|
AIR khususnya air minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting. Di beberapa daerah pedalaman dan pedesaan, terbatasnya sumber air minum membuat air sungai sering digunakan untuk keperluan keluarga sehari-hari dari mencuci, mandi, sampai masak dan minum. Karena air sungai kotor, maka perlu dibersihkan dengan cara diendapkan lebih dahulu untuk memberi kesempatan bahan padat terlarut mengendap ke bawah. Apalagi bila air sungai yang akan digunakan diambil saat musim hujan. Air sungai biasanya akan mengandung partikel padatan lumpur, mikroba, serta berbagai kuman yang dapat menyebabkan penyakit. Karena alasan tersebut, sebelum air sungai dapat digunakan memenuhi keperluan keluarga, sangat diperlukan tindakan untuk mengeluarkan dan memusnahkan sebanyak mungkin bahan-bahan pencemar yang terbawa. Pusat-pusat pengolahan air perkotaan atau municipal water treatment dengan skala besar mengolah air dengan cara menambahkan senyawa kimia penggumpal (coagulants) ke dalam air kotor yang akan diolah. Dengan cara tersebut partikel-partikel yang berada di dalam air akan saling berdempetan menjadi suatu gumpalan yang lebih besar lalu me- ngendap. Baru kemudian air di bagian atas yang bersih dipisahkan untuk digunakan keperluan keluarga sehari-hari. Namun demikian, zat kimia penggumpal yang baik tidak mudah dijumpai di berbagai daerah terpencil. Andaipun ada pasti harganya tidak terjangkau oleh masyarakat setempat. Pemanfaatan potensi lokal Salah satu alternatif yang tersedia secara lokal adalah penggunaan koagulan alami dari tanaman yang barangkali dapat diperoleh di sekitar kita. Barangkali ada baiknya bila pengalaman negara lain dapat dialihkan ke Indonesia. Penga- laman tersebut ternyata sudah dipraktikkan selama berabad- abad, meskipun hanya pada skala yang kecil. Inilah hasil penelitian dari The Environmental Engineering Group di Universitas Leicester, Inggris, yang telah lama mempelajari potensi penggunaan berbagai koagulan alami dalam proses pengolahan air skala kecil, menengah, dan besar. Penelitian mereka dipusatkan terhadap potensi koagulan dari tepung biji tanaman Moringa oleifera. Tanaman tersebut banyak tumbuh di India bagian utara, tetapi sekarang sudah menyebar ke mana-mana ke seluruh kawasan tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia tanaman tersebut dikenal sebagai tanaman kelor dengan daun yang kecil-kecil. Peribahasa Indonesia "Tidak selebar daun kelor" banyak digunakan di masyarakat. Di luar negeri, khususnya di negara anglo-saxon, tanaman tersebut dikenal sebagai tanaman "drumstick" karena bentuk polong buahnya yang memanjang meskipun ada juga yang menyebut sebagai "horseradish" karena rasa akarnya menyerupai "radish". Yang perlu diperhatikan adalah tanaman tersebut tumbuh cepat sekali baik dari biji maupun dari stek, bahkan bila ia ditanam di lahan yang gersang yang tidak subur. Jadi bagus dikembangkan di lahan-lahan kritis yang mengalami mu- sim kekeringan yang panjang. Budidaya tanaman Moringa atau kelor memerlukan pemeliharaan yang sangat minimal dan dapat tahan pada musim kering yang panjang. Cepat tumbuh sampai ketinggian 4-10 meter, berbunga, dan menghasilkan buah hanya dalam waktu 1 tahun sejak ditanam. Bahkan di kawasan India bagian selatan, setiap tahun dapat dilakukan dua kali panen. Pembersihan air keluarga Biji kelor dibiarkan sampai matang atau tua di pohon dan baru dipanen setelah kering. Sayap bijinya yang ringan serta kulit bijinya mudah dipisahkan sehingga meninggalkan biji yang putih. Bila terlalu kering di pohon, polong biji akan pecah dan bijinya dapat mela- yang "terbang" ke mana-mana. Biji tak berkulit tersebut kemudian dihancurkan dan ditumbuk sampai halus sehingga dapat dihasilkan bubuk biji Moringa. Jumlah bubuk biji moringa atau kelor yang diperlukan untuk pembersihan air bagi keperluan rumah tangga sangat tergantung pada seberapa jauh kotoran yang terdapat di dalamnya. Untuk menangani air sebanyak 20 liter (1 jeriken), diperlukan jumlah bubuk biji kelor 2 gram atau kira-kira 2 sendok teh (5 ml). Tambahkan sedikit air bersih ke dalam bubuk biji sehingga menjadi pasta. Letakkan pasta tersebut ke dalam botol yang bersih dan tambahkan ke dalamnya satu cup (200 ml) lagi air bersih, lalu kocok selama li- ma menit hingga campur sempurna. Dengan cara tersebut, terjadilah proses aktivitasi senyawa kimia yang terdapat dalam bubuk biji kelor. Saringlah larutan yang telah tercampur dengan koagulan biji kelor tersebut melalui kain kasa dan filtratnya dimasukkan ke dalam air 20 liter (jeriken) yang telah disiapkan sebelumnya, dan kemudian diaduk secara pelan-pelan selama 10-15 menit. Selama pengadukan, butiran biji yang telah dilarutkan akan mengikat dan menggumpalkan partikel-partikel padatan dalam air beserta mikroba dan kuman-kuman penyakit yang terdapat di dalamnya sehingga membentuk gumpalan yang lebih besar yang akan mudah tenggelam mengendap ke dasar air. Setelah satu jam, air bersihnya dapat diisap keluar untuk keperluan keluarga. Efisiensi proses Proses pembersihan tersebut menurut hasil penelitian yang telah dilaporkan mampu memproduksi bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9% yang melekat pada partikel- partikel padat, sekaligus menjernihkan air, yang relatif aman (untuk kondisi serba keterbatasan) serta dapat diguna- kan sebagai air minum masyarakat setempat. Namun demikian, beberapa mikroba patogen masih ada peluang tetap berada di dalam air yang tidak sempat terendapkan, khususnya bila air awalnya telah tercemar secara berat. Idealnya bagi kebutuhan air minum yang pantas, pemurnian lebih lanjut masih perlu dilakukan, baik dengan cara memasak atau dengan penyaringan dengan cara filtrasi pasir yang sederhana. Biji kelor kering serta bubuk bijinya memiliki daya simpan yang baik. Yang perlu dijaga dan diperhatikan agar pembuatan pasta tidak menjadi basi sebelum digunakan. Jadi harus dibuat segar setiap hari sebelum digunakan. Pembersihan skala besar Ada baiknya Indonesia mencontoh apa yang telah dilakukan di daerah Thyolo di bagian selatan Melawi, di mana proyek pembersihan air dalam skala besar telah dibangun dengan menggunakan tepung biji kelor. Tenaga listrik tidak diperlukan untuk operasi pembersihan tersebut. Pembersihan air dengan bubuk moringa dapat irit biaya. Di Melawi yang setiap tahunnya mengeluarkan sekitar 400.000 untuk mengimpor bahan kimia pembersih air dapat secara drastis dipangkas. Dengan teknologi sederhana tersebut hanya perlu biaya sangat minimal, yaitu hanya beberapa fraksi saja dari biaya pembersihan air dengan bahan kimia dan tenaga listrik. Dalam laporan penelitian tersebut biji-biji moringa ternyata dapat menghasilkan purifikasi air, relatif sama efektif- nya bila dilakukan dengan cara pembersihan bahan kimia komersial. Antara 50 dan 150 mg bubuk biji kelor diperlukan untuk setiap liter air kotor yang ingin dibersihkan. Pengawasan mutu air sangat sederhana hanya diperlukan visual dalam tabung- tabung reaksi kimia. Kelor di Indonesia Di Indonesia kelor atau kelor-keloran (Moringa oleifera) dikenal sebagai jenis tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan. Daunnya majemuk, menyirip ganda, dan berpinak daun membundar kecil-kecil. Bunganya berwarna putih kekuningan. Buahnya panjang dan bersudut-sudut pada sisinya. Pohon kelor sering digunakan sebagai pendukung tanaman lada atau sirih. Daun, bunga, dan buah mudanya, merupakan bahan sayuran yang digemari masyarakat setempat. Daun kelor juga telah banyak digunakan sebagai pakan ternak, terutama sapi dan kambing maupun pupuk hijau. Remasan daunnya dipakai sebagai parem penutup bekas gigitan anjing dan dapat dibalur- kan pada payudara ibu yang menyusui untuk menahan mengucurnya ASI yang berlebihan. Akar kelor sering digunakan sebagai bumbu campuran untuk merangsang nafsu makan, tetapi bila terlalu banyak dikonsumsi ibu yang sedang mengandung dapat menyebabkan keguguran. Tumbukan halus akar dapat dibuat bedak untuk tapel perut bayi yang baru lahir, sebagai pencegah iritasi kulit, dan sering digunakan sebagai obat penyakit kulit (kukul) dan bisul, serta parem untuk bengkak-bengkak pada penyakit beri-beri dan bagi pengobatan kaki yang terasa pegal dan lemah. Ekstrak pepaagaannya secara tradisional banyak digunakan sebagai "jamu" sakit kepala serta untuk merangsang menstruasi. Secara negatif bahkan dapat digunakan untuk menggugurkan kandungan calon bayi yang tidak dikehendaki. Karena tanaman kelor meru- pakan leguminosa, maka bagus ditanam secara tumpang sari dengan tanaman lain karena dapat menambah unsur nitrogen dan lahan. Kelor sebagai pangan Di pasar lokal, komoditas kelor dijual dalam bentuk buah polong segar. Polong biji yang masih hijau dapat dipotong-potong menjadi bagian yang lebih pendek dan dapat dikalengkan atau dibotolkan dalam medium larutan garam dan menjadi komoditas ekspor khususnya ke Eropa dan Amerika Serikat. Tampaknya bukan hanya di India dan Indonesia saja kelor dapat tumbuh dan berkembang, tetapi juga di berbagai kawasan tropis lainnya di dunia. Pengetahuan tersebut perlu disebarluaskan karena kelor dapat menghasilkan biji-bijian dan daun yang dapat dikonsumsi manusia sebagai sayur. Daunnya berdasarkan berat keringnya mengandung protein sekitar 27 persen dan kaya akan vitamin A dan C, kalsium, besi dan phosphorous. Salah satu yang sangat me- nguntungkan adalah daunnya dapat dipanen pada musim kering, di mana tidak lagi dapat dijumpai sayuran segar di sekitarnya. Saat ini semakin berkembang sayuran biji moringa (kelor) di pasar internasional baik dalam kaleng maupun dalam bentuk segar, serta keadaan beku atau "chilled". Sayuran biji yang masih hijau dan segar kini dijual sebagai "drumstick" di berbagai kota besar di Eropa. Kenya merupakan pemasok utama sayur Moringa dalam kaleng di pasaran dunia. Pada awalnya, India dan Sri Lanka merupakan produsen utama dunia. Kini peluang baru tumbuh di Indonesia, bila kita mau. Sumber minyak goreng Biji moringa mengandung 40 persen minyak berdasarkan berat kering. Dari hasil peneli- tian yang telah dilaporkan, bungkil ampas perasan minyak moringa masih banyak mengandung zat koagulan. Senyawa koagulan masih sangat berguna bagi proses pembersihan air, persis sama seperti yang telah disampaikan sebelumnya dengan efektivitas sa- ma bila digunakan biji utuhnya. Bungkil moringa dapat dikeringkan dan disimpan, merupakan produk samping "industri minyak moringa" yang berguna. Minyak biji kelor memiliki mutu gizi dan fungsional tinggi, dan memiliki nilai jual (harga) yang tinggi pula. Yang unik dari minyak moringa adalah baik untuk minyak goreng dan baik pula untuk pembuatan sabun. Bagi masyarakat Malawi, minyak moringa secara tradisional merupakan minyak goreng yang banyak dimanfaatkan di rumah tangga. Minyak biji kelor dapat pula digunakan sebagai bahan kerosin atau minyak untuk lampu teplok pengganti penerangan di daerah yang belum menikmati listrik. FG Winarno Senior scientist M-Brio Biotekindo, Guru Besar Bioteknologi Unika Atma Jaya Post Date : 06 April 2003 |