BANDA ACEH - Kecamatan Blang Bintang akan menjadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terpadu, untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Pembuatan TPA Terpadu yang dikelola oleh Tim Sekretariat Bersama (Sekber) Pengelolaan Sampah Terpadu NAD, ini akan menempati lahan seluas 200 hektare (Ha), yang merupakan eks lahan inhutani. TPA Terpadu ini akan menempati lokasi seluas 200 hektar di Desa Data Makmur, Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar. Launching awal kemungkinan akhir Maret atau April mendatang, kata Penasehat Teknis Sekber Tim Sampah Antarwilayah dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Zulakhyar.
Menurut dia, lahan seluas 200 Ha itu direncanakan bukan hanya digunakan untuk lokasi pembuangan akhir. Tapi, lahan itu juga dipakai sebagai lokasi pengolahan sampah dan tanaman industri.
Ditambahkan, Januari lalu sebenarnya tim sudah mendapatkan lokasinya. Namun, karena anggarannya belum turun, tanah tersebut belum bisa dibebaskan. Setelah ekspose kepada DPRA, baru bisa gol. Anggarannya sudah ada untuk pembayaran tanahnya, katanya.
Belum selesainya pembebasan tanah itu, sambungnya, juga menyebabkan pemancangan batu pertama pembangunan TPA tersebut sedikit tersendat. Disebutkan, dana yang disetujui sebesar Rp 110 miliar untuk luas 90 Ha untuk pembangunan TPA-nya saja. Tapi, untuk tahap pertama baru turun dana Rp 20 miliar untuk luas 30 Ha.
Terkait teknis pembangunan, kata Zulakhyar, hingga saat ini sudah dalam tahap Detail Engineering Design (DED) atau desain detil. Sedangkan pengoperasiannya baru akan dilakukan tahun depan. Pembangunannya didanai leh UNDP, GTZ, Unicef, dan BRR. Meski begitu, TPA Kampung Jawa di Kota Banda Aceh akan tetap digunakan sebagai lokasi pembuangan sampah, tetapi bukan sebagai lokasi akhir, terangnya.
Sementara itu, Kepala DKP Banda Aceh T Iwan Kusuma mengatakan, jumlah sampah yang dihasilkan warga Banda Aceh mencapai 700 meter kubik per hari. Jumlah tersebut, katanya, belum sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Mayoritas sampah adalah sampah rumah tangga dan pasar.
Yang menjadi masalah adalah budaya buang sampah sembarangan dan menaruh sampah tidak pada jam pengambilan sampah oleh petugas kami, keluh Iwan. Akibatnya, masyarakat mengira DKP tidak bekerja karena sampah tetap bertebaran di mana-mana, tambahnya.
DKP Banda Aceh, kata Iwan Kusuma, memiilki 400 pekerja dan 125 armada yang mengangkut sampah. Semuanya terbagi dalam 4 shift yang meliputi tiga zona, masing-masing zona meliputi tiga kecamatan dengan 3 manajer dan 6 mandor. Usaha lain DKP Banda Aceh mengurangi sampah dengan melakukan program komposting yang melibatkan 600 rumah tangga di 12 desa di Banda Aceh. Hasil dari komposting itu itu dijual ke DPKA Rp 1.500 per kilo, untuk penghijauan taman kota, paparnya.
Sementara untuk retribusi, tahun 2008 DKP mentargetkan sebesar Rp 1,1 miliar dari sampah. Tahun-tahun sebelumnya Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) yang memungut retribusi itu, tapi tahun ini berubah di bawah DKP. Untuk periode Januari hingga awal Maret kami sudah mendapat Rp 300 juta, makanya kami optimis dapat memenuhi target, pungkasnya bangga.(dwi)
Post Date : 05 Maret 2008
|