Berwisata ke Tempat Pengolahan Sampah

Sumber:Kompas - 10 Agustus 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Tempat pengolahan sampah atau TPS adalah senjata terakhir pemerintah kota dalam mengelola sampah kotanya, tetapi hingga kini TPS bagi masyarakat bukan sesuatu yang layak dikenal.

Citra TPS sebagai tempat yang kotor dan sangat mungkin menjadi sumber penyakit menjadikan penolakan warga akan keberadaan TPS di lingkungannya menjadi dapat dimengerti.

Keberadaan teknologi yang menjamin sistem pengolahan sampah yang bersih dan aman menjadi salah satu solusi yang harus bisa disosialisasikan kepada masyarakat. Di samping itu, tampilan fisik dan program ruang TPS juga dapat mengubah citra buruk di mata masyarakat.

Beberapa kota dunia, seperti New York, Paris, dan Vienna, memanfaatkan kemampuan arsitektur untuk memperbaiki citra sekaligus mengubah persepsi masyarakat terhadap tempat pengolahan limbah tersebut.

Jepang, salah satu negara maju yang menerapkan aturan ketat mengenai sampah, juga memiliki Naka Waste Incineration Plant di Hiroshima dan Maishima Incineration Plant di Osaka yang dapat menjadi contoh usaha tersebut.

Kedua fasilitas pembakaran sampah (incineration) ini selesai dibangun tahun 2004 (Hiroshima) dan 2001 (Osaka) untuk melengkapi fasilitas pengolahan sampah di masing-masing kota. Pada kedua fasilitas itu tampilan fisik benar-benar berhasil ”menipu” persepsi masyarakat tentang fungsi tempat itu.

Citra arsitektur kontemporer dengan bentuk asimetris-geometris, nondekoratif, dan metal sebagai kulit bangunan Hiroshima Naka Waste Incineration Plant menimbulkan citra bangunan megah, bersih, dan formal. Sangat bertolak belakang dari citra fasilitas pengolahan limbah selama ini.

Yoshio Taniguchi, arsitek yang terkenal dengan desain museumnya, termasuk Museum of Modern Art New York, dengan bangga menyebut Hiroshima Naka Waste Incineration Plant sebagai desain museum of garbage-nya.

Pendekatan yang sama, tetapi dengan eksekusi berbeda terlihat di Osaka City Environmental Management Bureau’s Maishima Incineration and Water Treatment Plants yang didesain arsitek konservasi lingkungan terkenal dari Austria, Meister Friedensreich Hundertwasser.

Fasilitas pengolahan sampah ini tampil bagai lukisan di atas kanvas sehingga lebih layak diduga sebagai theme park. Bentuk bangunan lebih dinamis, material sangat bervariasi, permainan bentuk dan warna pada elemen bangunan (jendela, pintu, langit- langit) serta penghijauan, berhasil menyampaikan pesan positif ”the harmony between ecology, technology, and art” yang ingin disampaikan si arsitek.

Kedua fasilitas ini menjadi lebih istimewa karena memang dibangun untuk melayani dan menjadi bagian dari masyarakat.

Fungsi publik

Usaha awal yang dilakukan Pemerintah Kota Hiroshima dan Osaka adalah memasukkan fungsi fasilitas insinerasi ini ke dalam visi dan misi serta rencana infrastruktur pembangunan kawasan atau kota.

Hiroshima Naka Waste Incineration Plant tidak lain adalah bagian dari rencana kota Hiroshima untuk membangun infrastruktur sosial kota sebagai bagian dari proyek Hiroshima 2045: ”the city of Peace and Creation”, sekaligus memperkuat tema ”The Water City Hiroshima”.

Osaka Maishima Incineration Plant yang berada tepat di pintu masuk pulau buatan tidak lain adalah bagian penting dari rencana induk kawasan Maishima sebagai Maishima Sports Island dan pendukung kota Osaka untuk memenangi persaingan sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2008 yang direncanakan berpusat di Pulau Maishima.

Bangunan Hiroshima Naka Waste Incineration Plant yang terdiri atas satu lantai basement, tujuh lantai kantor pengelola, dan satu lantai penthouse hanya menempati 27 persen luas total tapak sebesar 50.200 meter persegi, sementara sisanya didedikasikan bagi masyarakat dan kota Hiroshima dalam wujud waterfront park.

Bangunan tersebut dibagi menjadi tiga zona oleh Taniguchi. Salah satu zona di bagian tengah disulap sebagai zona publik. Zona publik yang terdiri dari atrium dan dikelilingi koridor viewing gallery ini memungkinkan masyarakat melihat isi perut insinerator, serta pemandangan laut, pelabuhan, dan kota Hiroshima.

Taniguchi juga menempatkan walkway ecorium sepanjang 400 kaki menembus atrium tersebut. Ecorium itu memiliki fungsi istimewa sebagai media informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui urutan proses dan teknologi pengolahan sampah, menghubungkan permukiman dengan waterfront park baru yang berada di sisi selatan bangunan, dan memainkan peran simbolik sebagai gerbang yang menghubungkan laut dengan kota Hiroshima. Terakhir, fungsi ekologis fasilitas bagi kota dan kawasan sekitarnya dipertegas dengan ditanaminya pepohonan di sekeliling bangunan dan juga di dalam atrium.

Begitu pula bangunan tujuh lantai Osaka Maishima Incineration Plant membuka dirinya untuk masyarakat. Masyarakat hanya perlu mendaftarkan diri satu minggu sebelumnya untuk mengikuti tur tersebut. Bangunan dibagi dalam tiga zona.

Sedangkan Hundertwasser meletakkan lobi dan visitor observation deck di bagian tengah bangunan untuk memberi kesempatan pengunjung melihat sebagian proses pengolah sampah berteknologi tinggi tersebut dan membuktikan TPS bisa menjadi tempat yang sangat bersih, indah, dan berkesan modern.

Dari luar, mosaik keramik, dan bentuk organis serta warna-warni semua elemen bangunan menjadi strategi tersendiri untuk mempercantik kawasan ini.

Proses pendataan setiap truk sampah masuk-keluar fasilitas juga bisa disaksikan masyarakat dari luar bangunan. Fasilitas ini tidak luput dari unsur penghijauan yang berada di taman-taman yang mengelilinginya, di atap bangunan serta pohon yang menjulur keluar dari jendela bangunan.

Dengan menginformasikan proses pengolahan sampah dan produksi sampah setiap harinya, diharapkan masyarakat lebih sadar dalam mengelola sampahnya.

Harry Kurniawan Staf Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM dan Center for Universal Design and Diffabilities UGM



Post Date : 10 Agustus 2008