Bogor Tak Lagi Bersih dan Hijau

Sumber:Suara Pembaruan - 27 Maret 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Bogor yang dijuluki kota hujan pernah meraih Piala Adipura, lambang kota bersih dan hijau secara berturut-turut tahun 1985, 1986, 1987 dan 1988. Wali Kota Bogor yang pertama berhasil meraih Adipura adalah Ir Muhammad. Disusul wali kota berikutnya Suratman dan Eddi Gunar.

Selain meraih Adipura untuk pertama kali, Muhammad pula yang memberi semboyan Beriman (Bersih, Indah dan Nyaman) bagi Kota Bogor. Sayang semboyan Beriman tidak lagi mencerminkan Kota Bogor saat ini. Bogor telah menjadi kota sampah dan Adipura pun sudah lama menjauh. Mungkin karena sejak reformasi bergulir hingga 2004, Pemerintah Pusat tidak lagi mengadakan Adipura.

Tetapi pada 2005 Adipura digalakan lagi setelah melihat semangat warga Indonesia dalam memelihara kebersihan berkurang. Ironisnya, tahun 2005 itu Kota Bogor justru memperoleh predikat kota besar yang terkotor bersamaan dengan Bandar Lampung dan Batam.

Predikat tersebut sungguh memalukan, karena pada saat bersamaan Wali Kota Diani Budiarto mengumandangkan empat program utama ter- kait Bogor sebagai kota Beriman, salah satunya adalah kebersihan. Tiga program prioritas lainnya adalah transportasi, penataan pedagang kaki lima (PKL), dan mengurangi kemiskinan.

Perlu Bercermin

Apa kegagalan utama Wali Kota Diani sehingga Bogor menjadi kota terjorok? Jawabannya sederhana, ia tidak belajar atau bercermin pada keberhasilan Wali Kota Muhammad ketika meraih Adipura pertama kali pada 1985 yakni melibatkan masyarakat. "Itu yang tidak dilakukan Diani yakni menggerakkan masyarakat Kota Bogor dalam menangani sampah," kata seorang warga Kota Bogor yang meminta namanya dirahasiakan.

Pada masa Muhammad memang ada ketentuan bahwa masyarakat harus membuang sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) tidak boleh melebihi pukul 06.00 WIB. Ia juga meminta warga agar memisahkan sampah organik dan sampah nonorganik. Muhammad ketika itu mengakui bahwa peran masyarakat dalam menjaga kebersihan sangat besar (sekitar 70 persen), sisanya sarana dan prasarana (30 persen).

Saat ini jumlah sampah Kota Bogor per harinya sekitar 2.500 meter kubik, dan dari jumlah itu yang terangkut ke TPA Galuga hanya sekitar 1.500 meter kubik. Alasannya, menurut Zaenal, staf di Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor, karena jumlah truk sampah terbatas dan harus mengambil sampah dari satu TPS ke TPS lain yang jumlahnya sangat banyak. Jarak tempuh ke TPS Galuga juga jauh. Akibatnya, meskipun truk-truk sampah sudah beroperasi dari pagi hari, mereka tidak bisa segera kembali dari TPS Galuga karena jarak tempuhnya yang cukup jauh yakni sekitar 20 sampai 30 kilometer. Sampah yang tak terangkut pun menumpuk di Kota Bogor.

Deni W, staf DLHK yang lain, mengatakan, tak terangkutnya sampah itu juga karena lokasi tempat sampah di Kota Bogor beragam. Ada lokasi yang dengan muda dijangkau truk sampah, tetapi ada yang tak bisa dimasuki armada sampah sama sekali, karena luas jalan yang sempit.

Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap kebersihan masih kurang. Tak semua anggota mas-yarakat membuang sampah ke TPS. Banyak yang berceceran di luar TPS. Belum lagi sampah yang dihasilkan para PKL, orang-orang iseng yang mencoret tembok atau merusakkan tong-tong sampah seperti yang tampak pada tong-tong sampah di Jalan Suryakencana atau sekeliling Kebun Raya Bogor.

Selain masalah kesadaran warga dalam membuang sampah, satu persoalan muncul dan bukan tidak mungkin memperumit masalah sampah di Kota Bogor, yakni status TPA Galuga yang sedang bermasalah.

Kota Bogor saat ini menggunakan TPA Galuga yang terletak di Kabupaten Bogor untuk membuang sampah-sampahnya. Kontrak TPA Galuga antara Kota dan Kabupaten Bogor akan berakhir bulan Juli 2008. Ada yang kuatir Pemkab Bogor tak bersedia memperpanjang kontrak, mengingat selama ini hubungan antara Pemkot Bogor dan Pemkab Bogor kurang harmonis.

Seperti pernah diungkapkan Ketua komisi A DPRD Kota Bogor, Jajat Sudrajat, jika Pemkab Bogor tak mengizinkan lagi memakai TPA Galuga, bisa-bisa nanti Kota Bogor bernasib seperti Kota Bandung yang menjadi lautan sampah gara-gara TPA Leuwigajah ditutup. [Hariyanto]



Post Date : 27 Maret 2008