Bio Toilet Lebih Hemat Air

Sumber:Buletin Cipta Karya - 01 Agustus 2007
Kategori:Sanitasi
Masalah sanitasi dan kebutuhan air bersih masih krusial di negeri ini. Angka kematian akibat diare di Indonesia bagian Timur masih cukup tinggi saat musim kemarau.

Saat ini banyak orang peduli dengan sanitasi. Bagi sebagian besar masyarakat yang belum sadar, masalah air barangkali tak dihiraukan. Selama mereka mempunyai uang, air bisa dibeli. Mereka tak sadar bahwa dalam penglihatan global, masalah air di masa mendatang akan semakin krusial.

Karena itu saat ini banyak kalangan sedang berpikir bagaimana membuat sanitasi menjadi ramah lingkungan. Sanitasi yang demikian disebut dengan Ecosan (Eco Sanitation). Ada yang peduli menangani limbah padat dan ada juga yang concern ke limbah cair. Penanganan limbah cair saat ini menghamburkan banyak air. Efeknya air banyak tercemar sehingga reservasi air bersih harus segera dilakukan.

Reservasi air bersih bisa dilakukan salah satunya dengan cara memodifikasi toilet biasa menjadi toilet tanpa menggunakan air atau yang dikenal dengan bio toilet.

Prinsipnya sangat sederhana. Feses yang dibuang manusia dalam bio toilet ini ditampung dalam sebuah kotak berisi serbuk gergaji yang sangat ideal untuk menyerap air, menyimpan udara, dan menjadi rumah bagi mikroba. Dalam kotak ini mikroba mengurai feses secara alami dengan bantuan udara dan sedikit air yang akan menghasilkan gas dan air serta mineral yang berguna untuk pupuk alami.

Secara konsep biotoilet ini tidak memerlukan air, namun karena kebiasaan masyarakat dalam membersihkan bekas BAB harus dengan air maka di dalam bio toilet tersebut disediakan sedikit air yang penggunaannya dengan cara menyemprot air dengan ukuran tertentu, tidak membuang air seenaknya. Untuk menghindari masuknya air ke lubang secara berlebihan, maka membilas BAB dengan air yang disediakan pun dilakukan di luar lubang feses dan urine.

Saat ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang mengembangkan bio toilet untuk perumahan kumuh di Kiara Condong Bandung dan Pesantren Darut Tauhid. Di Kiara Condong masih melakukan pendekatan kepada masyarakat agar mereka bisa menerima penerapan bio toilet. Sedangkan di Pesantren DT sudah ditempatkan dua unit di komplek santri pria.

DR. Ir. Neni Sintawardani dari Pusat Penelitian Fisika LIPI mengatakan telah melakukan penelitian selama tiga tahun di perumahan kumuh di Kiara Condong yang angka kematian akibat diarenya masih tinggi. Dari mulai kebiasaan masyarakat BAB di rumahnya di atas sungai yang fesesnya langsung "nyemplung" ke sungai di bawahnya sampai pada pengukuran teknis lainnya. "Yang paling sulit bagaimana merubah paradigma masyarakat agar tak sembarangan membuang feses dan agar berhemat menggunakan air," ucap Neni kepada redaksi.

Neni menambahkan, Ecosan harus dilakukan secara komprehensif, menyatukan ide clan menyesuaikan kebutuhan tiap lokasi yang berbagi kondisi. Banyaknya program Community Development seperti Ecosan maupun yang dimiliki Departemen Pekerjaan Umum seperti Sanitasi berbasis masyarakat pada intinya menyadarkan masyarakat bahwa masalah sanitasi adalah tanggung jawab masayarakat sendiri.

Neni mengatakan saat ini konsep dan teknologi sudah banyak, penerapannya bergantung pada kebutuhan dan kesiapan masyarakat yang tentu saja didukung dengan pendanaan, Antara sosialisasi dan pendanaan harus ada yang memerankan. Karena itu diperlukan kerjasama semua pihak baik yang memiliki modal maupun kebijakan seperti Dep PU maupun pihak pihak yang memiliki teknologi dan SDM untuk berkomunikasi dengan masyarakat.(Redaksi)



Post Date : 01 Agustus 2007