Buang Air di Jamban Sekolah? Iiiiih...

Sumber:Pikiran Rakyat - 04 Desember 2008
Kategori:Sanitasi

PUTRI (7) pulang sekolah dengan menahan sakit yang melilit pada perutnya. Dengan sekuat tenaga, gadis kecil itu menahan diri agar tak buang air besar di jamban sekolahnya. Ia harus menunggu hingga lonceng tanda pulang sekolah berdentang.

Ya, Putri memilih menderita, ketimbang mesti buang air besar di jamban sekolah. "Abis, kalau di WC sekolah enggak enak. Kotor...Bau. Jorok. Banyak nyamuk. Mending tahan aja sampai di rumah," tuturnya, ketika ditemui di salah satu SD di Jln. Wahid Hasyim (Kopo) Kota Bandung, Rabu (3/12).

Di sekolahnya, yang terdiri dari 240-300 murid itu, hanya tersedia tiga unit jamban. Artinya, rasio antara jumlah jamban terhadap jumlah murid berkisar 1:80 sampai 1:100. Padahal, menurut Kepala Subdinas Penyehatan Lingkungan pada Dinas Kesehatan Jabar, dr. Fita Rosemary, M. Kes., rasio ideal jumlah jamban terhadap jumlah siswa di usia sekolah dasar yaitu 1:20 anak. "Dari data yang pernah kami himpun, rata-rata rasio jamban terhadap jumlah murid SD di Jabar adalah 1:160," ujarnya.

Belum lagi bicara kelayakan jamban yang ada di sekolah tersebut. Pada umumnya, jamban yang ada tidak didukung kualitas air bersih dan sanitasi yang baik. Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan --melalui Komisi E DPRD Jabar-- untuk memfasilitasi pembangunan jamban dan sanitasi lingkungan sekolah dalam anggaran pendidikan.

Usul itu disambut baik oleh Komisi E. Para wakil rakyat yang duduk di komisi yang membidangi urusan Pendidikan dan Kesejahteraan Rakyat itu akan berjuang untuk menyertakan program jambanisasi di sekolah dalam penggunaan anggaran pendidikan tahun 2009. "Ya, itu kami setuju. Kami perjuangkan agar bisa dimasukkan dalam kebutuhan anggaran pendidikan tahun 2009," ujar Anggota Komisi E Ani Rukmini.

Program sanitasi

Tahun ini, program sanitasi dan penyehatan lingkungan didukung oleh Bank Dunia melalui program Water and Sanitation for Low Income Community (WSLIC). Program tersebut mensyaratkan peran serta pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota dalam pembangunan jamban dan sanitasi lingkungan. Sayangnya, di Provinsi Jawa Barat, hanya tiga kabupaten yang mengikuti program tersebut, yakni Kab. Bogor, Kab. Ciamis, dan Kab. Cirebon.

Program pemerintah lainnya yang dibiayai Bank Dunia adalah Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Selain peran serta pemerintah daerah, program ini lebih memfasilitasi peran serta masyarakat dalam membangun sarana air minum dan sanitasi. "Pendekatan partisipasinya lebih kuat dalam program ini," ucap dr. Fita.

Lima kabupaten di Jabar yang mengikuti program ini adalah Kab. Kuningan, Kab. Tasikmalaya, Kab. Garut, Kab. Sumedang, dan Kab. Subang. Fita mengakui, keikutsertaan pemkab/pemkot di Jabar dalam kedua program itu masih rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain. "Di Jateng, semua kabupaten/kotanya ikut. Saya tidak tahu apa penyebabnya di Jabar begitu sedikit yang ikut program ini," tuturnya.

Padahal, cakupan penyediaan air bersih di Jabar masih tergolong memprihatinkan. Di wilayah perdesaan Jabar, diperkirakan, cakupan air bersih hanya bisa dijangkau oleh tidak lebih dari 50% jumlah penduduk. Sementara, cakupan air bersih di wilayah perkotaan diperkirakan mencapai 60%. (Lina Nursanty/"PR")



Post Date : 04 Desember 2008