|
Jakarta, Kompas - Proyek Banjir Kanal Timur dan pembangunan waduk di Gadog tidak akan mampu menanggulangi banjir di Jakarta. Planolog dan pemerhati kota Darrundono dalam diskusi "Quo Vadis Megapolitan" di Jakarta, Selasa (25/4), menegaskan, saat ini kerusakan di daerah hulu sudah telanjur parah. "Jumlah permukiman di kawasan Puncak dan daerah hulu sudah bertambah 300 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Adapun jumlah sawah menyusut 40 persen lebih. Ini mengakibatkan jumlah lumpur yang terbawa ke sungai-sungai di Jakarta tidak akan tertampung meski menggunakan rekayasa teknik apa pun. Demikian pula waduk seluas 100 hektar di Gadog tidak akan banyak membantu mengatasi banjir," kata Darrundono. Menurut dia, manajemen air di DKI Jakarta sudah memasuki tahap sangat kritis. Selain banjir, tercatat kemampuan suplai air minum hanya cukup untuk memenuhi 49 persen penduduk, cadangan air tanah menyusut tiga sentimeter per tahun. Cadangan air pun mengalami defisit 181 juta meter kubik per tahun. Intrusi air laut ke daratan sudah sejauh 11 kilometer. Ini akan berdampak terhadap penurunan muka tanah dan bangunan. Dari segi kesehatan diketahui, 56 persen sumur di DKI tercemar tinja. Penggunaan septic tank pun baru digunakan 200.000 keluarga. Otomatis selain banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, wabah penyakit mengintai Jakarta akibat kekacauan manajemen air. Konsolidasi pembangunan Sebagai jalan keluar, Darrundono menyarankan perlunya konsolidasi pembangunan Jabodetabek Punjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur). Pengelolaan terpadu harus diterapkan atas 13 sungai yang mengalir dan bermuara di DKI Jakarta. "Kota-kota satelit yang dibangun pengembang swasta juga harus membangun sumur resapan. Adapun Pemprov DKI dengan dana APBD Rp 18 triliun setahun harus mengembalikan fungsi situ dan kawasan penampung air. Itu bisa ditempuh melalui pembelian lahan di kawasan dataran rendah di Jakarta yang rawan banjir," kata Darrundono. Anggota DPD Sarwono Kusumaatmadja yang turut berbicara dalam diskusi menyatakan, untuk mewujudkan manajemen terpadu megapolitan, inisiatif harus datang dari Bappenas. "Air adalah komoditas strategis. Cadangan air Jabodetabekjur harus ditangani segera dan secara bijaksana," kata Sarwono. (ONG) Post Date : 26 April 2006 |