|
Siapa bilang sampah itu menjijikkan? Kami mampu membuatnya menjanjikan! Menjanjikan kebersihan lingkungan, kesehatan tanaman dengan kompos, hingga pertanggungjawaban pada alam. Itulah tekad I Nyoman Warta dari PT Jimbaran Lestari, si penyedia jasa pengelolaan sampah di Jimbaran, Badung, Bali. Sejak dirintis pada tahun 1994, sebanyak 35 hotel, restoran, dan vila dari kelas melati sampai bintang lima di kawasan Jimbaran, Nusa Dua, Kuta (Kabupaten Badung), dan sekitar Sanur (Kota Denpasar), telah terdaftar menjadi penyewa jasa mereka. Harga sewanya pun bervariasi, mulai dari Rp 250.000 hingga Rp 6 juta per bulannya. Lalu, apa yang didapatkan dari janji-janji PT Jimbaran Lestari? Segala sampah yang dimiliki si penyewa mendapatkan jasa pengangkutan, pemilahan, pengolahan, dan pembuangan sisa sampah tak terpakai ke tempat pembuangan akhir. Harga kontrak pun disesuaikan dengan jumlah sampah dan jarak pengangkutan yang telah dikalkulasi sebelum sepakat. Istimewanya, semua penyewa jasa PT Jimbaran Lestari mendapatkan laporan setiap bulannya. Isi laporannya, antara lain, berapa banyak sampah yang ditimbang dari sampah dapur, sampah kebun, dan sampah kamar-kamar, dan semua dihitung persentasenya seberapa besar dari sampah itu yang mampu didaur ulang atau dimanfaatkan kembali. ”Mereka biasanya kami ingatkan ketika jumlah sampah yang tak bisa dimanfaatkan ini naik setiap bulannya. Layanan ini justru disenangi para hotel, terutama yang berbintang. Bagi mereka, peringatan dari laporan ini penting untuk pertanggungjawaban terhadap lingkungan. Maklum, perhotelan kini dituntut ramah lingkungan,” kata I Nyoman Warta (30), Asisten Manajer PT Jimbaran, beberapa waktu lalu. Tak hanya itu. Para penyewa jasa pun menerima kembali kompos-kompos dari daur ulang sampah kebun mereka dengan gratis! Pengangkutannya pun disediakan dari Jimbaran Lestari. Pokoknya paket lengkap urusan sampah. Selain itu, Jimbaran Lestari juga melaporkan kepada semua penyewanya perjalanan sampah-sampah tersebut. Bahkan, Jimbaran Lestari tak ingin menerima risiko dengan memberikan sampahnya kepada orang sembarangan yang ingin membeli sampahnya. Menurut Warta, ia harus tahu semua sampah tadi bisa termanfaatkan dengan baik dan benar, terutama harus ramah terhadap lingkungan. Tanggung jawab pada alam Ia mencontohkan, perjalanan botol bekas pun harus jelas. Ia mengaku menelusuri siapa pun yang bakal membelinya meskipun digunakan untuk tempat menjual bensin di ruas-ruas jalan. ”Kami tidak ingin botol itu dimanfaatkan yang tidak semestinya. Ini wujud tanggung jawab pada alam dan penyewa jasa,” tutur Warta. Namun, perjuangan Jimbaran Lestari ini pun lumayan panjang saat meyakinkan puluhan hotel tersebut mau menerima jasa mereka. Kini, mereka menikmati hasilnya. ”Yang pasti, kami merasa cinta terhadap lingkungan dan terus berupaya bagaimana mempropagandakan usaha ini demi alam sekitar kita agar tetap terjaga. Ya, meskipun masih kecil,” tutur Warta. Warta, ini merupakan salah satu dari enam bersaudara, termasuk pemilik dan Direktur PT Jimbaran Lestari I Nyoman Sutarma (45) dan I Made Seni (45), istri Sutarma, yang juga Manajer PT Jimbaran Lestari, yang merintis usaha pengolahan sampah dari awal berdiri pada tahun 1994. Pada awal berdirinya, Jimbaran Lestari tersebut masih merupakan usaha dagang karena hanya penyedia jasa pengangkutan dan pemilahan sampah. Karena berkembang, terutama berkaitan dengan produksi kompos dari sampah tersebut, UD Jimbaran Lestari berubah badan hukum menjadi perseroan terbatas (PT) pada Juni 1996. Seiring berkembangnya usaha, jumlah karyawan pun bertambah terus menjadi 50 orang. Jumlah truk bertambah dari satu unit menjadi delapan unit. Luas lahan yang digunakan pun melebar dari hanya 3 are, kini 80 are atau 8 hektar tanah direlakan untuk proses pengolahan dan pemilahan sampah. Kompos yang dihasilkan pun secara keseluruhan mampu mencapai 75 ton per bulan. Dan, semua kompos yangdihasilkan, semuanya sudah dibilah-bilah sesuai alamat penyewa masing-masing, dijamin tidak tercampur. Sulit tenaga kerja Menurut Warta, usaha jasa sampah ini berawal dari pertemuan dengan pemilik Yayasan Wisnu (lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan) pada tahun 1994. Padahal, waktu itu, enam bersaudara yang beberapa di antaranya lulusan SMK ini, hendak bertemu dengan lembaga ini dalam upaya mencari sampah dapur untuk pakan 30 ekor ternak babi mereka. ”Kami mengakui sulit sekali mengawali bisnis sampah ini. Sudah bau dan kotor pula. Tetapi, kami bersyukur dan bertahan hingga sekarang. Sayangnya, kami tinggal bertiga saja,” cerita Warta. Justru sekarang ini, Warta mengaku kesusahan mencari tenaga yang bersedia bergelut dengan sampah, yang oleh sejumlah orang masih menjijikkan itu. Susah mendapatkan tenaga kerja yang siap bergelut dengan sampah setiap harinya. Bayangkan, sampah harus diangkut dari hotel-hotel tersebut dua kali sehari pada pukul 05.00 dan 14.00. Selanjutnya dipilah dan diolah, memakan waktu sekitar delapan jam setiap datang sampah. Selain itu, lanjut Warta, pihaknya menyadari beberapa sampah tak bisa terdaur lagi dan harus dibuang, antara lain sampah baterai dan styrofoam. Bahkan, tidak semua sampah kebun pun bisa menjadi kompos, seperti daun atau batang pohon keras. Namun, Warta berharap, kedepan akan ada teknologi yang mampu mendaur sampah-sampah tadi agar tak terbuang begitu saja. Ayu Sulistyowati Post Date : 12 November 2011 |