Cadangan Air Makin Kritis

Sumber:Jawa pos - 13 Oktober 1006
Kategori:Air Minum
GUNUNGKIDUL-Kritis. Itulah kondisi di sebagian wilayah Gunungkidul yang mengalami kekeringan akibat kemarau panjang. Sejumlah telaga yang diandalkan warga sebagai sumber air, baik untuk minum maupun MCK mulai mengering dan keruh.

Masyarakat Legundi, Desa Girimulyo, Panggang misalnya. Mereka mengandalkan telaga Luweng Lor, baik untuk minum maupun MCK. Padahal, air di telaga ini sudah mulai mengeruh dan tidak layak pakai. Tapi karena tidak ada alternatif lain, mereka tetap memanfaatkan air telaga tersebut.

"Kami dan warga di sini memang tidak punya pilihan lain. Satu-satunya cara untuk menyambung hidup ya hanya telaga ini. Sekeruh apa pun air di telaga ini ya akan tetap kami gunakan," kata Fajariyanto, warga setempat yang siang kemarin tampak mengambil air di telaga tersebut.

Untuk menyiasati keadaan ini, warga tidak langsung mengambil air telaga yang keruh. Tapi, mereka membuat lobang di sisi telaga. Dengan cara ini, mereka bisa mengambil resapan air yang relatif lebih jernih dibanding air telaga.

Hanya, mereka harus sabar dan telaten. Sebab cekungan yang mereka buat tidak otomatis langsung terisi air. "Memang lama dan butuh waktu. Untuk itu agar mendapatkan satu ember air kita harus berpindah dari cekungan satu ke cekungan yang lain," sambung Fajar.

Setelah berhasil mengumpulkan air, mereka juga tidak bisa langsung membawa pulang. Agar lebih jernih, mereka juga harus bersabar menunggu agar kotoran yang ikut terbawa di dalam air yang sudah dikumpulkan mengendap.

"Kalau dibawa semua repot dan tidak efisien. Jadi setelah bersusah-susah mengumpulkan tiga atau empat ember, yang kita bawa pulang paling hanya dua ember. Sebab yang kita ambil hanya bagian atasnya, yang di bawah dan bercampur kotoran kita buang," imbuh Fajar.

Warga setempat juga terbiasa meninggalkan ember air di telaga tersebut. Ini dilakukan khusus untuk air yang akan digunakan untuk mandi. "Kalau mau mandi ya di telaga ini. Tapi seperti tadi, airnya diendapkan dulu. Kalau tidak sangat kotor," tambahnya.

Dukuh Legundi ini sebenarnya dialiri pipa PDAM. Tapi karena warga tidak mampu membayar, mereka memilih tetap memanfaatkan air telaga. "Terus terang kami tidak mampu untuk membayar langganan. Begitu juga dengan air yang dijual melalui tanki keliling, kami juga tidak mampu membeli. Sebab satu tangki air tersebut harganya mencapai Rp 150 ribu lebih," kata Ngadiman, warga Legundi lain yang tampak bersabar menunggu air untuk mandi, mengendap terlebih dulu.

Lantas bagaimana dengan droping air? Mereka mengaku belum pernah menikmati air droping dari pemerintah yang dibagikan secara gratis dan menggunakan anggaran sebesar Rp 1,2 miliar. "Tahun ini kami belum pernah mendapatkan droping air gratis seperti tahun sebelumnya," kata Ngadiman.

Sekadar diketahui, bersamaan dengan ditetapkannya APBD Perubahan, droping air yang sebelumnya dilakukan oleh Bagian Ekonomi Pembangunan (ekobang) dipindahkan ke Sobermas (Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat). Selain itu untuk kecamatan yang kritis air (termasuk Panggang, red) penanganan dropping air ini langsung dikelola oleh masing-masing kecamatan.

Akan tetapi kenyataan yang terjadi di Legundi dan bahkan pengakuan dari sebagian warga Pathuk yang belum pernah menerima droping air membuktikan bahwa pemerintah belum benar-benar serius menanggapi permasalahan air ini.(ufi)



Post Date : 13 Oktober 2006