Biopori Menopang Kehidupan Tanah

Sumber:Kompas - 01 Februari 2008
Kategori:Banjir di Jakarta
Sekadar gerakan untuk menanam pohon sebanyak mungkin sekarang sudah tidak cukup lagi untuk menanggulangi masalah pemanasan global. Sebaliknya, menjaga kehidupan di dalam tanah justru tidak kalah penting karena kehidupan di dalam tanah itulah yang akan menopang kehidupan makhluk-makhluk di atasnya.

Pemikiran seperti itu bergelayut di benak Kamir R Brata, ahli ilmu tanah dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Cara itu antara lain untuk mengatasi dampak pemanasan global yang salah satunya adalah kurangnya sumber air tanah.

Melalui proses penyederhanaan berbagai teori, lahirlah gagasan Kamir menciptakan alat sederhana pembuat lubang resapan biopori.

Pemanasan global, sesuai pernyataan Panel Antarpemerintah mengenai Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) pada 2007, dalam kurun waktu 12 tahun terakhir hingga 2005 tercatat temperatur total adalah yang tertinggi. Ini didapat dari hasil catatan sejak tahun 1850. Kenaikan temperatur total sejak 1850 hingga 2005 tercatat sebesar 0,76 Celsius.

Kenaikan suhu itu turut melelehkan es di kedua kutub bumi dan lelehannya akan menambah volume air laut. Fenomena ini menyebabkan kenaikan muka air laut dengan laju rata-rata 1,8 milimeter per tahundata dicatat antara tahun 1961-2003.

IPCC menegaskan, pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan lebih tinggi pada abad XXI apabila tak ada upaya penanggulangan. Fenomena ini dinyatakan disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama sejak terjadi revolusi industri.

Biopori di hutan

Pemanasan global menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim menyebabkan terjadi banyak bencana.

Tahun 2006, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, dari 1.429 bencana 2003-2005, 53,3 persen akibat banjir dan 16 persen tanah longsor. Banjir dan tanah longsor menjadi peringkat teratas penyebab bencana ekologis di Tanah Air.

Kembali ke gagasan Kamir, lubang resapan biopori itu dapat ditujukan untuk mengurangi risiko bencana banjir dan tanah longsor.

Dikiranya, sekarang cukup hanya dengan menanam pohon. Kehidupan di dalam tanah itu yang perlu dijaga terlebih dahulu, maka kehidupan di atas tanah juga akan terjaga, kata Kamir ketika ditemui Kompas di Bogor, Rabu (30/1).

Sesuatu yang tidak bisa dimungkiri sampai saat ini masih terus berlangsung adalah pengurangan luas lahan produksi pangan maupun hutan untuk fungsi-fungsi infrastruktur permukiman dan industri.

Semula luasan lahan dan hutan itu cukup memadai sehingga tidak menimbulkan masalah ketika terjadi hujan sangat lebat, ekstrem sekalipun. Namun, saat ini ketika turun hujan lebat, kerap timbul bencana banjir dan tanah longsor.

Tanah longsor terjadi ketika lapisan tanah tidak saling terekatkan, baik oleh akar maupun perekat alamiah.

Secara logika, luasan lahan dan hutan sudah tidak lagi menyerap atau menampung air hujan sehingga terjadilah banjir.

Beranjak dari menciutnya lahan untuk penyerapan air, lubang resapan biopori memberikan jawaban. Saat ini sulit untuk menambah perluasan lahan secara horizontal untuk menambah luas permukaan tanah yang dapat berfungsi menyerap air hujan. Maka perluasan lahan itu hanya dapat dimungkinkan secara vertikal, kata Kamir.

Perluasan secara vertikal dapat dilakukan dengan cara membuat dinding-dinding tanah. Namun, ini dalam ukuran sesuai tingkat efisiensi tertentu. Tidak semua dinding tanah itu bisa disamakan menambah perluasan lahan secara vertikal.

Kamir menyajikan ukuran efisien untuk menambah dinding tanah yang berfungsi menyerap air di lubang resapan bioporinya.

Satu meter

Ukuran yang paling efisien itu, pertama, dari tingkat kedalaman lubang resapan biopori adalah berkisar 1 meter. Menurut Kamir, pada kedalaman 1 meter terdapat lapisan tanah yang paling mudah menyerap air dari permukaan.

Pada lapisan tanah 1 meter paling banyak pula terdapat mikroorganisme. Mikroorganisme itu harus dipelihara dan dibiarkan bekerja untuk membentuk atau membuka pori-pori tanah agar memperlebar peluang penyerapan air ke dalam tanah.

Untuk memelihara mikroorganisme di dalam tanah, diberikanlah makanan berupa bahan-bahan organik ke dalam lubang resapan biopori. Makanan organik ini bisa berupa sampah organik (terutama sayuran).

Tidak hanya bermanfaat menanggulangi banjir. Kamir mengatakan, biopori di hutan pun sangat diperlukan untuk mencegah tanah longsor, karena bahan-bahan organik di dalamnya yang diurai mikroorganisme akan menghasilkan lindi yang berfungsi sebagai perekat tanah.

Kemudian ukuran yang kedua, untuk menunjang efisiensi perluasan dengan lubang resapan biopori yaitu dengan cara diameter yang dibuat tidak terlampau besar, yakni sekitar 10 sentimeter saja .

Jadilah, biopori sebagai lubang resapan yang bisa digunakan sebagai salah satu cara untuk berdamai dengan alam yang didera pemanasan global. Nawa Tunggal



Post Date : 01 Februari 2008