|
Menjelang musim hujan ini, Suharno mulai gundah karena halaman rumahnya pasti akan tergenang air hingga berhari-hari. Ia kemudian mencoba membuat tiga sumur resapan, dua di halaman depan dan satu di samping kanan rumah. Ia ingin membuktikan keampuhan sumur resapan dalam mengurangi genangan air hujan, sekaligus menjaga kelestarian air tanah. Ide membuat sumur resapan ini berasal dari program stimulan pembuatan sumur resapan yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Provinsi DI Yogyakarta (DIY). Suharno yang tinggal di Dusun Jamblangan, Purwobinangun, Pakem, Sleman, terinspirasi membuat sumur resapan setelah desanya memperoleh bantuan pembuatan 60 sumur resapan. Sumur resapan itu dibangun di daerah tangkapan air DIY di lereng selatan Gunung Merapi. Di daerah tangkapan air itu, lahan terbuka menyusut sangat cepat karena digunakan untuk perumahan. Akibatnya, air hujan yang diserap oleh tanah semakin sedikit. Program sumur resapan ini mulai digulirkan tahun 2006 karena setiap tahun terjadi penyusutan muka air tanah. Sumur resapan ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengonservasi air tanah. Apalagi sejak awal September sebagian masyarakat Yogyakarta sudah kesulitan memperoleh air bersih karena sumur kering. Sumur resapan yang dibuat di halaman rumah Suharno kedalamannya hanya tiga meter dan dilapisi beton bis. Di dasar sumur diisi ijuk, kemudian ditimbun kerakal dan paling atas ditimbun tanah. Permukaan sumur ditutup dengan beton cor bundar berdiameter sekitar 80 sentimeter yang dilubangi bagian tengahnya. Ijuk, kerakal, dan tanah di dalam sumur resapan berfungsi meningkatkan kemampuan menyerap air dan meningkatkan kualitas air tanah. Air hujan yang masuk ke sumur resapan disaring oleh kerakal dan ijuk, baru diserap oleh tanah. Dimensi sumur resapan di setiap wilayah bervariasi, antara lain dipengaruhi oleh topografi, kondisi tanah, dan ketebalan akifer. Dimensi sumur resapan ini harus dihitung secara detail supaya sumur resapan berfungsi maksimal dan tidak menjadi masalah bagi lingkungan. Misalnya, pada daerah lereng pegunungan jangan sampai tambahan air tanah justru membebani tanah dan menyebabkan longsor. Sumur resapan merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan dan menyimpan air hujan. Dengan menampung air hujan, suplai air tanah akan semakin besar dan bisa menambah jumlah cadangan. Secara tradisional, praktik mengumpulkan air hujan sering dilakukan oleh masyarakat di daerah kering. Masyarakat membuat bak-bak air atau embung untuk mengangkat air hujan yang biasanya digunakan untuk pertanian dan kebutuhan sehari-hari. Dua metode Dalam sebuah simposium tentang pengelolaan air tanah di sekitar Gunung Merapi, Widodo Brontowiyono, peneliti sumur resapan pada Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Indonesia, mengemukakan bahwa metode menangkap air hujan ada dua. Pertama, air hujan dikumpulkan dari atap bangunan, kemudian disalurkan menggunakan pipa ke sumur resapan. Kedua, air dikumpulkan tidak dari atap rumah, tetapi memanfaatkan saluran di permukaan tanah seperti sistem teras. Pengumpulan air dari atap rumah memiliki keunggulan pada kualitas air, tetapi jumlahnya terbatas. Kualitas dan kuantitas air yang dikumpulkan dari atap dipengaruhi oleh jenis material dan kehalusan atap. Sedangkan pengumpulan air melalui saluran di permukaan tanah kualitas airnya kurang bagus, tetapi jumlahnya bisa lebih banyak. Prof Dr Sudarmadji MEng, Kepala Bapedalda DIY yang juga pakar sumur resapan pada Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, menjelaskan, sumur resapan sangat efektif untuk meningkatkan serapan air tanah. Sumur resapan berfungsi sebagai pengganti lahan terbuka di daerah tangkapan air yang telah dikonversi menjadi perumahan. Laju pertumbuhan kawasan yang begitu cepat, baik di daerah tangkapan air maupun perkotaan, perlu diimbangi dengan tindakan konservasi lingkungan. Konservasi air tanah sebagai sumber kehidupan seharusnya menjadi prioritas dari pemerintah daerah. Kebijakan pembuatan sumur resapan, lanjut Sudarmadji, berada di tangan pemerintah daerah. Pada intinya yang kurang adalah kontrol pada penerapan regulasi. Lemahnya kontrol ini yang menyebabkan sebagian besar kompleks perumahan tidak dilengkapi sumur resapan. "Kami melaksanakan program stimulan sumur resapan ini sebenarnya untuk menarik minat masyarakat menjaga kelestarian air tanah. Saat ini sepertinya tepat karena banyak masyarakat yang kesulitan air bersih. Dengan percontohan ini diharapkan masyarakat sadar untuk mengonservasi air tanah," kata Sudarmadji. Minimnya langkah konservasi air tanah telah menurunkan muka air tanah di beberapa daerah di DIY. Air sumur di Dusun Jumeneng, Sumberadi, Sleman, terus menurun selama tujuh tahun ini dari kedalaman 10 meter menjadi 15 meter. Di daerah Timoho, Kota Yogyakarta, dari tujuh meter menjadi 10 meter. Berkurangnya air tanah juga menurunkan debit air Kali Progo yang menjadi sumber irigasi masyarakat Sleman dan Bantul. Akibatnya, sejumlah areal persawahan di Sleman tidak bisa lagi ditanami padi sepanjang tahun. "Sejak lima tahun yang lalu, sebagian lahan pertanian di Moyudan dan Minggir hanya bisa ditanami padi dua kali setahun. Makin sempitnya daerah tangkapan air menyebabkan debit air irigasi berkurang, terutama saat musim kemarau," ujar CC Ambarwati, Kepala Bidang Pertanian, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kabupaten Sleman. Suplai air tanah untuk sumur gali maupun pasokan ke mata air sepertinya bisa didukung menggunakan sumur resapan. Bila setiap rumah dilengkapi sumur resapan, cadangan air tanah akan bertambah sehingga masih mencukupi saat musim kemarau. Kualitas air tanah Saat ini program pembuatan sumur resapan masih diprioritaskan di daerah tangkapan air di lereng selatan Gunung Merapi. Ke depan, sumur resapan akan terus disosialisasikan ke masyarakat perkotaan. Pembuatan sumur resapan di perkotaan berfungsi menambah cadangan air tanah, mengurangi banjir, dan meningkatkan kualitas air tanah. Sumur resapan di pinggir-pinggir jalan yang sering tergenang air saat musim hujan juga mampu mengurangi limpasan permukaan. Setiap musim hujan, sejumlah ruas jalan di Kota Yogyakarta selalu tergenang air. Akibatnya, air masuk ke permukiman dan mengganggu pengguna jalan. Limpasan permukaan yang tidak terserap oleh tanah karena sempitnya lahan terbuka bisa diatasi menggunakan sumur resapan. Agung Setyahadi Post Date : 05 Oktober 2006 |