Bandung, Kompas - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan energi alternatif bioelektrik dari sampah organik kotoran ternak. LIPI berharap, inovasi ini bisa menjadi solusi tepat untuk mengatasi masalah penerangan dan kebutuhan listrik di daerah terpencil.
”Potensi pengembangan biogas di Indonesia sangat besar. Salah satunya ditandai banyaknya peternakan yang kotorannya dimanfaatkan untuk bahan bakar bioelektrik,” kata peneliti di Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronika LIPI, Aep Saepudin, di Bandung, Jumat (14/8).
Aep mengatakan, bioelektrik adalah inovasi teknologi pemanfaatan limbah organik yang sudah dibuat anaerob (kedap udara) menjadi biogas. Biogas diolah kembali menjadi bahan bakar pembangkit listrik. Limbah organik yang cocok menjadi bahan bakar biogas adalah kotoran ternak, seperti babi atau sapi.
Menurut Aep, biogas memiliki potensi dapat dibakar seperti elpiji. Hal ini memberikan harapan biogas bisa menjadi alternatif energi baru. Pemanfaatan biogas juga memiliki keuntungan lain, seperti meminimalkan dampak berbahaya limbah organik hingga memberikan penghasilan tambahan melalui produksi kompos.
Aep membuktikan dengan memanfaatkan biogas sebagai pengganti bensin dan solar untuk membangkitkan listrik. Biogas dari kotoran ternak sapi atau babi mampu menggantikan bensin guna membangkitkan mesin tenaga listrik hingga 4.000 watt.
Adapun di pembangkit listrik bermesin diesel, meski tidak bisa menggantikan sepenuhnya, biogas mampu mengurangi konsumsi solar hingga 60 persen. Percampuran antara biogas dan solar mampu membangkitkan tenaga listrik hingga 10.000 watt.
Peneliti lain, Yaya Sudrajat Sumama, mengatakan, teknologi ini sudah diterapkan di beberapa daerah, seperti Jambi, Medan, Pekanbaru, Bali, dan Kalimantan Timur. Menurut para pengguna, biogas mampu menghemat Rp 200.000 per hari dibandingkan minyak tanah dan elpiji. (CHE)
Post Date : 15 Agustus 2009
|