Buruk, Sanitasi Lingkungan di Jabar

Sumber:Kompas - 28 Januari 2009
Kategori:Sanitasi

Bandung, Kompas - Berdasarkan survei nasional tahun 2006, Jawa Barat masih menempati peringkat teratas dalam angka kesakitan diare. Ini menandakan bahwa sanitasi sangat buruk dan perilaku hidup sehat harus terus ditingkatkan.

Survei nasional tahun 2006 dilakukan di sepuluh daerah di Indonesia. Data hasil survei menunjukkan, angka kesakitan penduduk Jabar akibat diare adalah 567 per 1.000 penduduk. Ini lebih besar dibandingkan dengan angka kesakitan akibat diare di tingkat nasional, yakni 423 per 1.000 penduduk. "Sementara pegangan kami adalah hasil survei nasional ini. Sebab, biaya survei sangat mahal sehingga Jabar belum bisa melakukan survei sendiri," kata staf Subdinas Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Jabar RM Wahyu S, Selasa (27/1).

Jika jumlah penduduk Jabar lebih kurang 42 juta jiwa, berdasarkan angka kesakitan, setiap tahun lebih dari 21 juta penduduk terkena diare. Namun, dalam data Dinkes Jabar, pada tahun 2008 hanya sekitar 1 juta penduduk yang tercatat terkena diare. Dari jumlah itu, 42 kasus di antaranya berakhir dengan kematian.

Wahyu mengakui adanya selisih sangat besar antara hasil survei dan data Dinkes. "Data itu hanya merangkum laporan puskesmas dan kader kesehatan. Padahal, sangat mungkin ada penderita diare yang memeriksakan diri ke dokter umum atau rumah sakit. Bahkan, jika diarenya tidak parah, sangat mungkin penderita hanya makan obat umum dan tidak memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan," kata Wahyu.

Wahyu menambahkan, berdasarkan data yang masuk juga tidak terbaca penyebab diare yang paling dominan di Jabar. "Dalam beberapa kasus, diare hanya merupakan gejala dari penyakit lain, seperti campak," kata Wahyu. Namun, secara umum diketahui, diare terkait dengan sanitasi lingkungan dan pribadi.

Oleh sebab itu, kata Wahyu, dalam pencegahan diare dikenal istilah 5F, yakni mencuci tangan/jari (finger) dengan sabun, konsumsi makanan (food) yang bersih, menggunakan air (fluid) yang bersih, menghindari/mengusir lalat (flies) dengan menciptakan lingkungan yang bersih, dan tidak sembarangan membuang tinja (feces).

Pemakaian jamban

Kepala Subdinas Penyehatan Lingkungan Dinkes Jabar Fita Rosemary mengatakan, tingginya angka kesakitan akibat diare ini menandakan bahwa sanitasi dan perilaku sehat masyarakat Jabar masih rendah. "Dalam pemakaian jamban keluarga saja, rapor Jabar masih merah," ujar Fita.

Fita mengatakan, Dinkes tidak bisa sendirian menangani tingginya angka kesakitan akibat diare. "Tidak semestinya Dinkes menjadi pasukan pemadam kebakaran. Sebab, perbaikan sanitasi lingkungan dan perilaku masyarakat tidak bisa hanya dikerjakan Dinkes. Harus ada intervensi oleh sektor lain," kata Fita.

Terlepas dari itu, Fita mengakui, upaya promosi kesehatan (promkes) masih kurang. Padahal, promkes merupakan upaya menyebarkan pesan-pesan kesehatan kepada masyarakat. "Tahun lalu anggaran untuk promkes memang rendah. Namun, tahun ini ada peningkatan jumlah. Semoga saja, upaya promkes bisa lebih baik," ungkap Fita.

Konsultan Gastro Hepatologi Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung Iesje Martiza SpA(K) mengatakan, diare merupakan penyakit pencernaan yang disebabkan virus, bakteri, maupun parasit. Penyakit diare tidak boleh diabaikan sebab bisa mengakibatkan dehidrasi (kehilangan cairan tubuh) lalu berujung kematian.

"Penderita sudah disebut terkena diare berat jika kehilangan cairan lebih dari 10 persen. Sebelum tahap diare berat, sebaiknya penderita dibawa ke rumah sakit," kata Iesje. (LSD)



Post Date : 28 Januari 2009