|
BOY mendorong gerobak yang mengangkut puluhan jeriken berisi air. Pemuda berusia 22 tahun itu terus menelusuri jalan di Perumnas Sako Kenten, Kecamatan Sako, Palembang. Tiba di dekat perempatan jalan, dia berhenti dan masuk ke salah satu rumah. "Bu, ini air pesanannya," kata Boy kepada tuan rumah, Selasa (10/5) siang itu. Sisil, ibu rumah tangga, meminta Boy untuk mengangkut 14 jeriken ke dalam rumah dan memasukkan air bersih dalam bak yang disediakan. Setelah menerima pembayaran Rp 11.200, Boy kembali mengangkut gerobak untuk melayani pembeli lain. "Sudah tiga hari ini air dari PDAM Tirta Musi tidak mengalir. Kami tidak tahu apa sebabnya. Terpaksa saya beli air bersih yang dijual keliling kampung," kata Sisil menjelaskan. Membeli air bersih eceran termasuk mahal, yaitu Rp 800 per jeriken, masing-masing berisi 20 liter air. Setiap keluarga rata-rata membutuhkan sekitar 14 sampai dengan 20 jeriken air setiap hari. Air bersih itu digunakan untuk kebutuhan mandi, masak, dan minum. Untuk mendapatkan air bersih, banyak ibu rumah tangga yang terpaksa menghemat pengeluaran. "Hari ini kami makan cukup dengan lauk pauk saja, tanpa sayuran. Sebab, jatah uang sayur dialihkan untuk membeli air. Kalau terus-terusan begini, kami bisa bangkrut," tambah Sisil. Ratusan ribu warga Palembang hingga kini harus tergantung dengan air bersih yang dijual eceran. Mereka tidak punya pilihan karena aliran air PDAM Tirta Musi tidak bisa diharapkan lagi, sedangkan air sumur kualitasnya jelek. Kondisi itu terasa lebih ringan hanya saat musim hujan karena warga bisa menampung air hujan dalam bak penampung. Air hujan yang diendapkan terlebih dahulu, digunakan sedikit demi sedikit untuk kebutuhan sehari-hari. Iriani (50), warga lain, mengaku mengeluarkan uang Rp 16.000 per hari untuk membeli air bersih untuk kebutuhan dia bersama dua anaknya. Dia tidak bisa lagi mengambil air dari sumur karena berwarna kuning dan agak berbau busuk. Untuk penghematan, keluarganya rata-rata hanya mandi dua kali per hari. "Palembang ini kota air dan punya Sungai Musi yang besar, tapi penduduknya kekurangan air bersih. Sampai kapan warga akan terus sengsara karena tidak kebagian air bersih," katanya. Sejumlah warga memanfaatkan situasi yang ironis ini dengan berbisnis air bersih. Mereka mendatangkan air dari daerah Sukomoro, Kabupaten Banyuasin, yang dikirimkan dengan mobil tangki berisi 5.000 liter. Air itu dimasukkan dalam jeriken dan diedarkan secara eceran di kampung-kampung. Ternyata, hasilnya cukup menjanjikan. Yati (28), seorang pedagang air bersih di Kelurahan Sialang, Sako, mengaku bisa menjual 10.000 liter air per hari dengan keuntungan sekitar Rp 60.000. "Kalau musim kemarau, masyarakat yang membeli air lebih banyak lagi, karena mereka tidak bisa menampung air hujan. Jadi, krisis air di Palembang ini jadi lahan bisnis bagi kami-kami," katanya. (ilham khoiri) Post Date : 11 Mei 2005 |