|
Jakarta, Kompas - Kepastian penggunaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bojong, Bogor, yang direncanakan untuk menampung dan mengolah sampah dari Jakarta hingga kini belum jelas. Ada kemungkinan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan meninggalkan TPST yang ditolak masyarakat setempat itu. Jakarta akan tetap memanfaatkan TPA Bantar Gebang, Bekasi. Kalau mereka menolak mengolah sampah, ya akan kami pindahkan saja ke Bekasi, ujar Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Selasa (14/2) di Balaikota DKI. Hingga awal Januari 2006, persoalan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bojong belum menemukan penyelesaian final. Masih terjadi tarik ulur antara pemerintah, swasta, dan warga yang menolak kehadiran TPST. Saat nasib TPST Bojong tidak jelas, Sutiyoso menggagas rencana membangun tempat pengolahan sampah modern di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang, Bekasi. Terkait dengan rencana itu, Pemprov DKI menggandeng Pemerintah Kota Bekasi untuk membentuk perusahaan induk guna menangani sampah. Perusahaan induk itu diwakili oleh badan usaha milik daerah dari kedua wilayah provinsi dan kota tersebut. Kami akan mendirikan instalasi pengolahan sampah modern yang terpadu dengan melibatkan pihak ketiga, kata Sutiyoso. Kemungkinan teknologi di TPST Bojong, lanjutnya, akan diadopsi di TPA Bantar Gebang. Sebelumnya, Jumat pekan lalu, Sutiyoso bertemu dengan Wali Kota Bekasi Akhmad Zurfaih. Keduanya membicarakan rencana pembentukan perusahaan induk itu. Untuk menindaklanjuti pembentukan perusahaan itu, Sutiyoso akan membentuk tim kecil dari unsur Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi. Ke depan, instalasi pengolahan sampah modern itu bisa saja menghasilkan listrik, kompos, abu, dan bahan bakar, tergantung dari investornya. Apalagi sekarang sampah sudah menjadi rebutan. Enam investor Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Rama Boedi menargetkan perusahaan induk itu akan direalisasikan sekitar bulan Maret mendatang. Menurut dia, sudah ada enam investor dari dalam negeri dan luar negeri yang tertarik melakukan investasi di TPA Bantar Gebang. Dua di antaranya dari Jepang, yang menawarkan pemanfaatan teknologi gas. Selanjutnya, investor dari dalam negeri lebih menginginkan menggunakan teknologi kompos dan insinerator. Ada juga investor yang menawarkan jasa untuk menjadi pemilah sampah. Akhmad Zurfaih sudah menyatakan siap bekerja sama dengan Pemprov DKI. Sekarang ini bukan masalah terima atau tidak terima. Persoalannya adalah lahan TPA Bantar gebang itu milik Pemprov DKI, bukan tanah Bekasi, ujarnya. Akhmad mengatakan belum mengetahui berapa besar investasi yang dibutuhkan untuk membangun instalasi pengelolaan sampah modern di TPA Bantar Gebang. Hingga kini belum ada angka- angkanya. Kami juga belum membicarakan seperti apa nantinya bentuk kompensasi, ujar Wali Kota Bekasi. Adanya kerja sama itu, lanjutnya, berarti akan ada peningkatan dalam teknologi pengolahan sampah di Bantar Gebang. Paling tidak, sama seperti di TPST Bojong. Alasan kuat mendirikan pengolahan sampah modern di TPA Bantar Gebang, ujar Akhmad, karena tidak ada pertentangan dari masyarakat di sekitar TPA itu. Ia menjamin warga Bantar Gebang yang sudah terbiasa mencium bau sampah tidak akan lagi menghirup bau khas sampah jika pengelolaan sampah menggunakan teknologi modern. (PIN) Post Date : 15 Februari 2006 |