memang sejauh ini, menurut DR.Nugraha, tidak ada kejadian kanker seperti yang banyak dikhawatirkan yang disebabkan oleh penggunaan plastik. "Termasuk plastik botol susu bayi yang sempat diributkan itu, dari studi ilmiah ini berbagai jurnal, terbukti kandungan monomernya masih jauh sekali di bawah jumlah yang diperbolehkan," ujarnya. Meski demikian, kewaspadaan tetap diperlukan. Monomer atau zat tambahan (aditif) plastik yang perlu diwaspadai, mengutip tulisan DR.Yusep Ikrawan, adalah jenis vinilklorida, akrilonitril, metacrylonitril, vinilidene klorida, dan styrene. Zat aditif pada plastik antara lain: pewarna, antioksidan, antiultra violet, anti lengket, plastisizer (yang membuat lemas dan lentur), dan lain-lain. Monomer vinilklorida dan akrilonitril, menurut staf pengajar jurusan Teknologi Pangan Universitas Pasundan ini cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker. Vinilasetat terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus, dan lever pada hewan percobaan; sedangkan akrilonitril menimbulkan cacat lahir pada tikus. Karena itu, negara-negara maju sudah lama punya peraturan mengenai standar pemakaian bahan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia tahun 2008 ini akhirnya mengeluarkan surat keputusan (SK) tentang pengamanan bahan kimia, yang antara lain mencakup pengaturan penggunaan plastik untuk kemasan makanan. "Baguslah Indonesia sudah punya peraturannya karena ada kejelasan bagi industri makanan kemasan. Artinya, keamanan bagi konsumen akan lebih terjamin," ujar DR.Nugraha. Pelaku industri diharapkan me¬matuhi standar yang ditetapkan. BPOM pun diharapkan mengawasi pelaksanaan peraturannya, tanpa dalih tak semua produsen mendaftarkan produknya Kita, tak perlu "parno", tetapi harus cermat dan tepat memakainya. Widya Saraswati Post Date : 19 Agustus 2008 |