Bungkus Sabun Cuci Pun Jadi Tas Sekolah

Sumber:Kompas - 18 Desember 2006
Kategori:Sampah Jakarta
Bau menyengat khas sampah busuk menghinggapi stan nomor 15 yang turut memeriahkan acara "Aksi Bersih untuk Hijau" di Kridaloka, Senayan, Jakarta, Sabtu (16/12) akhir pekan lalu. Beberapa ibu sempat tergerak menengok isi stan itu yang ternyata tumpukan sampah plastik, kertas, dan kaleng rongsokan.

Di antara belasan stan pengisi acara aksi bersih yang diselenggarakan bersama Kompas dan Unilever itu, mungkin stan nomor 15 yang paling sepi pengunjung. Ketiga penjaga stan hanya laki-laki berpakaian sekadarnya tanpa identitas resmi. Mereka tidak peduli akan minimnya perhatian para pengunjung acara dan memilih sibuk memilah sampah-sampah yang bertumpuk di belakang stan.

"Kami ini pemulung. Kami ikut dalam acara ini karena ingin memperlihatkan proses awal daur ulang kepada masyarakat. Seperti inilah, kotor dan bau. Akan tetapi, dari pekerjaan ini saya mampu membiayai keluarga saya," kata Madi (26).

Madi adalah salah satu dari puluhan pemulung yang hidup bersama di sekitar depo pembuangan sampah di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Setiap hari, Madi dan teman-temannya menunggu tumpahan sampah dari truk-truk. Mereka memungut sampah berdasarkan jenisnya, ada kertas koran, kertas putih, majalah, kardus, gelas plastik, botol plastik, botol kaca, kaleng, besi, dan barang lain.

Lima hari sekali Madi dan kawan-kawannya menyerahkan hasil kerjanya kepada para pengepul. Setiap jenis barang hasil kerja para pemulung dihargai Rp 600-Rp 11.000 per kilogram.

Dari pengepul, semua sampah disalurkan ke pabrik-pabrik atau industri kecil pengolah rongsokan untuk dijadikan barang baru, layak jual dan layak pakai lagi, yang mungkin tak pernah disadari masyarakat.

Aktivitas menyangkut sampah dan mata pencarian seperti yang dilakukan Madi juga dilakukan banyak kelompok lain di seluruh wilayah Jakarta. Kegiatan mereka pun beragam: membuat kompos dari sampah rumah tangga hingga berbagai kerajinan dari sampah anorganik.

Tri, warga Jalan Rawasari Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, misalnya, sejak enam bulan lalu menekuni kegiatan daur ulang sampah organik menjadi peralatan rumah tangga dan kelengkapan sehari-hari.

Bungkus sabun cuci dan pewangi dijahit mengikuti pola tertentu menjadi celemek teman ibu-ibu di dapur. Dari bungkus yang sama dapat dibuat pula tutup lemari es warna-warni yang cantik, bahkan tas sekolah dan tas belanja.

Pam Minnigh dari Pro Air, lembaga swadaya masyarakat yang aktif pada pembersihan Sungai Ciliwung, menyatakan, di Jakarta memang muncul orang-orang yang amat peduli terhadap masalah sampah. Akan tetapi, aksi mereka justru sering kandas, ketika berbenturan dengan perilaku masyarakat yang masih membuang sampah di sembarang tempat, terutama sungai.

Setiap hari terdapat tambahan rutin 27.966 meter kubik atau setara dengan 6.000 ton sampah di Jakarta. Tahun 2007 bakal meningkat hingga 6.300 ton sampah per hari.

Sampah tersebut sejak sedikitnya 10 tahun ini memicu banjir tahunan dan bencana ikutannya, seperti penyakit menular.

Selain memperkuat armada pengolahan sampah dan mengadopsi pemakaian alat modern, kini pemerintah juga amat mengandalkan kelompok penggiat daur ulang untuk mengatasi sampah.

Pemasaran minim

Menurut Tri, saat ini sudah banyak warga masyarakat yang paham bahwa sampah bukanlah barang tak berharga. Namun, semua penggiat daur ulang umumnya mengeluhkan minimnya daerah pemasaran produk daur ulang hasil kerja mereka.

Madi mengeluhkan pula ketergantungan pemulung kepada tengkulak, yang dengan mudah mempermainkan harga jual borongan hasil kerjanya.

Hal yang sama diungkapkan Tri, yang mengatakan produk hasil buatan kelompoknya hanya laku saat dijual dari pameran ke pameran. Di luar ajang acara khusus itu, produknya nyaris tidak dikenal orang.

Tanpa dorongan untuk menciptakan pasar tersendiri, produk daur ulang akan cepat dilupakan dan dilibas produk-produk baru yang saat ini tergolong cukup murah dan menarik. Produk daur ulang dikhawatirkan hanya menjadi ikon pada ajang-ajang khusus berbanderol peduli lingkungan. Para penggiatnya pun terancam mandek karena modal dan pemasaran.

"Akan lebih baik jika pemerintah memfasilitasi bursa jual beli terbuka, rutin untuk semua produk daur ulang, bahkan bagi barang-barang hasil kerja pemulung. Ini akan membantu publikasi bahwa sampah itu berguna dan berharga. Masyarakat akan tergerak memilah atau mengolah sampahnya sendiri. Masalah besar terkait sampah pun gampang diatasi," tutur Madi.Neli Triana



Post Date : 18 Desember 2006