|
Jakarta, Kompas - Sampah yang menjadi salah satu masalah besar di Jakarta menarik perhatian banyak pihak untuk turut mengatasinya. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan PT Pupuk Sriwijaya di antaranya mulai menjalin kerja sama untuk membangun unit pengolahan sampah Kota Jakarta. Wakil Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Aziz Iskandar menjelaskan di Jakarta, Sabtu (10/1), kerja sama itu mencakup pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos. Menurut Marzan, PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) berkepentingan dengan pupuk kompos atau pupuk organik ini karena menyadari bahwa pemberian pupuk kimia saja ternyata membuat tanah menjadi keras sehingga kurang baik bagi pertumbuhan tanaman. Karena itu, Pusri berharap bisa memasarkan pula pupuk organik hasil pengomposan. Selain itu sudah ada permintaan dari berbagai perkebunan kelapa sawit untuk mengomposkan limbah tandan sawit sehingga proyek di Jakarta ini bisa menjadi proyek percontohan. Dari sekitar 6.000 ton sampah yang dihasilkan penduduk Kota Jakarta setiap harinya, setengahnya merupakan sampah organik. Sampah organik bila diolah dapat menjadi pupuk kompos yang mempunyai nilai komersial. Maka Pusat Penelitian dan Pengembangan (P3) Bioteknologi BPPT bekerja sama dengan Pusri akan membangun instalasi skala percontohan di Sunter berkapasitas 30 ton per hari. Alatnya merupakan hasil desain peneliti BPPT yang pembangunannya di lokasi akan memerlukan biaya sekitar Rp 1 miliar. Biaya sepenuhnya akan didanai Pusri. Saat ini peneliti dari P3 Bioteknologi BPPT telah mengoperasikan pengolah limbah menjadi kompos pada skala laboratorium di Pusat Pengembangan Iptek Serpong. Instalasi tersebut berkapasitas 10 ton per hari. Bila proyek percontohan di Sunter berhasil dioperasikan, selanjutnya akan dibangun yang berskala industri. Menurut rencana akan dibangun dua instalasi masing-masing berskala 1.000 ton per hari. Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan BPPT Tusy A Adibroto menyatakan, pupuk kompos berfungsi menggemburkan kembali lahan pertanian dan perkebunan yang menurun tingkat kesuburannya. Meski demikian, petani cenderung memilih pupuk kimia karena adanya subsidi dari pemerintah sehingga harganya menjadi lebih murah dibandingkan dengan pupuk alam atau pupuk kompos. "Untuk mendorong penggunaan kompos atau pertanian organik, sebaiknya pemerintah juga memberikan subsidi pada pupuk organik," urai Tusy. (yun) Post Date : 13 Januari 2004 |