|
BANDUNG, (PR).Meski gelombang penolakan warga tentang pembangunan TPA Cimerang di Kec. Cipatat tidak surut, Pemerintah Kab. Bandung bersikukuh bahwa TPA untuk menampung sampah dari Kota Bandung dan Cimahi itu mesti berdiri. Hal itu tergambarkan dari pernyataan Bupati Bandung Obar Sobarna. Penolakan itu wajar dan sah-sah saja dan itu tetap dihargai. Kini, yang harus dilakukan ialah investor memberi pemahaman kepada warga yang menolak TPA, sehingga mereka mengerti apa yang dihadapi Kota Bandung dan Cimahi, kata Obar, Senin (15/1). Obar menilai, penolakan masyarakat sekitar lokasi TPA terjadi karena kesalahan pihak investor pengelola sampah, yaitu PT Bandung Raya Indah Lestari (PT BRIL). Selama ini, sosialisasi hanya dilakukan kepada warga yang setuju. Itu pun di kantor kecamatan. Harusnya mereka (investor) melakukannya langsung ke lingkungan warga. Jadi, warga mengerti soal pentingnya TPA di Cimerang itu, katanya. Mengenai perizinan TPA Cimerang, rencananya Bupati Obar akan bertemu Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar. Saya dipanggil Meneg LH untuk bertemu minggu depan, khusus membicarakan TPA Cimerang, katanya. Seperti diberitakan, sedikitnya 946 warga yang berdiam di sekitar lokasi rencana TPA di Kec. Cipatat, menolak keberadaan TPA di wilayahnya. Mereka terbagi di dua tempat yaitu di Kampung Cimerang dan Kampung Cileungsing, Desa Citatah, Kec. Cipatat. Di Kampung Cimerang, yang rencananya akan dipakai sebagai TPA Kota Bandung, tercatat ada 490 warga yang menolak. Mereka tersebar di dua RW yaitu RW 5 dan RW 7. Sementara, di Kampung Cileungsing (rencana lokasi TPA untuk Kota Cimahi), tercatat 456 warga dari dua RW (RW 5 dan 7) yang tidak mengizinkan sampah masuk ke daerahnya. Akan tetapi, Bupati Bandung Obar Sobarna, menegaskan, ia telah mengizinkan Cimerang dan Cileungsing dijadikan TPA. Bahkan, bupati akan mengeluarkan Surat Izin Penetapan Lokasi (IPL) TPAS Citatah dalam dua hari ke depan. Jangan terburu-buru Menurut Wawan Suparwan dari Aliansi Masyarakat Sikapi Lingkungan (Amsil), semestinya pemerintah setempat tidak terburu-buru mengeluarkan IPL tersebut. Dari data yang kami kumpulkan, jelas bahwa sebagian besar masyarakat di sekitar lokasi, menolak keberadaan TPAS tersebut, kata Wawan kepada PR, Kamis lalu. Disebutkan, data warga yang menolak jumlahnya lebih banyak ketimbang warga yang setuju seperti versi Kepala Desa Citatah Tarjana. Jumlahnya 148. Itu pun hanya warga di RW 12. Tidak ada dari warga RW 5 yang lokasinya berada 300 m dari lokasi, ujarnya. Selain itu, ia menduga ada praktik-praktik tidak sehat dalam pengumpulan data warga yang menyetujui keberadaan TPA tersebut. Pasalnya, mereka semula menolak tapi tiba-tiba berubah haluan menjadi setuju. Kendati demikian, Wawan enggan menyebutkan jenis praktik tidak sehat yang ia maksudkan. Karenanya, ia menilai, keputusan soal izin tersebut belum memenuhi unsur kelayakan secara teknis dan nonteknis. Pemerintah harus gencar melakukan sosialisasi teknis dan non teknis soal keberadaan TPA tersebut, katanya. Terus dilakukan Sementara itu, Komisaris PT BRIL Yoseph Sunaryo mengatakan, sosialisasi rencana pembangunan tempat pengolahan sampah terpadu di Citatah terus dilakukan secara menyeluruh. Tujuannya agar warga memahami bahwa TPA itu bukan hanya sebagai tempat pembuangan, tetapi juga pengolahan sampah yang bernilai ekonomis, katanya. Disebutkan, TPA itu nantinya bakal menjadi percontohan, karena proses pengolahan sampah menggunakan teknologi ramah lingkungan. Daerah itu tidak akan menjadi kumuh, karena lokasi pengolahan dipisahkan dengan pemukiman oleh greenbelt, ujar Yoseph. (A-128) Post Date : 17 Januari 2006 |